HUKUM MATTAMPUNG/TAHLILAN/YASINAN

 


Dzikir tahlilan yang sering kita lihat, dengar atau kita alami sendiri terutama di Indonesia. Didalam majlis ini diadakan pembacaan bersama ayat Al-Qur’ an dan berdo’a yang ditujukan untuk kita, kaum muslimin umumnya dan khususnya untuk saudara-saudara kita muslimin yang baru wafat atau yang telah lama wafat. Tahlilan ini boleh diamalkan baik secara berkumpul maupun perorangan. Hal yang sama ini dilakukan juga baik oleh ulama ahlusunnah maupun orang awam dibeberapa kawasan dunia umpamanya: Malaysia, Singapura, Yaman dan lainnya. Memang berkumpul untuk membaca tahlilan ini tidak pernah diamalkan pada zamannya Rasulallah saw. dan para sahabat. Itu memang bid’ah , tetapi bid’ah hasanah , karena sejalan dengan dalil-dalil hukum syara’ dan sejalan pula dengan kaidah-kaidah umum agama. Sifat rekayasa terletak pada bentuk berkumpulnya jama’ah (secara massal), bukan terletak pada bacaan yang dibaca pada majlis tersebut. Karena bacaan yang dibaca disana banyak diriwayatkan dalam hadits Rasulallah saw. Tidak lain semuanya ini sebagai ijtihad para ulama-ulama pakar untuk mengumpulkan orang dan mengamalkan hal tersebut. Bacaan Tahlilan yang dibaca di Indonesia, Malaysia, Singapura, yaman, Makkah, madinah ialah: Pertama-tama berdo’a dengan diiringi niat untuk orang muslimin yang telah lama wafat dan baru wafat tersebut, kemudian disambung dengan bacaan surat Al- Fatihah, surat Yaasin, ayat Kursi (Al- Baqarah :255) dan beberapa ayat lainnya dari Al- Qur’an, tahlil (Pengucapan Lailahaillallah) tasbih (Pengucapan subhanallah dan salawat Nabi saw. dan sebagainya. Setelah itu ditutup dengan do’a kepada Allah swt. agar pahala bacaan yang telah dibaca itu dihadiahkan untuk orang-orang yang telah wafat terutama dikhususkan untuk orang yang baru wafat itu, yang oleh karenanya berkumpulnya orang-orang ini untuk dia. Juga berdo’a pada Allah swt. agar dosa-dosa orang muslimin baik yang masih hidup maupun telah wafat diampuni oleh-Nya. Nah, dalam hal ini apanya yang salah…? Allah swt. Maha Pengampun dan Dia telah berfirman akan mengabulkan do’a seseorang yang berdo’a pada-Nya ! Sedangkan mengenai makanan-makanan yang dihidangkan oleh sipembuat hajat itu bukan masalah pokok tahlilan ini tidak lain hanya untuk menggembirakan dan menyemarakkan para hadirin sebagai amalan sedekah dan dan tidak ada paksaan ! Bila ada orang yang sampai hutang- hutang untuk mengeluarkan jamuan yang mewah, ini bukan anjuran dari agama untuk berbuat demikian, setiap orang boleh mengamalkan menurut kemampuannya. Dengan adanya ini nanti dibuat alasan oleh golongan pengingkar untuk mengharamkan tahlil dan makan disitu. Ini sebenarnya bukan alasan yang tepat karena Tahlil tidak harus diharamkan atau ditutup karena penjamuan tersebut. Seperti halnya ada orang yang ziarah kubur beranggapan bahwa ahli kubur itu bisa merdeka memberi syafa’at pada orang tersebut tanpa izin Allah swt., keyakinan yang demikian ini dilarang oleh agama. Tapi ini tidak berarti kita harus mengharamkan atau menutup ziarah kubur karena perbuatan perorangan tersebut. Karena ziarah kubur ini sejalan dengan hukum syari’at Islam ! Sekali lagi penjamuan tamu itu bukan suatu larangan, kewajiban dan paksaan, setiap orang boleh mengamalkan menurut kemampuannya, tidak ada hadits yang mengharamkan atau melarang keluarga mayyit untuk menjamu tamu orang-orang yang ta’ziah atau yang berkumpul untuk membaca do’a bersama untuk si mayyit.. Imam Syafi’i dalam kitabnya Al Umm mengatakan bahwa disunnahkan agar orang membuat makanan untuk keluarga mayyit sehingga dapat menyenang kan mereka, yang mana hal ini telah diriwayatkan dalam hadits bahwa Rasulallah saw. tatkala datang berita wafatnya Ja’far bersabda; ‘Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far , karena telah datang kepada mereka urusan yang menyibukkan’ (Tartib Musnad Imam Syafi’i, pembahasan tentang shalat, bab ke 23 ‘Sholat jenazah dan hukum-hukumnya’ hadits nr. 602 jilid 1 hal. 216) Tetapi riwayat itu bukan berarti keluarga si mayyit haram untuk mengeluarkan jamuan kepada para tamu yang hadir. Begitu juga orang yang hadir tidak diharamkan untuk menyuap makanan yang disediakan oleh keluarga mayyit. Penjamuaan itu semua adalah sebagai amalan sedekah dan suka rela terserah pada keluarga mayyit. Rasulallah saw. sendiri setelah mengubur mayit pernah diundang makan oleh keluarga si mayyit dan beliau memakan nya. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu dawud dan Baihaqi dari Ashim bin Kulaib dari ayah seorang sahabat Anshar, berkata: “Kami telah keluar menyertai Rasulallah saw. mengiringi jenazah, maka kulihat Rasulallah saw. berpesan kepada penggali kubur, kata beliau saw., ‘perluaslah arah kedua kakinya, perluaslah arah kepalanya’. Ketika beliau pulang ditemuilah orang yang mengundang dari pihak istrinya (istri mayyit), beliaupun memenuhi undangan itu dan kami menyertainya lalu dihidangkan makanan, maka beliau mengulurkan tangannya, kemudian hadirin mengulurkan tangan mereka, lalu mereka makan, dan aku melihat Rasulallah saw. mengunyah suapan di mulutnya”.Jadi apa yang dilakukan masyarakat kita seperti tahlilan adalah sesuatu yang mempunyai dasar dalam agama.

Oleh “ Sayyed Shalihin Assegaf

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

4 komentar

komentar
31 Juli 2012 pukul 00.52 delete

Assalamu 'alaikum ww.
Terima kasih Ustadz, urainnya sangat menyegarkan pengetahuan dan menambah semangat saya yang saat ini biasa memimpin tahlilan di kampung, tetapi beberapa bulan mulai diserang dan diharamkan oleh satu dua warga yang mengikuti kelompok MTA.

Reply
avatar
3 Agustus 2012 pukul 01.13 delete Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
avatar
3 Agustus 2012 pukul 01.18 delete

Wa'3alaikumsalam www.
iya banyak diantara saudara-saudara kita yang tidak faham.
karena mereka tidak tahu dasarnya,
tidak sedikit yang melarang Tahlilan itu disebabkan karena karena pengetahuannya kurang..... jangan kita langsung memfotis bahwa itu tidak boleh, itu salah, atau itu haram! sedangkan qt punya dalil dan pendapat masing-masing
wassalam.

Reply
avatar
25 Agustus 2014 pukul 04.21 delete

Ass. Wr. Wb.
Dengan mempertajam perbedaan, tak ubahnya seseorang yang suka menembak burung di dalam sangkar. Padahal terhadap Al-Qur’an sendiri memang terjadi perbedaan pendapat. Oleh sebab itu, apabila setiap perbedaan itu selalu dipertentangkan, yang diuntungkan tentu pihak ketiga. Atau mereka sengaja mengipasi ? Bukankah menjadi semboyan mereka, akan merayakan perbedaan ?
Kalau perbedaan itu memang kesukaan Anda, salurkan saja ke pedalaman kepulauan nusantara. Disana masih banyak burung liar beterbangan. Jangan mereka yang telah memeluk Islam dicekoki khilafiyah furu’iyah. Bahkan kalau mungkin, mereka yang telah beragama tetapi di luar umat Muslimin, diyakinkan bahwa Islam adalah agama yang benar.
Ingat, dari 87 % Islam di Indonesia, 37 % nya Islam KTP, 50 % penganut Islam sungguhan. Dari 50 % itu, 20 % tidak shalat, 20 % kadang-kadang shalat dan hanya 10 % pelaksana shalat. Apabila dari yang hanya 10 % yang shalat itu dihojat Anda dengan perbedaan, sehingga menyebabkan ragu-ragu dalam beragama yang mengakibatkan 9 % meninggalkan shalat, berarti ummat Islam Indonesia hanya tinggal 1 %. Terhadap angka itu Anda ikut perperan, yang harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Astaghfirullah.
Wass. Wr. Wb.
hmjn wan@gmail.com

Reply
avatar