HUKUM WIRID SESUDAH SHALAT FARDHU

 


Diriwayatkan dari Sahabat Tsauban, ia berkata; bila usai mengerjakan shalat, Rasulullah SAW membaca istigfar 3 kali lalu membaca: LAILAHA ILLALLAHU WAHDAHU LASYARIKALAH LAHULMULKU WALAHULHAMDU YUHYI WAYUMITU WAHUWA ‘ALA KULLI SYAI-IN QADIR, ALLAHUMMA ANTASSALAMU WAMINKASSALAM WAILAIKA YA’UDUSSALAM FAHAYYANA RABBANA BISSALAM WAADKHILNALJANNATA DARAKA DARASSALAM TABARAKTA RABBANA WATAALAITA YAZALJALALI WALIKRAM. (HR Muslim) Hadits lain yang diriwayatkan Abu Hurairah RA : Artinya : “Dari Abu Hurairah RA, bahwa Abu Dzar RA bertanya kepada Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah orang-orang kaya mempunyai banyak pahala. Mereka melaksanakan shalat sebagaimana kami mendirikan shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka, namun kami tidak memiliki harta yang dapat kami sedekahkan”. Lalu Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Dzar maukah aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang bisa menyamakan derajatmu dengan orang-orang yang mendahuluimu, dan orang-orang yang datang sesudahmu tidak akan dapat menyamaimu kecuali kalau mereka juga membaca kalimat itu. Abu Dzar menjawab “Iya wahai Rasulullah.” Maka kemudian Rasulullah bersabda, “Hendaknya kamu membaca takbir 33 kali, tahmid 33 kali, tasbih 33 kali setiap setelah shalat, kemudian diakhiri dengan bacaan (la ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syaiin qadir) maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun seperti buih dilautan.” Hendaknya, memang, wiridan tidak dibaca terlalu keras jika masih ada yang mengerjakan shalat atau tidur agar tidak mengganggu. Akan tetapi sudah menjadi kebiasaan di pesantren santri yang terlambat melalukan shalat (makmum masbuq) tidak terlalu banyak, dan tetap mengucapkan wirid dengan suara keras akan sangat bermanfaat buat santri yang lainnya, Para ulama membolehkan imam membaca wirid atau doanya dengan suara keras bila imam bermaksud mengajarkannya kepada para santri atau makmum. (Lihat Mughnil Muhtaj I, hal 182) . Dikisahkan, Sahabat Umar bin Khattab selalu membaca wirid dengan suara lantang, berbeda dengan Sahabat Abu Bakar yang wiridan dengan suara pelan. Suatu ketika nabi menghampiri mereka berdua, dan nabi lalu bersabda: Kalian membaca sesuai dengan yang aku sampaikan. (Lihat al-Fatâwâ al-hadîtsiyah, Ibnu Hajar al- Haitami, hal 65). Berdzikir (wiridan) dengan suara keras (jahr), setelah shalat maktubah atau shalat sunah, menurut kesepakatan (ijma’) para Ulama’ hukumnya sunah, karena hal itu sudah menjadi kebiasaan Rasulullah Saw, sebagaimana yang di terangkan dalam hadits-haditsnya Artinya : “ Dari Ibnu Abbas r.a, ia menceritakan : bahwa sesungguhnya mengeraskan suara dengan dzikir ketika orang-orang selesai shalat fardlu itu sudah terjadi sejak zaman Rasulullah Saw. Ibnu Abbas menjelaskan lagi; aku dapat mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat demikian itu kebetulan aku mendengarnya”. HR. Imam Bukhari 

Artinya : “Sesungguhnya Ibnu Abbas menceritakan, bahwa mengeraskan suara untuk dzikir ketika orang-orang selesai shalat fardlu itu adalah sudah terjadi sejak zaman Rasulullah Saw. Kata Ibnu Abbas : aku ketahui yang demikian itu ketika mereka selesai shalat dan aku juga mendengarnya “. HR. Imam Abu Dawud.
Oleh “ Sayyed Shalihin Assegaf
 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »