Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi
Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak
dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa
diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan
berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari
kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta
seorang hamba kepada Rabb-nya.
Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima
huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk
mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal
itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat
ketika bendera cinta diangkat. Seorang pezina dengan gampang tanpa
diiringi rasa malu mengatakan, “Kami sama-sama cinta, suka sama suka.”
Karena alasan cinta, seorang bapak membiarkan anak-anaknya bergelimang
dalam dosa. Dengan alasan cinta pula, seorang suami melepas istrinya
hidup bebas tanpa ada ikatan dan tanpa rasa cemburu sedikitpun.
Demikianlah bila kebodohan telah melanda kehidupan
dan kebenaran tidak lagi menjadi tolok ukur. Dalam keadaan seperti ini,
setan tampil mengibarkan benderanya dan menabuh genderang penyesatan
dengan mengangkat cinta sebagai landasan bagi pembolehan terhadap segala
yang dilarang Allah dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak,
harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya dari shahabat Tsauban radhiyallahu ‘anhu mengatakan: ‘Hampir-hampir orang-orang kafir mengerumuni kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah tempayan.’ Seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu sangat sedikit?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Bahkan
kalian saat itu banyak akan tetapi kalian bagaikan buih di atas air.
Dan Allah benar-benar akan mencabut rasa ketakutan dari hati musuh
kalian dan benar-benar Allah akan campakkan ke dalam hati kalian
(penyakit) al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah yang dimaksud dengan al-wahn wahai Rasulullah?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Cinta dunia dan takut mati.’ (HR. Abu Dawud no. 4297, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3610)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan: “Allah memberitakan dalam dua ayat ini (Ali ‘Imran:
13-14) tentang keadaan manusia kaitannya dengan masalah lebih mencintai
kehidupan dunia daripada akhirat, dan Allah menjelaskan perbedaan yang
besar antara dua negeri tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa hal-hal tersebut (syahwat,
wanita, anak-anak, dsb) dihiaskan kepada manusia sehingga membelalakkan
pandangan mereka dan menancapkannya di dalam hati-hati mereka, semuanya
berakhir kepada segala bentuk kelezatan jiwa. Sebagian besar condong
kepada perhiasan dunia tersebut dan menjadikannya sebagai tujuan
terbesar dari cita-cita, cinta dan ilmu mereka. Padahal semua itu adalah
perhiasan yang sedikit dan akan hilang dalam waktu yang sangat cepat.”
Definisi Cinta
Untuk mendefinisikan cinta sangatlah sulit, karena
tidak bisa dijangkau dengan kalimat dan sulit diraba dengan kata-kata.
Ibnul Qayyim mengatakan: “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas,
bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan
menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya
cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)
Hakikat Cinta
Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan
terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan
apa yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat.
Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru
menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai
Allah yaitu kesyirikan.
Cinta kepada Allah
Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin
(3/22) berkata: “Sebagian salaf mengatakan bahwa suatu kaum telah
mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada
mereka:
“Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)
Mereka (sebagian salaf) berkata: “(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai kalian’, ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, faidah dan buahnya adalah kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka kecintaan Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.”
Bila demikian keadaannya, maka mendasarkan cinta
kepada orang lain karena-Nya tentu akan mendapatkan kemuliaan dan nilai
di sisi Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik rahimahullah:
“Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada
dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan hendaklah dia
mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena
Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah
Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk
dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:
Pertama, membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.
Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.
Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.
Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Madarijus Salikin, 3/18, dengan ringkas)
Cinta adalah Ibadah
Sebagaimana telah lewat, cinta merupakan salah satu
dari ibadah hati yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama sebagaimana
ibadah-ibadah yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7)
“Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54)
Adapun dalil dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hadits Anas yang telah disebut di atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.”
Macam-macam Cinta
Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi
dua bagian dan ada yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad
bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:
Pertama, cinta ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits di atas.
Kedua, cinta syirik.
Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain
Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai
tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
Ketiga, cinta maksiat.
Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang
melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang
diperintahkan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.” (Al-Fajr: 20)
Keempat, cinta tabiat.
Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan
perkara lain yang dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta
tabiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita.” (Yusuf: 8)
Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan
dan lalai dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan
kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta maksiat. Bila cinta
tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda tersebut
sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka
cinta tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.
Buah cinta
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah
bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta,
takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu
sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di
akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya
adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan
landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu
merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal. 110)
Bila kita ditanya bagaimana hukumnya cinta kepada
selain Allah? Maka kita tidak boleh mengatakan haram dengan spontan atau
mengatakan boleh secara global, akan tetapi jawabannya perlu dirinci.
Pertama, bila dia mencintai selain Allah lebih besar atau sama dengan cintanya kepada Allah maka ini adalah cinta syirik, hukumnya jelas haram.
Kedua, bila dengan cinta kepada selain Allah menyebabkan kita terjatuh dalam maksiat maka cinta ini adalah cinta maksiat, hukumnya haram.
Ketiga, bila merupakan cinta tabiat maka yang seperti ini diperbolehkan.
Wallahu a’lam.
facebook klik disini https://www.facebook.com/achie88yazid
twitter klik disini http://twitter.com/
Vidio klik dsini http://www.youtube.com/watch?v=_gFxdy22Kvg