TARBIYYAH RAMADHAN


TARBIYYAH RAMADHAN

           
Ada banyak faktor yang membuat kita harus bersyukur kepada Allah Swt. Salah Satunya adalah disampaikan-Nya usia kita pada bulan Ramadhan yang mubarak, sehingga kita bisa rasakan lagi ibadah Ramadhan yang nikmat itu. Kenikmatan ibadah Ramadhan dapat kita rasakan salah satunya dari sisi nilai tarbiyyah (pendidikan) nya terhadap diri, keluarga dan masyarakat.

            Oleh karena itu, manakala ibadah Ramadhan ini dapat kita tunaikan dengan sebaik-baiknya, maka masyarakat dan negara kita yang mayoritas penduduknya muslim ini akan sampai pada suatu keadaan yang bersih jiwanya sehingga melahirkan masyarakat dan bangsa yang bersih dari sifat dan prilaku yang buruk.

            Ada banyak nilai tarbiyyah Ramadhan yang akan kita peroleh, khususnya dari ibadah puasa. Pemahaman tentang masalah ini perlu kita ingat dan segarkan kembali agar ibadah puasa Ramadhan pada tahun ini bisa kita optimalkan dalam peroleh hasil-hasilnya.

1.      Membersihkan Jiwa.

Keadaan jiwa seseorang menjadi penentu utama bagi diri dalam bersikap dan berprilaku. Sikap dan prilaku yang baik atau buruk sangat ditentukan oleh apakah jiwanya bersih atau tidak. Puasa mentarbiyyah kita untuk menjadi manusia yang memiliki jiwa yang bersih. Indikasi jiwa yang bersih adalah senang melaksanakan apa yang diperintah Allah, menjauhi apa yang dilarang-Nya serta selalu berupaya untuk menyempurnakan pengabdiannya kepada Allah Swt.

Jiwa yang bersih akan membuat seseorang, pertama, senang pada kejujuran dan puasa memang mendidik seorang muslim untuk bersikap dan berprilaku jujur, meskipun tidak ada orang lain yang mengetahui kalau dia melakukan pelanggaran. Kedua, takut kepada Allah dan selalu merasa diawasi olehnya yang membuat tumbuh dalam jiwanya rasa dekat kepada Allah Swt  sehingga dia tidak mau melanggar ketentuan-ketentuan Allah Swt, meskipun pelanggaran yang dilakukannya termasuk pelanggaran yang kecil dan tidak diketahui oleh orang lain. Ketiga, orang yang mendambakan kebersihan jiwa, manakala telah diselimuti dengan dosa, maka dia ingin membersihkan dosa-dosanya itu, dan puasa merupakan salah satu upaya untuk membersihkan jiwa dari dosa-dosa. Keempat, jiwa yang bersih juga diindikasikan dalam bentuk disiplin dalam menjalan ketentuan-ketentuan Allah Swt dan puasa memang melatih kita untuk menjadi orang yang disiplin dalam menjalani kehidupan sebagaimana yang telah digariskan Allah Swt dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. Makan, minum, melakukan hubungan seksual dan sebagainya ada ketentuan waktu yang harus ditaati oleh seorang muslim selama menunaikan ibadah puasa, ini berarti puasa harus menghasilkan jiwa disiplin dalam ketaatan kepada Allah Swt.Dan kedisiplinan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dunia apapun, apalagi dalam menjalani kehidupan sebagai seorang muslim.


2.      Memantapkan Keinginan Baik.

Keinginan (iradah) merupakan sesuatu yang mesti ada, tumbuh dan berkembang dalam diri seorang muslim dalam rangka melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah Swt.Puasa mendidik kita untuk menumbuhkan dan mengembangkan iradah untuk melaksanakan yang baik dan iradah untuk menjauhi segala bentuk keburukan.

Pahala atau imbalan besar yang disediakan Allah Swt terhadap orang yang berpuasa dengan baik membuat tumbuh pada dirinya keinginan untuk melaksanakan segala bentuk kebaikan dan menjauhi segala bentuk keburukan. Misalnya saja di bulan Ramadhan kita dibina untuk menolong orang lain dengan cara memberi makan atau minum kepada orang yang berbuka dengan pahala yang besar, Rasulullah Saw bersabda:

Barangsiapa memberi jamuan buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala seperti pahalanya (orang yang berpuasa) itu, yaitu tidak dikurang sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).

Dengan imbalan yang besar itu, seorang sahabat meskipun miskin masih tetap berkeinginan untuk bisa memberi makan atau minum kepada orang yang berbuka puasa, tapi dia bertanya kepada Rasul tentang apa yang bisa diberikannya karena miskinnya itu, maka Rasulpun tidak menutup kemungkinan seseorang untuk menginginkan suatu amal yang baik, maka beliaupun menyatakan: “meskipun engkau hanya bisa memberi sebiji korma atau seteguk air”.

3.      Mengendalikan Nafsu Seksual.

Secara khusus, ibadah puasa juga mendidik kita untuk melakukan pengendalian terhadap nafsu seksual, tapi bukan membunuh nafsu seksual sehingga kita tidak memilikinya lagi. Nafsu seksual merupakan salah satu pintu yang digunakan oleh syaitan dalam menggoda manusia menuju jalan yang sesat. Karena itu, tidaklah aneh kalau kita menemukan begitu banyak manusia yang akhirnya jatuh ke lembah yang nista karena tidak mampu mengendalikan nafsu seksualnya. Berapa banyak orang kaya yang jatuh miskin karena masalah seksual, berapa banyak pejabat yang jatuh dari kursi kekuasaannya karena nafsu seksual dan berapa banyak terjadi kasus-kasus kerusakan akhlak lainnya karena berpangkal dari persoalan seksual.

Karena itu, tidak aneh juga kalau ada psikolog menganggap seks sebagai faktor utama   penggerak aktivitas manusia, karena memang begitulah yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya di dunia barat. Wabah kerusakan moral dan berbagai penyakit telah bermunculan karena bermula dari ketidakmampuan manusia mengendalikan nafsu seksualnya.

Oleh karena itu, bagi seorang muslim, masalah seksual merupakan karunia Allah Swt yang pelampiasannya boleh dilakukan pada batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka ibadah puasa melatih kita untuk mengendalikan keinginan seksual itu, jangankan kepada wanita lain atau kepada lelaki lain, kepada isteri atau suami saja harus dikendalikan dengan sebaik-baiknyapada saat sedang berpuasa, Allah berfirman yang artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari  puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak bisa menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar (QS 2:187).

4.      Mengokohkan Jiwa Kemasyarakatan.

Sebagai manusia, kita menyadari bahwa hidup ini tidak mungkin bisa kita jalani dengan baik tanpa kebersamaan dengan manusia lainnya. Karena itu interaksi kita antara yang satu dengan yang lain merupakan suatu kebutuhan dan secara ekonomi, yang kaya harus membantu yang miskin, sementara yang miskinpun masih bisa bersyukur kepada Allah Swt karena bisa jadi masih banyak orang yang lebih miskin darinya.

Ibadah puasa mendidik kita untuk mengokohkan jiwa kemasyarakatan itu, sehingga sebagai orang yang memiliki kemampuan secara materi kita siap memberikan bantuan kepada yang tidak mampu karena kita sudah merasakan tidak enaknya lapar dan haus, padahal itu hanya berlangsung beberapa jam, sementara masih begitu banyak anggota masyarakat kita yang memerlukan bantuan, apalagi dalam krisis ekonomi di negara kita sekarang ini yang telah melahirkan penduduk miskin baru dalam jumlah yang amat banyak. Menumbuhkan jiwa kemasyarakatan itu nantinya disimbolkan dalam bentuk menunaikan zakat fitrah yang memang harus diberikan kepada mereka yang miskin.

TARGET PENINGKATAN TAQWA


            Bila kita hendak simpulkan tentang apa sesungguhnya target ibadah puasa secara khusus dan ibadah Ramadhan lainnya secara umum, maka target yang hendak kita capai adalah terwujudnya peningkatan taqwa kepada Allah Swt dalam arti yang sesungguhnya sebagaimana firman Allah dalam QS 2:183 di atas.

            Oleh karena itu, dari Ramadhan ke Ramadhan, dari satu peribadatan ke peribadatan berikutnya semestinya membuat taqwa kita kepada Allah Swt semakin berkualitas, ibarat orang menaiki tangga, maka diasudah berada pada pijakan tangga yang lebih tinggi sesuai dengan frekuensi peribadatannya. Manakala dari tahun ke tahun ibadah Ramadhan kita tunaikan, tapi ternyata tidak ada peningkatan taqwa kepada Allah yang kita tunjukkan, maka kita khawatir kalau puasa kita itu tergolong yang hanya merasakan lapar dan haus saja, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan pahalanya, melainkan hanya lapar dan haus saja (HR. Ahmad dan Hakim dari Abu Hurairah).


++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Ramadhan Menumbuhkan Jiwa Melayani

Pemimpin adalah pelayanan bagi umat. Pejabat adalah pelayanan masyarakat. Penjual adalah pelayan bagi pelanggan. Ini telah menjadi kesepakatan tidak tertulis dalam setiap sisi kehidupan. Dalam satu masa pemahaman ini mengalami distorsi. Bahan tidak jarang pemimpin yang minta dilayani.
Lihatlah ketika ada kunjungan kerja dari pejabat pusat atau level lebih tinggi. Jajaran yang lebih rendah sibuk memberikan pelayanan terbaik, dari penjemputan, penyediaan tempat tinggal, kelengkapan akomodasi sampai membawakan tasnya, menyertakan oleh-oleh sampai ‘uang lelah’.
Pelayanan kepentingan masyarakat menjadi sangat sulit. Membuat passport, membuat KTP, SIM, mengurus perijinan sampai pernikahan dan perceraian semuanya serba sulit. Bahkan urusan mengubur jenazah harus membayar sejumlah uang agar semua berjalan dengan mudah. Pajak harus dibayar setiap waktu tapi pelayanan publik memprihatinkan. Sebagaimana pajak penerangan jalan yang dibayar setiap bulan namun kampung kita tetap kegelapan.
Seandainya ada pemimpin seperti Umar bin Khatab yang rela berkeliling melakukan penagwasan langsung terhadap keadaan rakyatnya. Atau presiden sperti Syafrudin Prawiranegara yang tidak tamak dengan kekuasaan. Pejabat seperti Hamka yang selalu sederhana. Panglima zuhud sebagaimana Sudirman. Tentu jiwa pelayanan kepentingan umat akan menjadi prioritas uatam.
Kesadaran melayani orang lain adalah praktik yang telah dilakukan sejak dulu sampai sekarang. Bahkan telah dicontohkan para nabi. Melayani dengan ketulusan, membantu orang untuk fokus pada kekuatan yang dimiliki, membantu orang dalam menyelesaikan masalah adalah praktik-praktik melayani yang memiliki kemuliaan.
Kepemimpinan di dalam islam pada hakekatnya adalah berkhidmat atau menjadi pelayan ummat. Kepemimpinan yang asalnya adalah Hak Allah diberikan kepada manusia sebagai Khalifatullah fil ardli, wakil Allah SWT di muka bumi. Jika bukan karena iradahNya, tak ada seorangpun yang mendapatkan amanah kepemimpinan, baik kecil maupun besar.
Oleh karena itu setiap amanah kepemimpinan harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah. Allah memberikan amanah kepada pemimpin untuk (1) mengatur urusan orang yang dipimpinnya (2) mengarahkan perjalanan sekelompok manusia yang dipimpinnya guna mencapai tujuan bersama (3) menjaga dan melindungi kepentingan yang dipimpinnya. Wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seorang pemimpin tidaklah ringan di mata Allah. Meskipun seringkali godaan syaitan dengan iming-iming keuntungan dunia telah memalingkan motivasi para pemimpin dari tujuan bersama.
Mengapa Allah SWT memberi kepercayaan kepada manusia untuk menjadi pemimpin di atas dunia ini? Dan siapakah para pemimpin sejati yang sesuai dengan tuntunan dari Allah?
Simaklah Firman Allah SWT:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS 2:30)
Ramadhan adalah momen yang tepat untuk melatih diri kita menjadi pelayanan bagi umat. Kita semua, Anda dan juga saya.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


MATERI CERAMAH RAMADHAN 1425 H


Materi 1:
Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan
Oleh Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA

وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ
“Dan sesungguhnya al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab” (QS Az-Zukhruf: 44).

Ketika Allah Swt.. menjadikan Islam sebagai rahmat buat alam semesta; ketika Allah Swt. menghendaki dari umat Islam menjadi umat terbaik; ketika Allah Swt. menghendaki agar umat Islam mampu memikul amanah untuk memimpin dunia ini; ketika Allah menghendaki agar umat Islam menjadi saksi bagi seluruh umat manusia, maka ketika itulah Allah Swt. mempersiapkan umat Islam sedemikian rupa, agar umat Islam ini layak menjadi umat yang terbaik. Di antara sarananya adalah dengan pembentukan manusia yang bertaqwa. Pembentukan manusia yang bertaqwa inilah yang banyak dilupakan manusia, sehingga ukuran kemajuan atau ukuran kesejahteraan hidup diukur dengan paradigma materi. Lupa bahwa manusia itu bukan hanya dari unsur materi saja, tetapi manusia punya nurani yang harus diperhatikan, yang harus dibina sehingga pantas untuk menjadi manusia yang terbaik. Oleh karena itu Ramadhan hadir di tengah-tengah kita dalam rangka untuk menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik yang layak memimpin dunia ini.
Di dalam bulan Ramadhan banyak sekali kebajikan ilahi yang harus kita dapatkan, sehingga kita keluar dari bulan Ramadhan ini benar-benar menjadi manusia terbaik, manusia yang berkualitas, manusia yang berprestasi. Oleh karena itu marilah kita berupaya benar-beanr memahami puasa itu sebagaimana yang diharapkan Allah Swt.
Pertama, puasa membentuk manusia yang mengoptimalkan kontrol diri (self control). Mengapa? Karena puasa sangat terkait dengan keimanan seseorang. Seseorang bisa saja mengatakan dirinya sedang berpuasa, sekalipun sebenarnya tidak. Oleh karena itu puasa disebut ‘ibaadah sirriyyah (ibadah yang bersifat rahasia). Rahasia antara seorang hamba dengan Al-Kholiq. Sampai-sampai Allah Swt. mengatakan dalam sebuah hadits Qudsi yang sering kita dengar “Kulluu ‘amali ibnu aadama lahu illash-shiyaam. Fa innahu lii wa ana ajzii bihi (setiap amal manusia untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk aku. Dan akulah yang membalasnya)”. Pertanyaannya adalah apakah amal selain puasa tidak dibalas Allah? Dibalas. Tetapi kenapa dalam masalah puasa Allah menegaskan bahwa Dia yang akan membalasnya sehingga seolah-olah amal yang lain itu bukan Allah yang membalasnya? Ini merupakan isyarat Rabbaniyah bahwa amal manusia yang bernama ash-shiyam benar-benar insya Allah akan dijamin diterima oleh Allah Swt. Apakah yang lain tidak dijamin? Ini karena puasa itu adalah ibadah sirriiyyah, dimana orang tidak mengetahui dan tidak melihat ketika dia berpuasa. karean ketika kita berpuasa, tidak ada orang lain yang tahu. Maka ibadah yang sirriyyah itu adaah sangat dekat dengan keikhlasan. Dan syarat agar suatu amal itu diterima oleh Allah, selain harus benar sesuai dengan ajaaran Rasulullah Saw., harus ikhlas. Makanya kalau ingin menjadi orang yang populer, tidak bisa melewati pintu puasa. Kalau terkenal sebagai seorang mubaligh, bisa. Terkenal menjadi qori’ dan qori’ah, bisa. Terkenal menjadi politikus, bisa. Dan itu semuanya sangat rawan dengan riya’, dan riya’ itu menjadikan amal tidak diterima oleh Allah Swt. Itulah  sebabnya mengapa dalam kaitannya dengan puasa ini Allah menegaskan bahwa Dia sendiri yang akan membalasnya. Inilah yang dikatakan bahwa puasa akan melatih kita untuk mempunyai tingkat kontrol yang tinggi, baik ketika kita menjadi seorang pemimpin, atau karyawan, ulama’ atau yang lainnya. Kita tidak merasa dikontrol oleh yang lainnya, akan tetapi yang terpentinga dalah bahwa kita sadar bahwa kita dikontrol oleh Allah Swt.
Yang kedua, lembaga shiyam ini mendorong kita agar kita agar obsesi kita tentang kehidupan akherat itu lebih dominan daripada obsesi dunia. Jadi obsesi ukhrowi kita, agar kita menjadi hamba Allah yang akan mendapatkan kenikmatan abadi, itu harus lebih dominan daripada kesenangan yang sifatnya sementara. Karena seluruh kenikmatan yang ada di dunia ini, nikmat apa pun namanya, harta, pangkat, dan sebagainya itu semuanya bersifat sementara. Makanya dalam bahasa Al-Qur’an kenikmatan dunia itu tidak disebut nikmat, akan tetapi disebut mata’. Mata’ itu arti adalah maa yatamatta’u bihil insan tsumma yazulu qoliilan-qoliilan (mata’ adalah sesuatu yang disukai oleh manusia, akan tetapi sedikit demi sedikit akan hilang)”. Kalau kita ditakdirkan Allah mempunyai istri yang sangat cantik, ketika sudah berusai 60 tahun, maka kecantikannya pasti akan luntur, sehingga mungkin kita berpikir mencari yang masih muda lagi. Kenapa? karena kenikmatan dunia itu pasti ada batasnya. Ini adalah halyang manusiawi. Puasa itu melatih kita agar obsesi yang ada dalam diri kita itu obsesi yang tentang kehidupan yang abadi di akhirat. Makanya makanan, minuman, istri, dan semua yang halal itu kita gapai dalam rangka untuk mendapatkan kenikmatan yang abadi.
Di negara kita yang sedang terkena krisis multi dimensional ini dan dipenuhi dengan kerusuhan, disebabkan karena banyak manusia di negara ini ytang obsesinya bukan obsesi ukhrowi. Ada orang yang ingin menjatuhkan orang lain, ada orang yang khawatir kalau-kalau dijatuhkan. Kalau obsesi duniawi ini dominan, bisa-bisa kita akan kehilangan kehidupan ukhrowi kita. Ketika kita memasuki bilan Ramadhan, maka kita akan ditarbiyah oleh Allah agar obsesi kit aadalah obsesi ukhrowi. Namun ini bukan berarti kehidupan duniawi dilarang. Akan tetapi duniawi itu bukan yang dominan dalam kehidupan kita. Makanya kita diajarkan untuk berdo’a “Walaa taj’al mushiibatana fii diinina, walaa taj’aliddun-yaa akbaro hammina (jangan jadikan dunia sebagai obsesi terbesar dalam kehidupan kami), walaa mablagho ‘ilmina, walaa ilannaari mashiirona. Do’a ini sering dibaca, akan tetapi dalam perbuatannya warnanya lain.
Yang ketiga, dari lembaga shiyam ini akan melahirkan manusia-manusia yang benar-benanr mempunyai al-hasasiyyah al-ijtima’iyyah (mempunyai kepekaan sosial yang tinggi). Dari mana bisa kita ketahui? Ketika kita berpuasa sunnah, baik Senin-Kamis atau puasa ayyamul bidh, kita merasakan berpuasa sendirian. Dibandingkan dengan puasa di bulan Ramadhan, puasa sunnah ini perasaan kita lebih berat, karena dilaksanakan sendirian. Ini yang harus kita perhatikan, sekarang ini bangsa kita (sebagian besar) sudah kehilangan kepekaan sosial. Kalau ada tindak kejahatan di tempat keramaian, sangat langka kita temukan orang yang peduli dengan membantu melawan penjahat. Kalau ada wanita yang sangat cantik lewat dan hampir semua mata melihat, apakah ada orang yang memprotes hal itu? Padahal, bukankah wanita itu isterinya orang yang haram untuk dipelototi? Bahkan perbuatan seperti ini kadangkala diberikan pembenaran dengan dalih ‘mubadzir’ kalau tidak dilihat. Ini menunjukkan rendahnya sensitifitas keimanan (hasasiyah imaniyah). Yang ada adalah kerawanan dalam kehidupan sosial, karena kemaksiatan sudah melembaga dan orang diam saja ketika melihatnya. Padahal di masa Rasulullah SAW, orang tidak akan tinggal diam ketika melihta suatu kemungkaran. Bahkan ketika jauh setelah kehidupan Rasulullah, baik di jaman tabi’in maupun tabi’it tabi’in, tetapi mereka masih komitmen dengan ajaran Allah, maka sensitifitas sosial itu sangat tinggi. Misalnya, di jaman dahulu kalau kita shalat jama’ah di masjid, kemudian kita melihat ada tetangga atau saudara kita tidak datang, maka setelah selesai shalat, semua jama’ah langsung mendatangi orang yang tidak shalat berjama’ah tadi untuk menziarahinya, seolah-olah orang yang tidak shalat jama’ah itu adalh orang yang mati sehingga perlu dita’ziyahi. Kalau seandainya kita tidak shalat jama’ah dan kemudia kita dita’ziyahi, maka kita akan termotivasi untuk selalu shalat jama’ah. Dan shalat jama’ah adalah ibadah yang sangat terkait dengan sensitifitas sosial. Ironisnya di negara ini ketika ada orang diganggu, dicopet, atau digoda, yang lainnya diam saja, dan bisikan yang ada dalam dirinya adalah ‘yang penting saya selamat’. Orang seperti ini adalah orang yang mati dalam kehidupannya, karena bahasa masing-masing itu bahasa akhirat, bahasa ketika kiamat tiba, sehingga orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Suami lari dari istri dan anaknya, anak lari dari orang tuanya. Allah berfirman:
“Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkalala yang kedua). Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya” (QS ‘Abasa: 33-37).
Jadi kehidupan masing-masing itu adalah kehidupan akherat. Akan tetapi sekarang ini sudah ada di dunia., Berarti seolah-olah sebagian masyarakat sudah merindukan kematian, padahal masih hidup. Makanya banyak kebajikan yang tidak jalan, keadilan tidak tegak. Dalam kondisi demikian, puasa hadir di tengah-tengah kita untuk memperlihatkan bagaimana Islam itu benar-benar mempunyai kepedulian terhadap kehiduapan bermasyarakat.
Pada masa Rasulullah Saw., ada juga kemaksiatan. Ada juga shahabat yang berbuat maksiat, karena mereka bukan malaikat. Sekalipunsebaik-baik generasi adalah genarasi Rasulullah Saw., akan tetapi ada saja yang berbuat maksiat. Ada yang pernah mencuri, ada yang pernah berbuat zina dan yang lainnya. Akan tetapi kriminalitas itu masih sangat kecil sekali, sehingga jarang ditemui. Itu pun bersifat pribadi dan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Ironisnya, sekarang maksiat itu dilakukan ramai-ramai dan secara terang-terangan tanpa malu-malu. Sehingga yang benar itu tertutup, keamanan tidak nampak. Yang nampak adalah sesuatu yang menakutkan. Bahkan kadang-kadang sampai di tempat yang suci seperti masjid, kadang-kadang orang tidak bisa khusyu’ shalatnya karena takut sepatu atau sandalnya hilang. Kalau di masjid saja orang masih tidak khusyu’ beribadah karena khawatir menjadi korban kejahatan, bagaimana di tempat yang lain? Ini semua karena bayak orang yang telah kehilangan kepedulian sosialnya. Inilah bedanya antara jaman kita dengan jaman Rasulullah Saw. Bahkan di masa Rasulullah Saw., ketika ada seorang berbuat zina dan kemudian dia hamil, dia sendiri kemudian bertaubat dan malah dia sendirilah yang melakukan perbuatannya itu kepada Rasulullah Saw., karena ketika dia berzina, itu terjadi karena kelemahamn iamnnya. Dalam hadits dijelaskan “Laa yadri azzani ila yazni wahuwa mu’min (tidaklah seseorang berani berbuat zina ketika zina, sementara dia dalam keadaan beriman)”. Ketika seorang perempuan tadi berzina, dan setelah itu ia sadar bahwa ia telah berbuat dosa, langsung dia datang kepada Rasulullah Saw. minta agar dia dihukum sesuai dengan ajaran Islam. mari kita merenung. Memang benar bahwa pada masa Raulullah pun ada orang yang berbuat salah. Akan tetapi ketika ada diantara mereka yang berbuat salah, dia langsung mengaku dan minta dihukum, padahal oranmg lain tidak tahu. Sekarang bagaimana kondisinya? Jadi kalau kita bersalah, hendaklah kita datang untuk minta dihukum. Kenapa? Karena seorang mukmin yang benar-benar beriman, benar-benar yakin bahwa siksa akhirat itu lebih pedih. Dengan demikian, benar-benar akan efisien tenaga itu. Kalau seandainya semua orang sama dengan wanita yang bertaubat ini, maka aparat hukum tidak perlu capai-capai.
Ash-shiyam secara bahasa artinya adalah al-habsu (menahan diri), menahan diri dari seluruh bentuk kemaksiatan. Kalau setiap kita menahan diri, jangankan terhadap yang haram, yang mubah saja akan kita tinggalkan. Makanan, minuman, istri itu kan boleh. Akan tetapi di bulan Ramadhan pada siang harinya semua bisa kita tahan. Kalau yang halal saja bisa kita tahan, apalagi yang haram? Oleh karena itu jangan dalam berpuasa malah terbalik, yaitu yang mubah ditinggalkan tetapi yang haram dilakukan. Makanan, minuman ditinggalkan, ghibah dilakukan, korupsi jalan terus, dengan alasan untuk persiapan lebaran.
Inilah kepekaan-kepekaan ruhani yang benar-beanr mengalir dalam setiap diri kita ketika kita berpuasa sebagaimana yang dikehendaki Allah Swt. Dan jangan sampai ada di antara kita yang menganggap bahwa puasa itu berat. Bahkan Rasulullah Saw. dan para shahabat serta para tabi’in, banyak yang menggunakan Ramadhan untuk berjihad di jalan Allah Swt. Perang Badar, Perang Fathu Makkah, Perang ‘Iinu Jaalut yang terjadi pada abad ke-7 Hijriyah, dimana tentara-tentara Islam di bawah pimpinan mamaalik (jama’ dari mamluk) bisa mengalahkan tentara-tentara salib, terjadi di bulan Ramadhan. Saking hebatnya kemenangan yang dicapai umat Islam pada bulan Ramadhan, Allah Swt. mengabadikannya dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang terdapat pada QS Al-Anfal, dimana perang Badar dikatakan sebagai yaumal furqoon, sebagaimana yang terdapat pada firmanNya:
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) dihari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Penguasa segala sesuatu” (QS Al-Anfal: 41).
Pasukan kebenaran yang jumlahnya sedikit, tetapi dimenangkan oleh Allah Swt. dalam melawan kekuatan bathil yang mempunyai kekuatan besar dan jumlah tentara yang sangat banyak. Oleh karena itu Ramadhan yang akan kita lalui ini semoga mengantarkan kita pada kemenenagan, kemenangan melawan hawa nafsu, kemenangan bangsa ini dalam melawan krisis, kemenangan umat Islam dalam melawan perselisihan, percekcokan antara sesama umat Islam, kemenangan bangsa ini dalam menghadapi konspirasi dunia internasional yang dimotori oleh Yahudi, yang mereka tidak senang melihat Indonesia maju karena negara ini adalah negara Islam. oleh karena itu marilah kita jadikan Ramadhan ini kita jadikan momentum Islam untuk kembali kepada Allah sehingga mencapai kemenangan yang hakiki. Wallahu a’lam bishshawab.


Materi 2:
MARHABAN YA RAMADHAN
Oleh Drs. Ahmad Yani

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa (QS 2:183)

Beberapa minggu lagi kita akan kedatangan bulan Ramadhan 1425 H. Sebagai muslim, sudah seharusnya kalau kedatangan Ramadhan tahun ini kembali kita sambut dengan penuh kegembiraan karena insya Allah, kesempatan menikmati ibadah Ramadhan kembali kita peroleh. Target utama dari ibadah Ramadhan sebagaimana yang disebutkan pada ayat adalah semakin mantapnya ketaqwaan kepada Allah Swt. Sebagai wujud dari rasa gembira itulah, Ramadhan tahun ini tidak boleh kita lewatkan begitu saja tanpa aktivitas yang dapat meningkatkan ketaqwaan diri, keluarga dan masyarakat kita kepada Allah Swt. Maka, persiapan-persiapan kearah itu sudah harus kita lakukan, baik secara pribadi maupun bersama-sama.
Ramadhan yang penuh berkah harus kita jadikan sebagai momentum untuk menyelamatkan masyarakat dengan melakukan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), baik dengan taubat, munajat dan menjalankan sejumlah peribadatan maupun dengan khidmat yakni memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat agar kehidupan kita betul-betul dapat dirasakan manfaatnya bagi orang lain dan perbaikan masyarakat dapat kita wujudkan dari waktu ke waktu, baik perbaikan diri, keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara.

 

KLASIFIKASI PROGRAM

Sekurang-kurangnya, ada tiga klasifikasi program yang harus kita persiapkan. Pertama, tarhib atau menyambut Ramadhan dengan mengkondisikan diri, keluarga dan masyarakat untuk menyambut dan mengisi Ramadhan yang mubarok dengan berbagai aktivitas yang dapat memantapkan ketaqwaan. Secara pribadi ada beberapa hal yang harus dilakukan, Pertama, menjaga kondisi fisik agar tetap sehat sehingga ibadah Ramadhan seperti puasa, tarawih, tilawah dll dapat kita laksanakan dengan baik, karena bila sakit amat sulit bagi kita untuk melaksanakan berbagai aktivitas Ramadhan yang memang amat menuntut kesiapan fisik. Kedua, mengingat atau mengkaji kembali fiqih yang berkaitan dengan ibadah Ramadhan sehingga pelaksanaannya bisa berjalan dengan baik karena didasari pada pemahaman yang baik. Ketiga, segera membayar atau mengqadha puasa yang dengan sebab-sebab tertentu tidak bisa kita laksanakan pada Ramadhan tahun lalu. Keempat, mengkondisikan diri dengan menunaikan ibadah-ibadah yang sunat seperti puasa bulan Sya’ban, tadarus Al-Qur’an dan sebagainya. Kelima, saling maaf memaafkan dengan sesama kaum muslimin sehingga dalam memasuki Ramadhan, dosa kita dengan sesama manusia sudah kita hapus sehingga pada bulan Ramadhan hanya menyelesaikan dosa kepada Allah Swt, sehingga ketika Ramadhan berakhir dan tiba hari raya Idul Fitri, kita benar-benar berada dalam keadaan fitrah atau suci.
Setelah mempersiapkan pribadi, mempersiapakan keluarga dan masyarakat untuk menunaikan aktivitas dan ibadah Ramadhan juga harus kita lakukan. Diantara aktivitas yang bisa kita lakukan untuk mengkondisikan masyarakat untuk menyambut Ramadhan antara lain;  pemasangan spanduk dan stiker penyambutan Ramadhan dengan slogan-slogan yang menumbuhkan semangat beribadah Ramadhan dengan segala aktivitasnya, menyelenggarakan tabligh akbar,  membentuk panitia kegiatan Ramadhan di masjid, mushalla dan kerohanian Islam baik di kantor, kampus maupun sekolah dan klub-klub seperti olah raga, kesenian dll dengan mencanangkan sejumlah program dan sebagainya. Persiapan menyambut  Ramadhan juga harus dilakukan oleh para pengelola media massa, baik cetak maupun elektronik dengan menyiapkan acara dan rubrik Ramadhan yang berkualitas. Tegasnya semua pihak dari kaum muslimin harus mempersiapkan diri menyambut kedatangan Ramadhan tahun ini dengan perencanaan yang matang, untuk itu mutlak keharusan pembentukan panitia kegiatan Ramadhan agar aktivitas Ramadhan bisa dilaksanakan dengan baik.
Kedua, ihya atau menghidupkan Ramadhan dengan berbagai aktivitas yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, seperti puasa, shalat tarawih dan witir, berdo’a, tilawah, tasmi’ (memperdengarkan) dan tadabbur Al-Qur’an, khataman Al-Qur’an, I’tikaf sepuluh hari terakhir dan sebagainya.  Disamping itu aktivitas Ramadhan juga harus dapat memperkokoh hubungan dengan sesama, seperti zakat, infaq dan shadaqah, ifthor (buka puasa) bersama, bazar Ramadhan dan sebagainya. Yang juga amat penting adalah adanya upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas aktivitas da’wah, misalnya dengan penyelenggaraan ceramah tarawih yang harus ditentukan topik-topiknya agar tidak tumpang tindih atau pengulangan yang terlalu berlebihan, dalam kaitan ini juga harus menetapkan pembicara atau penceramah yang tepat, begitu juga dengan kualiah subuh dan ceramah zuhur di kantor-kantor. Pelatihan-pelatihan dalam rangka itu juga perlu diselenggarakan, misalnya pelatihan khatib dan muballigh, pengelolaan perpustakaan masjid, manajemen masjid, mengurus jenazah, pengelolaan zakat, pengelolaan baitul maal wat tamwil (BMT) dan sebagainya yang kesemua itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan pemakmuran masjid dan sebagainya.
Ketiga, ba’da Ramadhan, yakni menindaklanjuti aktivitas Ramadhan sehingga Ramadhan tidak berakhir begitu saja tanpa sesuatu yang berarti. Aktivitas ba’da Ramadhan yang dimaksudkan untuk memberikan bekas yang dalam antara lain menyelenggarakan takbiran sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, bukan takbiran yang hura-hura dan mengandung nilai kemaksiatan, melaksanakan shalat Idul Fitri yang berlangsung secara khusyu, menyerukan atau mengingatkan kaum muslimin akan nilai-nilai Ramadhan yang harus kita tindak lanjuti, memperkokoh silaturrahmi antar keluarga dan masyarakat muslim agar tumbuh dan dapat direalisasikan semangat kebersamaan dalam menjalankan ajaran Islam, melaksanakan puasa sunat bulan Syawal dan memulai kembali aktivitas keislaman yang dialihkan sementara kepada kegiatan Ramadhan.
Manakala sejak dini, aktivitas Ramadhan telah kita rencanakan dengan matang dan kita laksanakan pada waktunya dengan baik, niscaya banyak manfaat yang kita peroleh dalam upaya menyelamatkan diri, keluarga dan masyarakat dari sejumlah krisis yang selalu menghantui.


Materi 3:

BULAN ISTIMEWA

Oleh Drs. Ahmad Yani

            Ketika ibadah Ramadhan tahun lalu kita akhiri, salah satu harapan yang merasuk kedalam jiwa kita adalah keinginan untuk bisa menjumpai dan menikmati bulan Ramadhan pada tahun berikutnya. Insya Allah, harapan itu akan terpenuhi, karenanya kita berharap semoga Allah Swt benar-benar menyampaikan usia kita pada Ramadhan tahun ini.
            Kalau kita begitu berharap bisa menikmati kembali ibadah Ramadhan pada tahun ini, karena Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa. Karena itu, kehadiran Ramadhan tahun ini yang tidak akan kita sia-siakan begitu saja. Sebagai orang yang gembira atas kedatangan kembali Ramadhan dan kita bisa memasukinya, maka target yang ingin kita capai adalah mendapatkan nilai-nilai keistimewaan dari bulan Ramadhan itu sendiri sebagai titik awal untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt. Lalu, selain keharusan berpuasa sebulan penuh, apa saja keistimewaan bulan Ramadhan itu?.

1.       BULAN AL-QUR’AN
Ramadhan seringkali disebut dengan Syahrul Qur’an (Bulan Al-Qur’an), karena awal diturunkannya Al-Qur’an adalah pada bulan Ramadhan. Dengan berpedoman pada Al-Qur’an, niscaya perjalanan hidup manusia menjadi terarah dan memberi kebahagiaan, kedamaian, ketentraman dan kemakmuran serta keadilan. Banyak dari kita, kaum muslimin yang sudah jauh dari Al-Qur’an, mulai dari jauh dalam bentuk tidak bisa membacanya, bisa membaca tapi tidak rajin membacanya, rajin membaca tapi tidak memahaminya, memahami tapi tidak mengamalkannya atau sudah mengamalkannya tapi baru untuk dirinya sendiri, belum merangsang atau mengajak orang lain untuk mengamalkannya.
Oleh karena itu, sebagai bulan Al-Qur’an, Ramadhan mengingatkan dan mengetuk hati kita untuk memperkokoh komitmen kepadanya. Bila Ramadhan yang segera kita masuki telah berakhir dan komitmen kita kepada Al-Qur’an semakin kuat, hal itu merupakan indikasi dari keberhasilan ibadah Ramadhan kita, sehingga dalam menjalani kehidupan ini, kita selalu berpedoman kepada Al-Qur’an, karena Al-Qur’an memang berfungsi sebagai petunjuk dan dalam menilai sesuatu, kitapun menggunakan Al-Qur’an sebagai tolok ukur, karena Al-Qur’an memang berfungsi untuk membedakan antara yang haq (benar) dengan yang bathil (salah), Allah berfirman yang artinya: Bulan Ramadhan adalah bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil). (QS 2:185).

2.      PINTU SYURGA DIBUKA, NERAKA DITUTUP.
Setiap muslim pasti ingin sekali bisa masuk syurga dengan segala kenikmatannya dan terhindar dari neraka dengan segala kesengsaraan dan penderitaannya. Ramadhan adalah bulan yang amat memberi peluang kepada kita untuk meraih syurga dan menghindar dari neraka. Namun ini sifatnya tidak otomatis bersamaan dengan datangnya Ramadhan, tapi itu bisa kita raih manakala Ramadhan ini kita penuhi dengan segala bentuk kebajikan, sekecil apapun kebajikan yang kita lakukan itu.
Ramadhan yang merangsang kita untuk melaksanakan segala aktivitas kebajikan akan menghantarkan kita ke pintu syurga yang seluas-luasnya, bahkan bagi orang yang berpuasa, Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyatakan ada pintu khusus untuk masuk syurga itu yang dinamakan dengan Ar Royyan. Sementara dengan ibadah Ramadhan yang sebaik-baiknya, seorang muslim semakin kecil peluangnya akan kemungkinan masuk ke dalam neraka. Itulah salah satu maksud pintu syurga dibuka lebar dan pintu neraka ditutup rapat dengan sebab puasa Ramadhan sebagaimana hadits Nabi Saw:


Jika tiba bulan Ramadhan, maka dibuka pintu-pintu syurga dan ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu semua syaitan (HR. Bukhari dan Muslim).

3.      MEMBELENGGU SYAITAN
Hadits di atas juga menyebutkan dibelenggunya syaitan-syaitan ketika Ramadhan tiba, hal ini karena dengan telaksananya ibadah Ramadhan dengan sebaik-baiknya, syaitan merasa amat sangat sulit mencapai keberhasilan dalam menggoda manusia, sehingga selama Ramadhan itu, syaitan betul-betul merasa terbelenggu atau sangat terbatasi keleluasaannya dalam menggoda manusia.
Dengan demikian, sebagai muslim, kita harus aktif dalam membelenggu syaitan melakukan aktivitasnya menyesatkan manusia, dan bulan Ramadhan adalah kesempatan yang amat baik untuk melatih kekuatan rohani kita untuk bisa membatasi ruang gerak syaitan dalam diri kita masing-masing.

4.      AMPUNAN DOSA.
Ibadah Ramadhan yang dikerjakan dengan sebaik-baiknya juga akan memberi keuntungan atau keistimewaan bagi kita dengan diampuninya dosa-dosa kita dimasa lalu oleh Allah Swt. Ini merupakan peluang yang sangat besar yang diberikan Allah dan kita tidak boleh mensia-siakan kesempatan ini. Kenapa demikian?. Karena sudah begitu banyak dosa yang kita lakukan, dosa anak kepada orang tua, dosa orang tua kepada anak, dosa isteri kepada suami, dosa suami kepada isteri, dosa pemimpin pada rakyat, dosa rakyat pada pemimpin, dosa murid kepada guru, dosa guru kepada murid dan begitulah seterusnya. Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Bukhari).
Kalau peluang yang begitu besar ini kita abaikan, peluang mana lagi yang ingin kita ambil. Memang tahun depan, Ramadhan akan kembali tiba kalau kiamat belum terjadi, tapi yang jadi masalah adalah usia kita yang belum tentu sampai, sebagaimana banyak orang diantara keluarga, teman, jamaah dan masyarakat kita yang sudah tidak bisa berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan tahun ini karena mereka telah meninggal dunia..

5.      MEMPERKUAT BENTENG PERTAHANAN.
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah, Rasulullah Saw menyatakan: ash shiyamu junnatun (puasa itu adalah benteng). Dalam suatu peperangan, diperlukan benteng untuk memantapkan pertahanan. Dalam kehidupan seorang muslim, terjadi kecamuk perang dalam jiwanya antara yang haq dan yang bathil. Untuk bisa memenangkan peperangan itu, seorang muslim harus memiliki benteng pertahanan yang kuat sehingga bisa menghalau segala godaan syaitan.
Puasa sebagai upaya memperkuat benteng pertahanan rohani merupakan sesuatu yang amat penting. Tersebarluasnya kemaksiatan dan kemunkaran, sulitnya memperkokoh persatuan Islam dan umat Islam pada hakikatnya adalah karena lemahnya kekuatan rohani yang membuat syaitan menjadi begitu berkuasa atas diri kita. Karena itu, dalam kondisi kehidupan masyarakat kita yang masih amat jauh dari nilai-nilai Islam, peran puasa Ramadhan menjadi sesuatu yang amat mendasar dalam membentengi jiwa umat dalam menghadapi godaan-godaan syaitan yang tiada henti.

6.      PAHALA BESAR
Keistimewaan penting dari bulan Ramadhan adalah diberikannya pahala yang begitu besar kepada siapa saja yang melakukan kebajikan atau amal yang shaleh. Hal ini akan membuat kita semakin terlatih atau terbiasa untuk melakukan amal-amal yang shaleh. Sebagai sebuah contoh, untuk orang yang memberi makan atau minum kepada orang yang berbuka puasa, maka Allah Swt akan memberikan pahala puasa orang yang diberi makan atau minum itu tanpa mengurangi pahala orang tersebut.
Ibadah Ramadhan memang memberikan janji perolehan pahala yang besar. Dengan pahala yang besar itu kita terangsang untuk beramal shaleh yang sebanyak-banyaknya, lalu kita menjadi terbiasa melakukannya.
            Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, begitu banyak keistimewaan bulan Ramadhan yang membuat kita tidak boleh mengabaikannya begitu saja. Karena itu, kehadiran Ramadhan pada tahun ini akan kita optimalkan sebagai momentum untuk meningkatkan proses tarbiyyah (pendidikan) bagi diri, keluarga dan masyarakat kita kearah terwujudnya pribadi, keluarga dan masyarakat yang selalu berada dalam ketaqwaan kepada Allah Swt.


Materi 4:
ISLAM: PRIBADI, KELUARGA DAN MASYARAKAT
Oleh Drs. Ahmad Yani

            Salah satu yang kita dambakan dalam hidup ini adalah terwujudnya kehidupan yang baik berdasarkan nilai-nilai Islam. Sebagai agama yang syamil (menyeluruh) dan kamil (sempurna), Islam memberikan perhatian yang begitu besar pada pembentukan pribadi, keluarga dan masyarakat yang Islami. Oleh karena itu, menjadi penting bagi kita untuk memahani hakikat pribadi, keluarga dan masyarakat yang Islami.

PRIBADI ISLAMI.
             Kepribadian yang islami adalah pribadi yang bertaqwa dan selalu merasa diawasi oleh Allah Swt. Perasaan diawasi oleh Allah menjadi begitu penting dalam kehidupan seorang muslim karena dengan demikian dia tidak berani menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan Allah, hal ini karena setiap perbuatan manusia ada pertanggung-jawabannya dihadapan Allah, kebaikan dan keburukan yang dilakukannya untuk dirinya sendiri. Allah berfirman yang artinya:  Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al kitab (Al-Qur’an) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk  maka petunjuk itu  untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka (QS 39:41).
            Disamping itu pada ayat lain Allah juga berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungan jawabnya (QS 17:36).
            Puasa dan seluruh peribadatan di dalam Islam melatih kita untuk selalu dalam pengawasan Allah, menghargai waktu, disiplin dan sebagainya, sehingga dari ibadah ini insya Allah akan kita capai perbaikan keislaman diri ke arah yang lebih baik dan terus menunjukkan ketundukan kepada Allah Swt hingga akhir hayat, Allah Swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (QS 3:102).

KELUARGA ISLAMI.
            Keluarga Islami adalah keluarga yang anggota-anggota bukan hanya status keagamaannya sebagai muslim, tapi juga dapat menunjukkan keislaman dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungannya kepada Allah Swt maupun dengan sesama anggota keluarga dan tetangganya. Dari sini akan terpancar sinar kemuliaan keluarga dalam kehidupan masyarakat, karena dari keluarga yang islami itulah akan terwujud nantinya masyarakat yang islami. Oleh karena itu menjadi penting bagi setiap muslim untuk memperbaiki dan menata keluarga dengan sebaik-baiknya.
            Dalam konteks bulan Ramadhan, memperbaiki keislaman keluarga bisa kita lakukan dengan lebih menkondisikan suasana pengamalan ajaran Islam dalam keluarga seperti tadarrus dan tadabbur (mengkaji) Al-Qur’an, sahur bersama, buka puasa bersama, tarawih bersama yang disertai ceramah dan memperkokoh hubungan dengan sesama anggota keluarga karena suasana kumpul bersama keluarga di rumah pada bulan Ramadhan relatif lebih banyak sehingga tercipta keakraban dan keharmonisan hubungan antar keluarga yang berdampak sangat positif dalam upaya memperbaiki keislaman anggota keluarga.
            Ramadhan boleh dikata sebagai momentum yang sangat baik untuk memperbaiki keislaman anggota keluarga. Misalnya anggota keluarga yang belum bisa membaca Al-Qur’an bisa kita kontrol dan kita tumbuhkan atau kita tingkatkan kemampuannya membaca Al-Qur’an, begitu juga dengan pemahaman dan pengamalannya. Memperbaiki keislaman keluarga merupakan tanggung jawab kita bersama, khususnya bagi seorang suami atau bapak, maka seorang bapak harus memperbaiki keislaman dirinya terlebih dahulu baru memperbaiki keislaman keluarganua. Keluarga harus kita islamisasikan karena azab Allah sangat pedih bagi siapa saja yang tidak bertaqwa kepada-Nya,  Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah  terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan  selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS 66:6)

MASYARAKAT YANG ISLAMI.
            Terwujudnya masyarakat yang berkepribadian Islami merupakan sesuatu yang sangat penting. Dengan terwujudnya masyarakat Islami, ketertiban, kedamaian dan ketenangan hidup akan sama-sama kita rasakan, bahkan hidup jadi terarah pada nilai-nilai kebenaran dan dapat kita kikis habis tindakan-tindakan yang maksiat atau paling tidak sangat kecil peluang manusia untuk melakukan kemaksiatan. Dari sini masyarakat akan memiliki harapan yang lebih besar terhadap masa depan yang cerah, tapi bila masyarakat tidak Islami, maka masa depan yang bahagia akan terasa suram. Allah Swt berfirman,
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS 7:96).
            Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disinilah letak pentingnya bagi kita mewujudkan masyarakat yang islami. Pertanyaan kita kemudian adalah seperti apa masyarakat Islami yang harus kita wujudkan itu.
            Paling kurang ada empat ciri masyarakat Islami yang harus kita tegakkan. Pertama, masyarakat yang bersaudara antar satu dengan lainnya. Masyarakat yang tidak mempersoalkan orang asing atau pribumi, dikenal atau belum, penduduk asli atau pendatang, yang penting adalah ketaqwaannya kepada Allah Swt sebagaimana firman-Nya,
Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa  supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS 49:13).
Kedua, Masyarakat yang tidak mengenal konflik dan pertentangan, hal ini karena konflik dan pertentangan biasanya terjadi karena ada kesenjangan yang salah satunya adalah kesenjangan ekonomi dan masyarakat Islam tentu menunaikan zakat, infak dan shadaqah. Karena itu, dengan zakat yang ditunaikan secara baik, akan terjembatani jarak yang memisahkan antara yang kaya dengan yang miskin. Manakala konflik dan pertentangan antar sesama anggota masyarakat sudah bisa diatasi atau diselesaikan, niscaya masyarakat itu akan menjelma menjadi masyarakat yang kuat meskipun sebenarnya potensinya lemah, sedangkan masyarakat yang sebenarnya memiliki potensi yang besar tetap saja akan menjadi lemah bila masih saja mengembangkan konflik dan pertentangan, Allah Swt berfirman yang artinya,
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu  dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS 8:46).
Ketiga, masyarakat yang bersungguh-sungguh dalam kebaikan termasuk dalam mencari kebutuhan ekonomi yang halal bagi diri dan keluarganya merskipun dengan susah payah dalam memperolehnya, Rasulullah Saw bersabda,
Seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kaya bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kerbutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik dari seseorang yang meminta-minta kepada orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak (HR. Bukhari dan Muslim).
Keempat, masyarakat yang terhormat, yakni masyarakat yang memiliki izzah, kemuliaan atau harga diri, baik dalamn kaitan dengan mencari harta, melapiaskan keinginan seksual maupun dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia. Citra diri merupakan sesuatu yang selalu dijaga dan dipertahankan.
            Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa terbentuknya pribadi, keluarga dan masyarakat yang islami merupakan suatu kebutuhan bagi proses perwujudan kehidupan dunia yang aman, adil dan sejahtera.


Materi 5:
TARBIYYAH RAMADHAN
Oleh Drs. Ahmad Yani

            Ada banyak faktor yang membuat kita harus bersyukur kepada Allah Swt. Salah Satunya adalah disampaikan-Nya usia kita pada bulan Ramadhan yang mubarak, sehingga kita bisa rasakan lagi ibadah Ramadhan yang nikmat itu. Kenikmatan ibadah Ramadhan dapat kita rasakan salah satunya dari sisi nilai tarbiyyah (pendidikan) nya terhadap diri, keluarga dan masyarakat.
            Oleh karena itu, manakala ibadah Ramadhan ini dapat kita tunaikan dengan sebaik-baiknya, maka masyarakat dan negara kita yang mayoritas penduduknya muslim ini akan sampai pada suatu keadaan yang bersih jiwanya sehingga melahirkan masyarakat dan bangsa yang bersih dari sifat dan prilaku yang buruk.
            Ada banyak nilai tarbiyyah Ramadhan yang akan kita peroleh, khususnya dari ibadah puasa. Pemahaman tentang masalah ini perlu kita ingat dan segarkan kembali agar ibadah puasa Ramadhan pada tahun ini bisa kita optimalkan dalam peroleh hasil-hasilnya.

5.      Membersihkan Jiwa.
Keadaan jiwa seseorang menjadi penentu utama bagi diri dalam bersikap dan berprilaku. Sikap dan prilaku yang baik atau buruk sangat ditentukan oleh apakah jiwanya bersih atau tidak. Puasa mentarbiyyah kita untuk menjadi manusia yang memiliki jiwa yang bersih. Indikasi jiwa yang bersih adalah senang melaksanakan apa yang diperintah Allah, menjauhi apa yang dilarang-Nya serta selalu berupaya untuk menyempurnakan pengabdiannya kepada Allah Swt.
Jiwa yang bersih akan membuat seseorang, pertama, senang pada kejujuran dan puasa memang mendidik seorang muslim untuk bersikap dan berprilaku jujur, meskipun tidak ada orang lain yang mengetahui kalau dia melakukan pelanggaran. Kedua, takut kepada Allah dan selalu merasa diawasi olehnya yang membuat tumbuh dalam jiwanya rasa dekat kepada Allah Swt  sehingga dia tidak mau melanggar ketentuan-ketentuan Allah Swt, meskipun pelanggaran yang dilakukannya termasuk pelanggaran yang kecil dan tidak diketahui oleh orang lain. Ketiga, orang yang mendambakan kebersihan jiwa, manakala telah diselimuti dengan dosa, maka dia ingin membersihkan dosa-dosanya itu, dan puasa merupakan salah satu upaya untuk membersihkan jiwa dari dosa-dosa. Keempat, jiwa yang bersih juga diindikasikan dalam bentuk disiplin dalam menjalan ketentuan-ketentuan Allah Swt dan puasa memang melatih kita untuk menjadi orang yang disiplin dalam menjalani kehidupan sebagaimana yang telah digariskan Allah Swt dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. Makan, minum, melakukan hubungan seksual dan sebagainya ada ketentuan waktu yang harus ditaati oleh seorang muslim selama menunaikan ibadah puasa, ini berarti puasa harus menghasilkan jiwa disiplin dalam ketaatan kepada Allah Swt.Dan kedisiplinan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dunia apapun, apalagi dalam menjalani kehidupan sebagai seorang muslim.

6.      Memantapkan Keinginan Baik.
Keinginan (iradah) merupakan sesuatu yang mesti ada, tumbuh dan berkembang dalam diri seorang muslim dalam rangka melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah Swt.Puasa mendidik kita untuk menumbuhkan dan mengembangkan iradah untuk melaksanakan yang baik dan iradah untuk menjauhi segala bentuk keburukan.
Pahala atau imbalan besar yang disediakan Allah Swt terhadap orang yang berpuasa dengan baik membuat tumbuh pada dirinya keinginan untuk melaksanakan segala bentuk kebaikan dan menjauhi segala bentuk keburukan. Misalnya saja di bulan Ramadhan kita dibina untuk menolong orang lain dengan cara memberi makan atau minum kepada orang yang berbuka dengan pahala yang besar, Rasulullah Saw bersabda,
Barangsiapa memberi jamuan buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala seperti pahalanya (orang yang berpuasa) itu, yaitu tidak dikurang sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).
Dengan imbalan yang besar itu, seorang sahabat meskipun miskin masih tetap berkeinginan untuk bisa memberi makan atau minum kepada orang yang berbuka puasa, tapi dia bertanya kepada Rasul tentang apa yang bisa diberikannya karena miskinnya itu, maka Rasulpun tidak menutup kemungkinan seseorang untuk menginginkan suatu amal yang baik, maka beliaupun menyatakan: “meskipun engkau hanya bisa memberi sebiji korma atau seteguk air”.

7.      Mengendalikan Nafsu Seksual.
Secara khusus, ibadah puasa juga mendidik kita untuk melakukan pengendalian terhadap nafsu seksual, tapi bukan membunuh nafsu seksual sehingga kita tidak memilikinya lagi. Nafsu seksual merupakan salah satu pintu yang digunakan oleh syaitan dalam menggoda manusia menuju jalan yang sesat. Karena itu, tidaklah aneh kalau kita menemukan begitu banyak manusia yang akhirnya jatuh ke lembah yang nista karena tidak mampu mengendalikan nafsu seksualnya. Berapa banyak orang kaya yang jatuh miskin karena masalah seksual, berapa banyak pejabat yang jatuh dari kursi kekuasaannya karena nafsu seksual dan berapa banyak terjadi kasus-kasus kerusakan akhlak lainnya karena berpangkal dari persoalan seksual.
Karena itu, tidak aneh juga kalau ada psikolog menganggap seks sebagai faktor utama   penggerak aktivitas manusia, karena memang begitulah yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya di dunia barat. Wabah kerusakan moral dan berbagai penyakit telah bermunculan karena bermula dari ketidakmampuan manusia mengendalikan nafsu seksualnya.
Oleh karena itu, bagi seorang muslim, masalah seksual merupakan karunia Allah Swt yang pelampiasannya boleh dilakukan pada batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka ibadah puasa melatih kita untuk mengendalikan keinginan seksual itu, jangankan kepada wanita lain atau kepada lelaki lain, kepada isteri atau suami saja harus dikendalikan dengan sebaik-baiknyapada saat sedang berpuasa, Allah berfirman yang artinya:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari  puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak bisa menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS Al-Baqarah: 187).

8.      Mengokohkan Jiwa Kemasyarakatan
Sebagai manusia, kita menyadari bahwa hidup ini tidak mungkin bisa kita jalani dengan baik tanpa kebersamaan dengan manusia lainnya. Karena itu interaksi kita antara yang satu dengan yang lain merupakan suatu kebutuhan dan secara ekonomi, yang kaya harus membantu yang miskin, sementara yang miskinpun masih bisa bersyukur kepada Allah Swt karena bisa jadi masih banyak orang yang lebih miskin darinya.
Ibadah puasa mendidik kita untuk mengokohkan jiwa kemasyarakatan itu, sehingga sebagai orang yang memiliki kemampuan secara materi kita siap memberikan bantuan kepada yang tidak mampu karena kita sudah merasakan tidak enaknya lapar dan haus, padahal itu hanya berlangsung beberapa jam, sementara masih begitu banyak anggota masyarakat kita yang memerlukan bantuan, apalagi dalam krisis ekonomi di negara kita sekarang ini yang telah melahirkan penduduk miskin baru dalam jumlah yang amat banyak. Menumbuhkan jiwa kemasyarakatan itu nantinya disimbolkan dalam bentuk menunaikan zakat fitrah yang memang harus diberikan kepada mereka yang miskin.

TARGET PENINGKATAN TAQWA

            Bila kita hendak simpulkan tentang apa sesungguhnya target ibadah puasa secara khusus dan ibadah Ramadhan lainnya secara umum, maka target yang hendak kita capai adalah terwujudnya peningkatan taqwa kepada Allah Swt dalam arti yang sesungguhnya sebagaimana firman Allah dalam QS 2: 183 di atas.
            Oleh karena itu, dari Ramadhan ke Ramadhan, dari satu peribadatan ke peribadatan berikutnya semestinya membuat taqwa kita kepada Allah Swt semakin berkualitas, ibarat orang menaiki tangga, maka dia sudah berada pada pijakan tangga yang lebih tinggi sesuai dengan frekuensi peribadatannya. Manakala dari tahun ke tahun ibadah Ramadhan kita tunaikan, tapi ternyata tidak ada peningkatan taqwa kepada Allah yang kita tunjukkan, maka kita khawatir kalau puasa kita itu tergolong yang hanya merasakan lapar dan haus saja, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan pahalanya, melainkan hanya lapar dan haus saja (HR. Ahmad dan Hakim dari Abu Hurairah).
            Semoga kita termasuk orang yang sukses dalam menjalankan ibadah Ramadhan.


Materi 6:

PUASA, MEMBENTUK SUMBERDAYA MUSLIM

Oleh Drs. Ahmad Yani

            Di dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 90 ayat yang dimulai dengan panggilan atau seruan kepada orang-orang yang beriman dengan kalimat: Hai orang-orang yang beriman, suatu panggilan yang menunjukkan kecintaan dari Allah Swt yang sangat dalam sehingga mereka yang diseru merasakan getaran  cinta dari Allah Swt yang membuatnya mudah menerima isi seruan dan siap melaksanakan beban-beban yang terkandung di dalamnya. Itu pula yang terasa dalam perintah melaksanakan puasa Ramadhan sebagaimana Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS 2:183).
            Islam sebagai sebuah agama yang benar harus diperjuangkan penegakan dan penyebarluasannya oleh kaum muslimin dengan segala konsekuensinya. Karena itu kaum muslimin harus dipersiapkan kekuatan rohaninya untuk bisa mengemban tugas-tugas perjuangan yang berat itu. Ibadah puasa Ramadhan  merupakan salah satu upaya untuk membentuk sumber daya muslim agar mampu mengembannya. Paling kurang, ada empat target yang harus dicapai oleh setiap mu’min yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan, khususnya dalam konteks mengemban amanah perjuangan menyebarkan dan menegakkan nilai-nilai kebenaran Islam yang menjadi kewajiban setiap muslim.

1.       MEMANTAPKAN AQIDAH YANG KOKOH
Tujuan utama puasa adalah mempersiapkan hati manusia untuk bertaqwa, sensitif, melembutkan hati dan takut kepada Allah. Taqwa membangkitkan kesadaran dalam hati sehingga mau menunaikan kewajiban, taqwa juga menjaga hati seseorang sehingga ia tidak mau merusak nilai-nilai ibadah puasa dengan maksiat meskipun hanya dengan getaran hati untuk berbuat maksiat. Ketaqwaan kepada Allah Swt merupakan bukti nyata dari kokohnya aqidah seseorang, karenanya puasa dibebankan kepada siapa saja yang beriman kepada Allah Swt agar keimanan itu dapat menjelma menjadi ketaqwaan yang sempurna. Karena itu taqwa menjadi puncak ketinggian rohani seorang muslim sehingga orang bertaqwalah yang berada pada posisi yang paling mulia di sisi Allah Swt, sebagaimana terdapat dalam firman Allah yang artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS 49:13).
Dalam konteks kehidupan masyarakat yang rusak, tujuan puasa ini menjadi sangat penting. Kokohnya iman menjadi modal utama bagi manusia untuk bisa memperbaiki akhlaknya, dari iman yang kokoh di dalam hati akan terwujud manusia yang berakhlak mulia. Karena itu Sayyid Quthb dalam dzilalnya menyatakan: “Apabila terjadi kerusakan pada suatu generasi manusia, maka untuk memperbaikinya bukan dengan memperketat hukum terhadap mereka melainkan dengan jalan memperbaiki pendidikan dan hati mereka serta menghidupkan rasa taqwa di dalam hati mereka”.

2.      MEMANTAPKAN HUBUNGAN DENGAN ALLAH
Salah satu nilai tarbiyyah (pendidikan) dari ibadah puasa adalah upaya memantapkan hubungan dengan Allah Swt, hal ini karena setiap muslim yang berpuasa harus melaksanakannya karena Allah dan dilakukan dengan ketentuan-ketentuan yang datang dari Allah Swt. Sesuatu yang biasanya halal untuk dilakukan atau dinikmati, pada saat berpuasa seorang muslim diharamkan oleh Allah Swt dan ia tunduk saja kepada sang pencipta meskipun ia bisa melakukannya atau memiliki sepenuhnya untuk bisa dinikmati. Ini menunjukkan hubungan yang baik kepada Allah Swt yang menjelma dalam bentuk kepatuhan kepada-Nya, dan untuk itu seorang muslim mampu mengendalikan dan mengatasi tuntutan dari dalam dirinya yang bersifat fisik seperti makan, minum dan kebutuhan seksual.
Terjalinnya hubungan yang dekat kepada Allah Swt merupakan modal yang sangat penting bagi manusia, bahkan tidak hanya untuk mengemban amanah perjuangan tapi juga untuk bisa menjalani kehidupan di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Hubungan manusia yang jauh dengan Allah membuat manusia hanya bisa menyumbang persoalan dalam kehidupan ini, sedangkan masalah yang ada tidak mampu diatasi. Padahal bila manusia merasa dekat dengan Allah dan ia merasa selalu diawasi oleh Allah Swt, niscaya ia tidak berani menyimpang dari ketentuan-Nya dan bila penyimpangan itu sudah terjadi, iapun cepat mengakui kesalahannya hingga memiliki kesiapan untuk menjalani hukuman akibat kesalahan yang dilakukannya, bukan malah sudah salah tapi masih saja tidak merasa bersalah dan mencari seribu dalih untuk bisa menghindar dari hukuman dan berusaha menutupi kesalahan yang telah dilakukannya meskipun harus dengan kesalahan yang lain.

3.      MEMANTAPKAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA
Puasa Ramadhan adalah ibadah yang dilakukan oleh kaum muslimin secara serentak di seluruh dunia. Kaum muslimin merasakan satu hal yang sama, yakni lapar dan haus dan sama-sama berjuang untuk mampu menahan dan mengendalikan diri dari melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah Swt meskipun peluang untuk itu sangat besar. Nilai keserentakan ini diharapkan bisa menghasilkan kebersamaan dan hubungan yang baik dengan sesama muslim. Semangat kebersamaan merupakan modal yang sangat berharga bagi upaya perjuangan di jalan Allah Swt, apalagi Dia amat mencintai orang yang berjuang secara bersama-sama dengan kerjasama yang baik, Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam suatu barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (QS 61:4).
Salah satu lahan dakwah dan perjuangan yang harus mendapat perhatian besar dari seluruh komponen kaum muslimin adalah masjid-masjid yang sudah dibangun dengan bagus, besar dan megah dan dikeluarkan dana yang besar. Namun kondisi pemakmurannya belum sebanding dengan fisik bangunannya. Untuk bisa memakmurkan masjid sehingga berfungsi sebagai pusat pembangunan masyarakat Islam, diperlukan kebersamaan antara sesama umat Islam, baik sebagai pengurus maupun jamaah. Karena itu harus terjalin kerjasama yang harmonis antara pengurus masjid dengan jamaahnya, bahkan harus terjalin kerjasama antar masjid yang satu dengan masjid lainnya, tidak seperti sekarang, dimana masjid berjalan sendiri-sendiri dengan segala persoalan yang dihadapinya.

4.      MEMANTAPKAN JIWA KETABAHAN
Dalam perjuangan dibidang apapun, ketabahan jiwa merupakan sesuatu yang sangat dituntut adanya pada diri para pejuang, demikian pula halnya dengan perjuangan di dalam Islam dengan segala dimensinya yang luas. Namun harus kita sadari bahwa ketabahan tidak muncul dengan sendirinya, masing-masing orang perlu memperoleh pemahaman dan mendapatkan latihan guna memiliki ketabahan. Ibadah puasa adalah salah satu bentuk ibadah yang memberikan pendidikan dan latihan untuk memiliki ketabahan sehingga seorang muslim yang telah berpuasa semestinya menjadi orang yang memiliki daya tahan yang kuat dalam mempertahankan nilai-nilai kebenaran yang datang dari Allah Swt meskipun dalam kondisi yang sulit seperti haus dan lapar.
Oleh karena itu, ketika situasi menjadi begitu sulit dalam perjuangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, khususnya sesudah wafatnya Siti Khadijah, seorang isteri dan pendukung perjuangan serta wafat juga Abu Thalib yang sering memberikan perlindungan kepada Nabi dari gangguan orang-orang kafir, maka Allah Swt menegaskan kepada Nabi Muhammad Saw untuk bertahan dan melanjutkan perjuangan, apapun yang terjadi. Hal ini karena kalau berbicara tentang kesulitan, generasi terdahulu juga mengalami kesulitan, bahkan kesulitan yang lebih berat lagi sehingga Nabi Muhammad Saw bersama para sahabatnya jangan memiliki sikap atau perasaan yang berlebihan dalam arti merasa sangat sulit dalam perjuangan yang dijalaninya, Allah Swt berfirman yang artinya: Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang-orang yang bertaubat bersamamu dan janganlaj kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS 11:112).
Dengan demikian, momentum ibadah Ramadhan tahun ini menjadi saat yang sangat penting untuk memperbaiki kondisi pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa menuju ridha Allah Swt.


Materi 7:
RAHASIA PUASA
Oleh Drs. Ahmad Yani

            Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
            Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.

1.       Menguatkan Jiwa
Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yang artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah Swt, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi (HR. Tirmidzi).

2.      Mendidik Kemauan.
Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar. Karena itu, Rasulullah Saw menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran.
Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat sulit.

3.      Menyehatkan Badan.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar juga  akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.

4.      Mengenal Nilai Kenikmatan
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua, dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang kita peroleh.
Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi juga disuruh merasaakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil. Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya, Allah berfirman yang artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS 14:7).

5.      Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain
Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).

SAMBUT DENGAN GEMBIRA
            Karena rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat penting bagi kita, maka sudah sepantasnyalah kalau kita harus menyambut kedatangan Ramadhan tahun ini dengan penuh rasa gembira sehingga kegembiraan kita ini akan membuat kita bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan ringan meskipun sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.
            Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan Ramadhan harus kita tunjukkan dengan berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan Ramadhan tahun sebagai momentum untuk mentarbiyyah (mendidik) diri, keluarga dan masyarakat kearah pengokohan atau pemantapan taqwa kepada Allah Swt, sesuatu yang memang amat kita perlukan bagi upaya meraih keberkahan dari Allah Swt bagi bangsa kita yang hingga kini masih menghadapi berbagai macam persoalan besar. Kita tentu harus prihatin akan kondisi bangsa kita yang sedang mengalami krisis, krisis yang seharusnya diatasi dengan memantapkan iman dan taqwa, tapi malah dengan menggunakan cara sendiri-sendiri yang akhirnya malah memicu pertentangan dan perpecahan yang justeru menjauhkan kita dari rahmat dan keberkahan dari Allah Swt. (Drs. H. Ahmad Yani).


Materi 8:
KIAT SUKSES IBADAH PUASA
Oleh Drs. Ahmad Yani

            Ketika Ramadhan akan tiba, sikap yang harus diperlihatkan oleh seorang muslim adalah rasa gembira sehingga dia seperti tidak sabar menunggu kedatangan Ramadhan yang lama dirindukannya. Itu sebabnya, kedatangan Ramadhan harus kita sambut dengan ucapan marhaban ya Ramadhan. Marhaban itu sendiri berasal dari kata rahb yang artinya luas atau lapang, ini artinya hati, jiwa dan dada seorang muslim akan diluaskan dan dilapangkan agar Ramadhan masuk kedalam jiwanya dengan leluasa.
            Pada saatnya Ramadhan tiba dan kita berada di dalamnya, maka dari sekarang tekad kita adalah akan mengoptimalkan kehadiran Ramadhan itu untuk memperkokoh ketaqwaan kepada Allah Swt dalam arti yang seluas-luasnya.

PENGERTIAN.
            Secara harfiyah, puasa artinya menahan, yakni menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa dan mengurangi nilainya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Sedangkan Ramadhan secara harfiyah artinya membakar dan mengasah. Yang dimaksud adalah  membakar dosa sehingga dengan puasa yang sebaik-baiknya, dosa-dosa seorang muslim akan dibakar oleh Allah dan setelah Ramadhan insya Allah dia akan kembali kepada fitrah atau kesuciannya sehinga seperti bayi yang baru dilahirkan ibunya, yakni dalam keadaan tidak berdosa.
            Adapun yang dimaksud dengan mengasah adalah mengasah dan mengasuh jiwa, sehingga seorang  yang berpuasa akan memiliki ketajaman jiwa yang membuatnya cepat, mudah dan mampu menangkap isyarat-isyarat spiritual, jiwanya menjadi kaya dan tidak didominasi ilagi oleh sifat sombong dan sifat-sifat buruk lainnya.

TUJUAN.
            Tujuan utama dari puasa adalah memantapkan keimanan kepada Allah Swt sehingga menjelma keimanan itu menjadi ketaqwaan. Ini dikemukakan Allah dalam firman-Nya yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS 2:183).
            Manakala target dari ibadah puasa ini dapat dicapai, maka puasa akan membuat kita menjadi orang yang memiliki tiga hal. Pertama,  mencegah diri dari segala bentuk dusta sebab dalam hadits riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dinyatakan bahwa Allah Swt tidak menerima puasa seseorang yang tidak meninggalkan perkataan dusta, hadits tersebut artinya: Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan yang keji (dusta) dan melakukan kejahatan, Allah tidak akan menerima puasanya, sekalipun ia telah meninggalkan makan dan minum.
            Kedua, memiliki benteng pertahanan rohani yang kuat sehingga dia menjadi orang yang mampu menjaga dan mencegah dirinya dari dosa, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Puasa adalah perisai dari api neraka seperti perisainya seseorang diantara kamu dalam perang (HR. Ahmad, Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).
            Ketiga, selalu terangsang untuk berbuat baik, karena ibadah Ramadhan memang selalu mendidik seseorang untuk melakukan kebaikan, baik terhadap Allah Swt maupun terhadap sesama manusia.
            Disamping itu, kalau kita membaca rangkaian ayat-ayat berikutnya dari surat Al Baqarah: 184-188, bisa kita ambil beberapa kesimpulan tentang tujuan-tujuan lain dari ibadah Ramadhan, yaitu: Pertama, memperkokoh kedekatan kita kepada Al-Qur’an sehingga kita selalu berusaha bisa membaca, membaca, memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, memperkokoh kedekatan hubungan kepada Allah Swt sehingga dengan hubungan yang dekat itu, seorang muslim tidak berani menyimpang dari ketentuan-ketentuan Allah. Ketiga, menyadari akan pentingnya berdo’a kepada Allah karena kita menyadari sebagai makhluk yang lemah dan amat membutuhkan pertolongan Allah. Keempat, menajamkan hati atau jiwa manusia sehingga selalu mampu membedakan antara yang haq dan yang bathil serta sensitif terhadapnya. Kelima, menyadari pentingnya kebersamaan dengan sesama muslim, karena dengan puasa kita dapat membayangkan bahkan dapat merasakan bagaimana penderitaan mereka yang susah sehingga kita menyadari keharusan bersatu dan tolong menolong.

HIKMAH.
            Dari tujuan yang telah diutarakan, nampak sekali betapa besar hikmah ibadah Ramadhan itu. Namun manakala kita ingin sederhanakan, sekurang-kurangnya ada tiga hikmah ibadah Ramadhan. Pertama, membersihkan hati dan jiwa manusia dari segala dosa dan sifat-sifat tercela. Kedua, memperkokoh hubungan dengan Allah Swt sehingga dengan dekatnya hubungan seorang muslim kepada Allah, dia akan selalu berusaha menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketentuasn-Nya. Ketiga, memperkokoh hubungan dengan sesama, khususnya dengan sesama muslim sehingga potensi besar yang dimiliki seorang muslim akan menjadi sebuah kekuatan umat yang besar.

KUNCI SUKSES.
            Ibadah puasa khususnya dan ibadah Ramadhan pada umumnya tentu ingin kita laksanakan dengan sebaik-baiknya agar tujuan dan hikmahnya bisa kita raih. Oleh karena itu, menjadi keharusan kita bersama untuk mengoptimalkan ibadah Ramadhan yang penuh dengan keberkahan untuk memperkokoh gairah keislaman pada diri kita, keluarga maupun masyarakat.
            Dalam kaitan ini, kesuksesan bisa kita raih manakala mengupayakan beberapa langkah: Pertama, melakukan persiapan secara matang, baik persiapan jiwa agar kita memiliki kesiapan mental untuk menjalankan ibadah Ramadhan hingga kita senang melaksanakannya, persiapan akal dengan memahami kembali ketentuan fiqih Ramadhan dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya, maupun persiapan jasmani dengan selalu menjaga dan meningkatkan kesehatannya serta persiapan aktivitas pendukung suksesnya ibadah Ramadhan dengan berbagai aktivitas da’wah yang bermanfaat seperti pesantren Ramadhan, ceramah dan dialog Ramadhan dengan tema-tema yang disusun dengan baik, dll.
            Kedua, melaksanakan persiapan yang sudah dicanangkan dengan matang pada saat pelaksanaan ibadah Ramadhan sehingga Ramadhan bisa kita hidupkan dengan melaksanakan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya, baik dari sisi fiqih maupun nilai-nilai akhlak yang terkandung di dalamnya dan aktivitas pendukungnya.
            Ketiga, menindaklanjuti keberhasilan ibadah Ramadhan dengan sikap, prilaku yang lebih islami dan mengembangkan aktivitas keislaman yang lebih baik sesudah Ramadhan berakhir sehingga ibadah Ramadhan memberi bekas dan pengaruh yang positif, tidak hanya bagi individu tapi juga bagi keluarga dan masyarakat.
            Dalam konteks kehidupan masyarakat dan bangsa kita yang amat memprihatinkan bila ditinjau dari berbagai aspek, maka Ramadhan tahun ini merupakan momentum yang amat baik untuk memulai langkah-langkah perbaikan kearah yang diridai Allah Swt.
            Akhirnya, kita sambut Ramadhan dengan penuh kegembiraan, sebab dengan gembira ibadah yang berat ini akan menjadi terasa ringan, sedang tanpa kegembiraan, ibadah Ramadhan yang memang sebenarnya berat akan terasa lebih berat lagi.
            Semoga kita dapat memantapkan keislaman kita masing-masing melalui ibadah Ramadhan tahun ini.

 

Materi 9:

MELESTARIKAN NILAI-NILAI RAMADHAN

Oleh Drs. Ahmad Yani


            Setelah Ramadhan kita akhiri, bukan berarti berakhir sudah suasana ketaqwaan kepada Allah Swt, tapi justeru tugas berat kita untuk membuktikan keberhasilan ibadah Ramadhan itu dengan peningkatan ketaqwaan kepada Allah Swt, karenanya bulan sesudah Ramadhan adalah Syawal yang artinya peningkatan. Disinilah letak pentingnya melestarikan nilai-nilai Ibadah Ramadhan. Sekurang-kurangnya, ada lima nilai ibadah Ramadhan yang harus kita lestarikan, paling tidak hingga Ramadhan tahun yang akan datang.

1.       TIDAK GAMPANG BERBUAT DOSA
Ibadah Ramadhan yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya membuat kita mendapatkan jaminan ampunan dari dosa-dosa yang kita lakukan selama ini, karena itu semestinya setelah melewati ibadah Ramadhan kita tidak gampang lagi melakukan perbuatan yang bisa bernilai dosa, apalagi secara harfiyah Ramadhan artinya membakar, yakni membakar dosa, kalau dosa itu kita ibaratkan seperti pohon, maka kalau sudah dibakar, pohon itu tidak mudah tumbuh lagi, bahkan bisa jadi mati, sehingga dosa-dosa itu tidak mau kita lakukan lagi.
Dengan demikian, jangan sampai dosa yang kita tinggalkan pada bulan Ramadhan hanya sekedar ditahan-tahan untuk selanjutnya dilakukan lagi sesudah Ramadhan berakhir dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar. Kalau demikian jadinya, ibarat pohon, hal itu bukan dibakar, tapi hanya ditebang sehingga satu cabang ditebang tumbuh lagi tiga, empat bahkan lima cabang beberapa waktu kemudian.
Dalam kaitan dosa, sebagai seorang muslim jangan sampai kita termasuk orang yang bangga dengan dosa, apalagi kalau mati dalam keadaan bangga terhadap dosa yang dilakukan, bila ini yang terjadi, maka sangat besar resiko yang akan kita hadapi dihadapan Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka bisa masuk ke dalam syurga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan (QS 7:40).

2.      HATI-HATI DALAM BERSIKAP DAN BERTINDAK
Selama beribadah Ramadhan, kita cenderung berhati-hati dalam melakukan sesuatu, hal itu karena kita tidak ingin ibadah Ramadhan kita menjadi sia-sia dengan sebab kekeliruan yang kita lakukan. Secara harfiyah, Ramadhan juga berarti mengasah, yakni mengasah ketajaman hati agar dengan mudah bisa membelah atau membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Ketajaman hati itulah yang akan membuat seseorang menjadi sangat berhati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku. Sikap seperti ini merupakan sikap yang sangat penting sehingga dalam hidupnya, seorang muslim tidak asal melakukan sesuatu, apalagi sekedar mendapat nikmat secara duniawi.
Kehati-hatian dalam hidup ini menjadi amat penting mengingat apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggung-jawaban dihadapan Allah Swt, karenanya apa yang hendak kita lakukan harus kita pahami secara baik dan dipertimbangkan secara matang, sehingga tidak sekedar ikut-ikutan dalam melakukannya, Allah berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (QS 17:36).

3.      BERSIKAP JUJUR.
Ketika kita berpuasa Ramadhan, kejujuran mewarnai kehidupan kita sehingga kita tidak berani makan dan minum meskipun tidak ada orang yang mengetahuinya. Hal ini karena kita yakin Allah Swt yang memerintahkan kita berpuasa selalu mengawasi diri kita dan kita tidak mau membohongi Allah Swt dan tidak mau membohongi diri sendiri karena hal itu memang tidak mungkin, inilah kejujuran yang sesungguhnya. Karena itu, setelah berpuasa sebulan Ramadhan semestinya kita mampu menjadi orang-orang yang selalu berlaku jujur, baik jujur dalam perkataan, jujur dalam berinteraksi dengan orang, jujur dalam berjanji dan segala bentuk kejujuran lainnya. 
Dalam kehidupan masyarakat dan bangsa kita sekarang ini, kejujuran merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Banyak kasus di negeri kita yang tidak cepat selesai bahkan tidak selesai-selesai karena tidak ada kejujuran, orang yang bersalah sulit untuk dinyatakan bersalah karena belum bisa dibuktikan kesalahannya dan mencari pembuktian memerlukan waktu yang panjang, padahal kalau yang bersalah itu mengaku saja secara jujur bahwa dia bersalah, tentu dengan cepat persoalan bisa selesai. Sementara orang yang secara jujur mengaku tidak bersalah tidak perlu lagi untuk diselidiki apakah dia melakukan kesalahan atau tidak. Tapi karena kejujuran itu tidak ada, yang terjadi kemudian adalah saling curiga mencurigai bahkan tuduh menuduh yang membuat persoalan semakin rumit. Ibadah puasa telah mendidik kita untuk berlaku jujur kepada hati nurani kita yang sehat dan tajam, bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita sebelas bulan mendatang, maka tarbiyyah (pendidikan) dari ibadah Ramadhan kita menemukan kegagalan, meskipun secara hukum ibadah puasanya tetap sah.

4.      MEMILIKI SEMANGAT BERJAMAAH.
Kebersamaan kita dalam proses pengendalian diri membuat syaitan merasa kesulitan dalam menggoda manusia sehingga syaitan menjadi terbelenggu pada bulan Ramadhan. Hal ini diperkuat lagi dengan semangat yang tinggi bagi kita dalam menunaikan shalat yang lima waktu secara berjamaah sehingga di bulan Ramadhan inilah mungkin shalat berjamaah yang paling banyak kita laksanakan, bahkan melaksanakannya juga di masjid atau mushalla.
Disamping itu, ibadah Ramadhan yang membuat kita dapat merasakan lapar dan haus, telah memberikan pelajaran kepada kita untuk memiliki solidaritas sosial kepada mereka yang menderita dan mengalami berbagai macam kesulitan, itupun sudah kita tunjukkan dengan zakat yang kita tunaikan. Karena itu, semangat berjamaah kita sesudah Ramadhan ini semestinya menjadi sangat baik, apalagi kita menyadari bahwa kita tidak mungkin bisa hidup sendirian, sehebat apapun kekuatan dan potensi diri yang kita miliki, kita tetap sangat memerlukan  pihak lain. Itu pula sebabnya, dalam konteks perjuangan Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjamaah, yang saling kuat menguatkan sebagaimana firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh (QS 61:4)

5.      MELAKUKAN PENGENDALIAN DIRI
Puasa Ramadhan adalah pengendalian diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua dan ketiga, bahkan dari hal-hal yang kurang pokok dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya, banyak orang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tapi tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, misalnya ada orang yang  mengatakan: “saya lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”, padahal makan itu pokok dan merokok itu tidak perlu.
Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan Rasul-Nya merupakan sesuatu yang amat mendesak, bila tidak,  kehidupan ini akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak. Yang jelas, selama manusia menginginkan sesuatu, hal itu akan dilakukannya meskipun tidak benar, tidak sepantasnya dan sebagainya. Bila ini yang terjadi, apa bedanya kehidupan manusia dengan kehidupan binatang, bahkan masih lebih baik kehidupan binatang, karena mereka tidak diberi potensi akal, Allah berfirman yang artinya,
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya  untuk mendengar (ayat-ayat Allah).  Mereka itu seperti binatang  ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS 7:179).
Dengan demikian, harus kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan latihan, keberhasilan ibadah Ramadhan justeru tidak hanya terletak pada amaliyah Ramadhan yang kita kerjakan dengan baik, tapi yang juga sangat penting adalah bagaimana menunjukkan adanya peningkatan taqwa yang dimulai dari bulan Syawal hingga Ramadhan tahun yang akan datang.
                                                                                               

Materi 10:

KEBERHASILAN IBADAH RAMADHAN

Oleh Drs. Ahmad Yani


            Keberhasilan ibadah Ramadhan dalam bentuk terhapusnya dosa-dosa merupakan sesuatu yang abstrak, bukan sesuatu yang konkrit atau nyata. Oleh karena itu kita mesti memiliki tolok ukur keberhasilan ibadah Ramadhan dengan  ketaqwaan kepada Allah Swt yang  meningkat. Ada beberapa indikasi yang bisa kita jadikan patokan untuk menilai diri; apakah ibadah Ramadhan kita berhasil atau tidak.

6.      TAUHID YANG MANTAP.
            Untuk menunjukkan keberhasilan ibadah Ramadhan, maka kita akhiri Ramadhan dengan takbir, tahlil dan tahmid yang merupakan kalimat tauhid. Perintah ini memang terdapat dalam firman Allah yang artinya: Dan hendaklah kamu cukupkan bilangannya dan hendaklah kamu kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS 2:185)
            Dengan demikian seorang muslim yang habis menunaikan ibadah puasa, maka dia memiliki tauhid yang mantap, dengan tauhid yang mantap itu dia selalu mengutamakan Allah Swt dan selalu terikat pada nilai-nilai yang diturunkan-Nya. Karena itu orang yang tauhidnya mantap, akan selalu menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah, mencintai Allah di atas segala-galanya serta tunduk dan taat kepada-Nya.

7.      AKHLAK YANG MULIA
            Ibadah Ramadhan telah mendidik kita untuk selalu berakhlak yang mulia, karenanya keberhasilan ibadah Ramadhan membuat akhlak atau moral yang tercela terkikis habis dari jiwa dan kepribadian kita masing-masing. Maka sesudah kita menunaikan ibadah Ramadhan, keberhasilan yang harus kita tunjukkan adalah dengan memiliki akhlak yang mulia. Kemuliaan akhlak suatu masyarakat akan membuat kehidupan berlangsung dengan aman dan sentosa serta penuh dengan berkah dari Allah Swt, dan sebaliknya akhlak yang tercela dalam suatu masyarakat akan membuat kehancuran, malapetaka dan laknat Allah Swt.
            Oleh karena itu kita harus prihatin apabila masyarakat kita memiliki akhlak yang jelek. Kita tidak punya masa depan yang cerah kalau generasi muda memiliki akhlak yang rusak, karena apa yang bisa diharapkan lagi kalau generasi harapannya menjadi hancur. Kehidupan kita juga akan sengsara kalau orang-orang tua dan para pemimpin memiliki akhlak yang jelek, karena kejelekan akhlak mereka membuat arah kehidupan menuju kehancuran yang menakutkan.
            Dengan demikian, akhlak yang mulia harus kita tegakkan dan akhlak yang jelekkan harus kita kikis dan tidak kita beri tempat dan peluang untuk berkembang. Itu sebabnya kita amat prihatin kalau di negeri kita ini masih saja diberi tempat atau pasilitas dan kesempatan untuk mereka yang melakukan tindakan yang menggambarkan akhlak yang rusak dan merusakkan akhlak masyarakat.

8.      SEMANGAT MENIMBA ILMU.
            Aktivitas Ramadhan juga telah merangsang kegairahan kita untuk menimba ilmu pengetahuan, khususnya yang menyangkut pendalaman ajaran Islam. Kuliah subuh, kuliah zuhur, ceramah tarawih, pesantren Ramadhan dan studi keislaman lainnya di bulan Ramadhan merupakan aktivitas-aktivitas yang merangsang  semangat kita untuk menimba ilmu pengetahuan.  Aktivitas ini membuat kita tidak hanya lebih panatis sebagai seorang muslim, tapi juga paham dan memiliki wawasan keislaman yang lebih baik.
            Namun perlu kita ingat bahwa sedalam-dalamnya ilmu yang kita gali, tetap saja terasa cetek dan sedikit ilmu yang kita peroleh, apalagi ilmu Allah itu sangat luas. Menyadari hal ini semestinya kita semakin terangsang untuk menimba ilmu dan sesudah Ramadhan ini, semangat itu harus kita buktikan.

9.      SEMANGAT MEMAKMURKAN MASJID
            Ramadhan juga telah melatih kita untuk kembali ke masjid, kembali memakmurkan masjid, kembali beraktivitas di masjid. Itu sebabnya selama Ramadhan, kita rasakan masjid-masjid kita relatif lebih makmur, pengurus dan jamaahnya lebih aktif dan aktivitas lebih banyak dan bervariasi.
            Berakhirnya Ramadhan tidak boleh membuat masjid kita kembali sepi, tanpa kepengurusan yang serius, tanpa jamaah yang aktif dan tanpa aktivitas. Oleh karena itu keberhasilan ibadah Ramadhan kita juga harus dibuktikan dengan selalu aktif memakmurkan masjid, mulai dari shalat berjamaah hingga mengatasi dan memecahkan persoalan umat dan mengatur strategi perjuangan meningkatkan kualitas umat. Seharusnya tiap kali seorang muslim ada di rumahnya, maka saat waktu shalat tiba dengan diperdengarkannya adzan, dia menuju ke masjid. Bahkan semestinya orang berpatokan bahwa si fulan tidak ke masjid dekat rumahnya dalam shalat berjamaah hanya karena  belum pulang alias tidak ada di rumah atau dalam keadaan sakit. Oleh karena itu semestinya bila seseorang ingin bertemu kita, maka dia cukup ke masjid dekat rumah lalu nanti bertemu di masjid itu untuk selanjutnya baru ke rumah dan bila kita tidak ada di masjid, itu artinya kita tidak ada di rumah atau ada tapi sedang sakit.
            Ada banyak contoh kasus dari kisah para sahabat yang menggambarkan betapa perhatian yang sedemikian besar dari mereka terhadap masjid. Sebut saja misalnya Abdullah bin Ummi Makhtum yang meskipun matanya buta dan rumahnya jauh dengan masjid, dia tetap datang ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah karena dia selalu mendengar panggilan adzan sebagaimana yang dianjurkan kepadanya.
            Disamping itu sahabat Bani Salamah sebenarnya punya niat untuk pindah rumah ke dekat masjid agar bisa menunaikan shalat berjamah di masjid dengan mudah, maka Rasulullah menyatakan bahwa orang yang jauh rumahnya dengan masjid akan memperoleh pahala yang lebih besar karena langkahnya, maka Bani Salamah tak jadi pindah rumah ke dekat masjid karena ingin memperoleh pahala yang besar dan dia memang rajin ke masjid.
            Oleh karena itu kita perlu merenungi diri kita masing-masing, sudah sejauhmana perhatian kita bterhadap pemakmuran masjid.

10.   SOLIDARITAS SOSIAL YANG TINGGI.
            Ibadah Ramadhan juga telah mendidik kita untuk merasakan betapa tidak enaknya lapar dan haus itu yang juga telah disertai dengan menunaikan kewajiban sakat fitrah bahkan diselingi dengan infaq dan shadaqah yang kesemua itu bermuara pada penumbuhan dan pemantapan rasa tanggung jawab sosial. Karena itu sesudah Ramadhan berakhir, semestinya semakin mantap rasa tanggung jawab sosial kita sehingga kita punya perhatian terhadap kaum muslimin yang mengalami kesulitan hidup secara ekonomi.
            Wujud perhatian itu adalah dengan berusaha mengetahui kondisi kehidupan saudara-saudara kita sesama muslim, lalu memikirkan apa yang harus kita lakukan dalam rangka membantu mereka untuk meningkatkan martabat dan kualitas kehidupan mereka. Ini semua harus kita lakukan karena tentu kita tidak ingin hanya karena persoalan ekonomi mereka berubah menjadi kufur.
            Dengan demikian, ibadah Ramadhan yang hampir kita akhiri, tentu saja harus meninggalkan bekas yang mendalam sehingga ketaqwaan kita kepada Allah Swt semakin mantap yang berarti apapun yang kita hendak lakukan selalu berpijak pada nilai-nilai luhur yang terdapat dalam Islam yang agung.


Materi 11:
PUASA DAN AL-QUR`AN
Oleh Ir. Syamsu Hilal

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS Al-Baqarah: 185).

Salim al-Hilali dan Ali Hasan Abdul Hamid dalam kitabnya “Shifatu Shoumu an-Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam” mengatakan bahwa penjelasan tentang Al-Qur`an yang diturunkan pada bulan Ramadhan, lalu dikaitkan dengan kalimat  فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ  yang merupakan kewajiban berpuasa dengan huruf “fa” yang berfungsi sebagai alasan dan sebab, itu artinya dipilihnya Ramadhan menjadi bulan puasa adalah karena Al-Qur`an diturunkan pada bulan itu. Bahkan dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi yang lain juga diturunkan pada bulan Ramadhan.
Ayat di atas juga memberikan pemahaman kepada kita bahwa puasa dan Al-Qur`an memiliki kaitan sangat erat. Keduanya akan menjadi penolong kita di akhirat kelak. Rasulullah Saw. bersabda,
“Puasa dan Al-Qur`an itu akan memberikan syafa’at kepada hamba di hari kiamat. Puasa akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalanginya dari makan dan syahwat, maka perkenankanlah aku memberikan syafa’at untuknya.’ Sedangkan Al-Qur`an akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka perkenankanlah aku memberikan syafa’at untuknya.’ Maka Allah Swt. memperkenankan keduanya memberikan syafa’at.” (HR Imam Ahmad dan Ath-Thabrani).
Dengan diwajibkannya puasa pada bulan Ramadhan, sedangkan pada bulan itu juga diturunkan Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan sebagai furqan (pembeda antara yang hak dan yang bathil), maka Allah Swt. menginginkan agar kewajiban puasa tidak dianggap sebagai beban. Al-Qur`an memuat ketentuan-ketentuan yang memudahkan pelaksanaan ibadah puasa. Sementara puasa adalah sarana untuk mencapai insan bertaqwa. “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS Al-Baqarah: 185).
Oleh karena itu, jika Allah Swt. memberi taufik kepada kita untuk menyempurnakan ibadah Ramadhan kali ini dalam rangka menaati Allah, maka hal itu merupakan hidayah dan hadiah yang patut disyukuri.
“Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur” (QS Al-Baqarah: 185).
Ketika amaliyah Ramadhan dapat kita sempurnakan dan dilanjutkan dengan ucapan serta sikap syukur kepada Allah, maka Allah Swt. akan mengabulkan semua permintaan dan permohonan kita.
“Dan apabila hambaa-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS Al-Baqarah: 186).
Imam Hasan Al-Banna ketika mengulas ayat ini mengatakan bahwa Allah Swt. amat dekat kepada hamba-Nya pada bulan Ramadhan. Tentang keistimewaan bulan Ramadhan di sisi Allah ditegaskan sendiri oleh Allah Swt. melalui hadits qudsi, “Semua amalan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Ia adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasanya” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda, “Jika bulan Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu, kemudian datang seorang penyeru dari sisi Allah Yang Maha Benar, ‘Wahai pencari kejahatan, berhentilah! Dan wahai pencari kebaikan, kemarilah!” (HR Bukhari dan Muslim).
Pintu-pintu surga dibuka karena manusia berbondong-bondong melaksanakan ketaatan, ibadah, dan taubat, sehingga jumlah pelakunya banyak. Setan-setan dibelenggu, karena manusia beralih kepada kebaikan, sehingga setan tidak mampu berbuat apa-apa. Hari-hari dan malam-malam Ramadhan merupakan masa-masa kemuliaan yang diberikan Allah Swt. agar orang-orang yang berbuat baik menambah kebaikannya dan orang-orang yang berbuat jahat bertaubat dan mohon ampun kepada-Nya.
Ada ikatan hakikat dan fisik antara turunnya Al-Qur`an dengan Ramadhan. Ikatan ini adalah selain Allah menurunkan Al-Qur`an di bulan Ramadhan, maka di bulan ini pula Allah mewajibkan puasa. Karena puasa artinya menahan diri dari hawa nafsu dan syahwat. Ini merupakan kemenangan hakikat spirutual atas hakikat materi dalam diri manusia. Ini berarti jiwa, ruh, dan pemikiran manusia pada bulan Ramadhan akan menghindari tuntutan-tuntutan jasmani. Dalam kondisi seperti ini, ruh manusia berada di puncak kejernihannya, karena ia tidak disibukkan oleh syahwat dan hawa nafsu. Ketika itu ia dalam keadaan paling siap untuk memahami dan menerima ilmu dari Allah Swt. Karena itu, bagi Allah, membaca Al-Qur`an merupakan ibadah paling utama pada bulan Ramadhan yang mulia.
Sedikitnya ada empat kewajiban kita terhadap Al-Qur`an. Pertama, hendaknya kita memiliki keyakinan yang sungguh-sungguh dan kuat bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkan kita kecuali sistem sosial yang diambil dan bersumber dari Kitab Allah Swt., yaitu Al-Qur`an. System sosial apapun yang tidak mengacu atau tidak berlandaskan Al-Qur`an pasti bakal menuai kegagalan. Banyak orang yang mengatasi problema ekonomi dengan terapi tambal sulam. Sementara Al-Qur`an telah menggariskan aturan zakat, mengharamkan riba, mewajibkan kerja, melarang pemborosan, sekaligus menanamkan kasih sayang antarsesama manusia.
Kedua, kita wajib menjadikan Al-Qur`an sebagai sahabat karib, kawan bicara, dan guru. Kita harus mendengarkannya, membacanya, dan menghafalnya. Jangan sampai ada hari yang kita lalui sedangkan kita tidak menjalin hubungan dengan Allah Swt. melalui Al-Qur`an. Dengarkanlah Al-Qur`an agar kita mendapat rahmat Allah Swt., “Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (QS Al-A’raf: 204).
Hendaknya kita membaca Al-Qur`an secara rutin, meskipun sedikit. Sunnah mengajarkan kita agar mengkhatamkannya tidak lebih dari satu bulan dan tidak kurang dari satu hari. Umar bin Abdul Aziz apabila disibukkan oleh urusan kaum Muslimin, beliau mengambil Al-Qur`an dan membacanya walaupun hanya dua atau tiga ayat. Beliau berkata, “Agar saya tidak termasuk mereka yang menjadikan Al-Qur`an sebagai sesuatu yang ditinggalkan.” Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka ia memperoleh satu kebaikan, dan satu kebaikan berlipat sepuluh kali. Aku tidak katakan alif lam mim itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf” (HRTirmidzi).
Kita pun harus berupaya untuk menghafal Al-Qur`an agar tidak diidentikkan dengan rumah kumuh yang hampir roboh. “Orang yang tidak punya hafalan Al-Qur`an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang hampir roboh” (HR Tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas).
Ketiga, hendaknya kita merenung dan meresapinya. Jika hati kita belum dapat konsentrasi sampai pada tingkat menghayatinya, hendaklah kita berusaha untuk menghayatinya. Jangan sampai syetan memalingkan kita dari keindahan perenungan sehingga kita tidak dapat mereguk kenikmatan darinya.
Allah Swt. menjelaskan bahwa Al-Qur`an diturunkan untuk ditadabburi ayat-ayatnya dan dipahami maknanya. “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS Shaad: 29).
Ali bin Abi Thalib Ra. berkata, “Ketahuilah tidak ada kebaikan dalam ibadah kecuali dengan ilmu, tidak ada kebaikan dalam ilmu kecuali dengan pemahaman, dan tidak ada kebaikan dalam membaca Al-Qur`an kecuali dengan tadabbur.”
Keempat, kita wajib mengamalkan hukum-hukumnya lalu mendakwahkannya kepada orang lain. Inilah tujuan utama diturunkannya Al-Qur`an. “Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat” (QS Al-An’am: 155).
Hukum-hukum Al-Qur`an menurut yang saya pahami terbagi menjadi dua. Pertama, hukum-hukum yang berkaitan dengan individu, seperti shalat, puasa, zakat, haji, taubat, dan hal-hak yang berkaitan dengan akhlaq Islam, seperti jujur, adil, komitmen kepada kebenaran, dan sebagainya. Kedua, hukum-hukum yang berkaitan dengan masyarakat atau penguasa. Ini adalah kewajiban negara, misalkan menegakkan hudud (sanksi hukum) dan masalah-masalah yang merupakan tugas negara dalam Islam.
Setiap Muslim harus berupaya untuk mengamalkan hukum-hukum yang bersifat individu, baik yang berupa ibadah maupun menerapkan nilai-nilai akhlaqul karimah. Jika nilai-nilai Al-Qur`an telah tegak di hati setiap Muslim, maka ia akan tegak di muka bumi.
Mumpung saat ini kita berada di bulan Ramadhan, marilah kita membaca Al-Qur`an, menghafal dan mentadabburi ayat-ayatnya, memahami maknanya, mengamalkannya, lalu mendakwahkannya kepada umat manusia. Ketika jiwa manusia kering, Al-Qur`an akan menyejukkannya. Ketika pikiran manusia kacau, Al-Qur`an akan menenteramkannya. Wallahu a’lam bishshawab.


Materi 12:
MERAIH TAQWA DENGAN PUASA RAMADHAN
Oleh Ir. Syamsu Hilal


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah: 183).

Dalam setiap khutbah, khotib selalu menyampaikan pesan takwa kepada umat Islam. Bahkan pesan takwa ini merupakan rukun dari khutbah itu sendiri. Mengapa? Karena takwa adalah wasiat dari Allah Swt. dan para Rasul-Nya. Allah Swt. berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS Ali Imran: 102).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda, “Bertakwalah kalian kepada Allah di mana pun kamu berada. Dan ikutilah kejelekan dan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapus kejelekan. Dan perlakukanlah manusia itu dengan akhlak terpuji” (HR Tirmidzi).
Takwa menjadi wasiat abadi karena mengandung kebaikan dan manfaat yang sangat besar bagi terwujudnya kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Takwa merupakan kumpulan dari semua kebaikan dan pencegah segala kejahatan. Dengan takwa, seorang mukmin akan mendapatkan dukungan dan pertolongan dari Allah Swt.
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS An-Nahl: 128).
Perintah untuk mencapai derajat takwa kemudian dilanjutkan dengan penjelasan global tentang cara-cara untuk mencapainya dalam sebuah firman Allah Swt., “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah: 21).
Ibadah yang dimaksud dalam ayat ini masih dalam bentuk global, mencakup ibadah wajib dan ibadah sunnah. Ibadah wajib terdiri dari shalat, puasa, zakat, dan haji, ditambah dengan kewajiban-kewajiban sosial yang diperintahkan oleh Al-Qur`an, seperti berbuat baik kepada orangtua, kerabat, yatim, orang-orang miskin, tetangga, teman dekat, dan musafir. Sedangkan yang termasuk ibadah sunnah misalnya berdzikir kepada Allah Swt., berdoa kepada-Nya, memohon ampun kepada-Nya, dan membaca Al-Qur`an. Ibadah-ibadah tersebut semuanya dipersiapkan untuk membentuk setiap Muslim menjadi insan bertakwa.
Di antara kewajiban-kewajiban ibadah yang diperintahkan tersebut, secara lebih khusus, Allah Swt. menekankan pada perintah puasa sebagai saranan pembentukan insan bertakwa, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah: 183).
Itqa dan taqwa maknanya adalah menjauhi. Dan taqwallah artinya menjauhi kemarahan dan murka Allah Swt. serta meninggalkan apa yang membuat kemarahan Allah Swt. Dengan demikian, takwa harus diwujudkan dengan melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Takwa dasarnya adalah takut kepada Allah Swt. yang merupakan perbuatan hati. Hal ini dijelaskan Allah Swt. dalam firman-Nya, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS Al-Hajj: 32). Rasulullah Saw. juga menegaskan, “Takwa itu ada di sini”. Beliau mengulanginya sampai tiga kali sambil menunjuk ke dada beliau (HR Muslim dari Abu Hurairah).
Takwa juga berarti membuat pelindung dan penghalang yang mencegah dan menjaga diri dari sesuatu yang menakutkan. Jadi taqwallah berarti perbuatan seorang hamba dalam mencari pelindung diri agar terjaga dari siksa Allah yang amat ditakutinya. Caranya adalah dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Para salafush shalih mendefinisikan takwa dengan sebuah ungkapan, “Menaati Allah dan tidak maksiat, selalu berdzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak kufur.” Sifat takwa senantiasa melekat pada seorang yang mukmin selama ia meninggalkan hal-hal yang sebenarnya halal, karena khawatir jatuh ke dalam yang haram, demikian kata Hasan Al-Bashri.
Nilai-nilai ketakwaan tidak dapat membumi dan buahnya tidak dapat dipetik, kecuali jika Seorang Muslim memiliki pengetahuan tentang agama Allah yang menuntun dirinya mencapai derajat muttaqin. Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Fathir: 28).
Mengapa demikian? Karena orang yang tidak berilmu tidak tahu apa saja yang wajib dikerjakan dan apa saja yang harus ditinggalkannya. Itulah sebabnya mengapa menuntut ilmu merupakan ibadah yang utama, jalan yang menghubungkan ke surga dan menjadi tanda bahwa seseorang mempunyai keinginan baik.
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memberinya pengetahuan (pemahaman) tentang agama” (Muttafaqun ‘alaih).
Berdasarkan hadits di atas, takwa merupakan perpaduan aktif antara ilmu dan ketaatan. Ilmu akan meningkatkan ketaatan kepada Allah, dan ketaatan akan menambah motivasi untuk meningkatkan ilmu.
Mengapa puasa Ramadhan direkomendasikan oleh Allah untuk menjadi sarana untuk mencapai derajat takwa? Karena di dalam bulan Ramadhan terkumpul hampir semua aktifitas peribadatan. Selain puasa, ada shalat Tarawih, shalat Witir, tilawatil Qur`an, kajian keislaman, zakat, infaq, shadaqah, dan i’tikaf. Selain itu, balasan pahala di bulan Ramadhan juga dilipatgandakan untuk merangsang umat Islam meningkatkan amal salehnya. Oleh karena itu, mari kita sambut kedatangan bulan Ramadhan dengan penuh kerinduan dan suka cita. Siapkan diri kita untuk meraih rahmat, maghfirah, dan pembebasan dari siksa neraka.
Ada beberapa hal yang mesti kita lakukan dalam menyambut datangnya buan suci Ramadhan. Pertama, memperkuat kerinduan dan kecintaan kepada bulan suci Ramadhan dan rasa harap untuk dapat menikmati keutamaannya. Hal ini antara lain dapat diekspresikan dengan doa yang dicontohkan Rasulullah Saw. jika sudah memasuki bulan Rajab,
“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan” (HR At-Tirmidzi dan Ad-Darimi).
Kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan inilah yang juga dirasakan oleh para salafush shalih. Karena begitu banyak kebaikan yang diberikan Allah Swt. di bulan Ramadhan, seperti dibukanya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dibelenggunya syetan, sehingga tidak dapat leluasa mengganggu manusia. Dan puncaknya adalah diturunkannya Al-Qur`an sebagai pedoman bagi manusia. Pada malam diturunkannya Al-Qur`an, Allah Swt. menjadikannya lebih baik dari seribu bulan.
Kedua, mempersiapkan diri, baik persiapan hati, persiapan akal, dan persiapan fisik. Persiapan hati dengan membuang penyakit-penyakit hati, mengokohkan niat, dan membulatkan tekad untuk mengoptimalkan Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Persiapan akal dilakukan dengan mendalami ilmu yang berkaitan dengan ibadah Ramadhan, sehingga pelaksanaan ibadah Ramadhan dapat mencapai hasil terbaik. Persiapan fisik ditempuh dengan menjaga kesehatan, kebersihan rumah, kebersihan lingkungan, serta menyiapkan harta yang halal untuk bekal ibadah Ramadhan.
Ketiga, merencanakan peningkatan prestasi ibadah pada bulan Ramadhan tahun ini dibandingkan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Misalkan peningkatan dalam kualitas dan kuantitas tilawah, peningkatan hafalan, pemahaman, dan pengamalan Al-Qur`an. Juga perencanaan untuk mengurangi pola hidup konsumtif.
Indikasi tercapainya ketakwaan sebagai buah tarbiyah Ramadhan dapat dilihat dari perilaku kita ba’da Ramadhan. Seseorang yang bertakwa senantiasa berupaya mencari sarana (wasilah) yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. (QS Al-Maidah: 35). Seorang yang bertakwa selalu berkata benar (qaulan sadida) (QS Al-Ahzab: 70). Orang yang bertakwa senantiasa berteman dengan orang-orang saleh (QS At-Taubah: 119). Orang bertakwa senantiasa mengutamakan ukhuwah Islamiyah dan menjaga tali silaturrahim (QS Al-Anfal: 1). Orang bertakwa senantiasa mencari harta yang halal, tidak memakan harta riba, harta hasil KKN, dan harta-harta yang diperoleh dengan cara syubhat.
Taqwa yang menjadi tujuan utama ibadah puasa adalah solusi bagi semua krisis yang tengah melanda negeri ini. Bila para pemimpin negeri ini bertakwa, berapa banyak uang negara yang bisa diselamatkan dan digunakan untuk menyejahterakan rakyat (QS Ath-Thalaq: 2-3). Bila para birokrat bertakwa, semua urusan birokrasi dan administrasi yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat akan mudah dan lancar (QS Ath-Thalaq: 4). Wallahu a’lam bishshawab.


+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Ramadhan, Bulan Introspeksi Diri
KH. Abdullah Gymnastiar
Sega puja-puji secara sempurna hanya milik Allah, Zat yang Maha Menguasai alam Semesta, Zat yang Maha Menguasai terang dan gelap, Zat yang Menguasai tiap-tiap saat, sungguh tiada satu detikpun kecuali milik Allah.
Saudara-saudaraku sebuah terasi ada harga kalau jelas ciri dan baunya yang khas. Kita membuat terasi tetapi tidak memiliki ciri dan bau yang khas terasi, maka sungguh si terasi ini tidak akan ada harganya, walaupun ia diberi terasi. Begitu juga kita umat Islam, kenapa saat ini kita kurang dihargai ?. Jawabannya, bisa jadi karena kita mengaku sebagai umat Islam tetapi tidak tampak ciri kita sebagai ummat Islam. Ciri akan selalu disertai dengan harga, karena kita tidak punya ciri maka jangan harap akan punya harga.
Oleh karena itu, bulan Ramadhan yang saat ini kita jelang, marilah kita bersungguh-sungguh menampilkan ciri keislaman kita. Tentu saja ciri keislaman tidak identik dengan atribut penampilan yang luar, yang tidak terlalu pokok. Berikut ini adalah beberapa ciri yang dianjurkan untuk kita lakukan di bulan Ramadhan.
Selama bulan Ramadhan ini hendaklah yang pertama umat Islam miliki adalah ciri keteladanan, "uswatun hasanah", keteladanan dalam kebaikan. Pancasila P4 gagal total di Indonesia walau telah menghabiskan biaya beratus milyar, begitu banyak waktu, begitu banyak tenaga, begitu banyak pikiran, diantara kunci penyebab kegagalannya adalah karena tidak ada keteledanan. Masyarakat sulit mencontoh, siapa yang berjiwa P4 sebenarnya.
Jadi andaikata kita bertanya mengapa keadaan rumah tangga, kantor, atau masyarakat belum sesuai dengan harapan. Pertanyaan pertama harus dilakukan pada diri kita sendiri, contoh apakah yang sudah kita perlihatkan sebagai seorang muslim. Sepatutnya sebagai seorang ayah atau ibu harus bertanya, "Saya memberi contoh apa kepada anak-anak ?".Jangan terlebih dahulu menyalahkan anak. Bagaimana mungkin mengharapkan anak santun lembut sedangkan di rumah ibu bapak bersikap keras dan kasar ?. Bagaimana mungkin kita mengharapkan anak menjadi arif kalau kita sendiri di rumah seperti diktator ?. BAgaimana bisa mengharapkan anak rajin ke mesjid, sedangkan orangtuanya jarang beribadah ?.
Andaikata kita sebagai guru kita harus bertanya pada diri kita sendiri, contoh apa yang sudah kita berikan kepada murid-murid. Bagaimana murid tidak merokok kalau gurunya sendiri masih merokok ?. Bagaimana mungkin murid akan menemukan kemuliaan akhlak kalau sikap guru tidak indah ?. Bagaimana mungkin akan menjadi orang berprestasi, kalau gurunya tidak semangat dan hanya memberikan dengan apa adanya ?.
Andai kata kita sebagai pemimpin, pertanyaannya adalah suri tauladan apa yang saya tampilkan kepada anggota karyawan atau bawahan ?. Bagaimana mungkin karyawan akan disiplin kalau pemimpinnya tidak disiplin ?. Bagaimana karyawan atau anggota akan hemat jika pemimpinnya bermewah-mewahan ?. Bagaimana mungkin karyawan akan memelihara dirinya kalau pemimpinnya arogan ?.
    Rekan-rekan sekalian tidak hanya sebagai pribadi tetapi juga sebagai keluarga. Sebagai haji, contoh apa yang sudah kita peragakan dalam masyarakat ?. Sebagai ustadz memberi contoh apa kepada masyarakat. Ustadz dianggap ulama tetapi contoh apa yang sudah ditunjukkan kepada masyarakat ?. Sebagai aktifis masjid, memberi contoh apa ?.
    Kegigihan untuk jujur kepada diri sendiri, ini yang akan membuat kita menemukan kekuranganyang bisa dijadikan program perbaikan pada diri sendiri. Dan kegigihan kita memperbaiki diri adalah upaya sebenarnya memperbaiki orang lain. Apa artinya memperbaiki orang lain sedangkan diri kita sendiri semakin terpuruk dalam keburukan. Suri tauladan adalah langkah strategis yang dicontohkan oleh Rasullullah SAW. di dalam membangun kemuliaan Islam. Ciri khas seorang muslim yang baik ,pribadinya harus selalu menjadi figur suri tauladan.Tauladan bagi kebaikan dalam skala apapun, dimanapun dan kapanpun.
    Yang kedua, Ramadhan harus menjadi bulan kebersihan. Karena sesungguhnya Allah mencintai kebersihan, "innallaha yuhibbu tawabi, wayuhibbu mutakabiriin", sesungguhnya Allah mencintai orang yang taubat dan orang yang bersih. Kita harus berjuang sangat keras untuk mengevaluasi gaya hidup bersih kita. Pakaian yang kotor tidak akan nyaman, gigi kotor tidak mungkin bisa nyaman, apapun yang kotor tidak akan membuat kita nyaman dan hidup kita indah. Hakekatnya kotoran itu identik dengan kerendahan diri, namanya juga kotoran begitu pula kalau kita merasa tidak nyaman, terhina, rendah, bisa jadi karena kita blum bisa mencintai kebersihan, padahal bersih adalah prasyarat dari keindahan. Indah adalah sesuatu yang dicintai Allah SWT. Shalat saja diawali dengan bersih. Tanpa wudlu shalat tidak akan sah, wudlu itu bukan hanya membersihkan tetapi juga mensucikan. Tidak akan diterima shalat, seperti Firman Allah dalam ayat AlQur'an "Qad aflaha manzakkahaa. Waqod khaabaman dassaha" (QS: Asy-Syams 910). "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan jiwanya, dan sesungguhnya kerugian besar orang yang mengotorkannya." Sungguh yang bersih itulah yang akan membuat sukses, bahagia.
    Oleh karena itu, Ramadhan ini adalah bulan bersih. Sekuat-kuatnya kita bersihkan dari yang lahir sampai yang batin. Pastikan Ramadhan ini kamar kita bersih, rumah kita bersih, kamar mandi bersih dari sampah, bersih dari barang-barang yang akan membuat ria, bersih dari barang milik orang lain, bersih dari barang yang tidak berguna. Karena kalau rumah sudah kotor dari banyak barang yang haram, barang yang ria, barang yg sia-sia, maka rumah itu tidak akan menyenangkan tidak akan barokah.
    Begitu pula dengan harta kita mulai sekarang harus bersih, jangan sekali-kali tercemari oleh hak-hak yang tidak halal bagi kita. Harta yang bersih akan penuh barokah harta yang haram akan penuh fitnah, demikian pula aktivitas bekerja kita bersih pula dari kelicikan. Kita nikmati kejujuran, pandangan harus bersih sekuat-kuatnya jaga dari apa yang diharamkan oleh Allah agar bening dan nikmat hati ini. Kata-kata kita pun harus bersih dari kekejian, bersih dari kata-kata yang jorong, bersih dari kata-kata mencela, menghina orang lain, bersih dari fitnah, pilihlah dari khazanah kata-kata yang ada, kata-kata terbaik. Tubuh kita pun harus bersih, pakaian harus bersih, mandi yang bersih, rambut yang bersih. Begitu pula dengan hati kita harus jaga hati ini, hindari buruk sangka sekuat-kuatnya dan berbaik sangka pada orang yang beriman. Perangilah kedengkian jangan sampai selama Ramadhan ini dilanda dengan kedengkian, kedendaman yang tidak diharapkan oleh Allah. Upayakanlah semuanya bersih lahir batin, harta benda bersih, pikiran bersih. Insya Allah akan menambah keberkahan Ramadhan ini.
    Dan yang terakhir, bulan Ramadhan ini adalah bulan kualitas. Karena ramadhan adalah bulan yang berkualitas diantara bulan-bulan yang lain. Hari-harinya adalah hari-hari berkualitas, berharga tinggi dihadapan Allah, jam demi jam maupun detik demi detik berharga sangat tinggi dihadapan Allah oleh karena itu tidak patut kita melakukan apapun kecuali yang sangat berharga. Jangan pernah kita berbicara kecuali dengan kata-kata yang berharga.
    Jangan melihat kecuali yang berharga. Jangan mendengar kecuali suara-suara yang berharga. Jangan berpikir kecuali memikirkan yang berharga. Jangan pula melangkah kecuali kaki ini dilangkahkan ke tempat-tempat yang berharga dalam pandangan Allah. Cobalah lakukan segalanya dengan niat berharga hanya karena Allah semata.
    Sungguh bila kita mengisi Ramadhan ini dengan aneka amal ibadah seperti yang diuraikan di atas. Insya Allah dengan karunia Allah, di akhir Ramadhan tahun ini kita akan sebagai seekor kupu-kupu yang keluar dari kepompong dengan sangat indahnya, kepompong Ramadhan, subhanallah.


++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya Al-Qur'an. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur'an. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "
Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi. Allah pun bersifat Maha Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya berlipat ganda pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, juga paling mulia, paling berani dan amat sempurna dalam segala sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan Tuhannya berlipat ganda pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang dapat diambil dari berlipatgandanya kedermawanan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan :
Bahwa kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan amal kebaikan.
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa taat, agar memperoleh pahala seperti pahala mereka; sebagaimana siapa yang membekali orang yang berperang maka ia memperoleh seperti pahala orang yang berperang, dan siapa yang menanggung dengan balk keluarga orang yang berperang maka ia memperoleh pula seperti pahala orang yang berperang. Dinyatakan dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul Qadar Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat kasih, maka barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha Pemurah kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis dengan amal perbuatan.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk Surga. Dinyatakan dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh di Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka berdirilah kepada beliau seorang Arab Badui seraya berkata: Untuk siapakah ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah? jawab beliau: "Untuk siapa saja yang berkata baik, memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata, hadits ini gharib)
Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi orang mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan baik. Karena pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor dan perbuatan keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan pelakunya kepada Allah Ta 'ala.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat menghapuskan dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika ditambah lagi shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana perisai dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.) Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api Neraka"
Dan dalam hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sedekah dan shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api" (Hadist riwayat At-Tirmidzi dan katrrnya. "Hadits hasan shnhih. "
Dalam puasa, tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan puasa dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang mesti dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah, memberikan dan membantukannya kepada orang lain. Untuk itu disyari'atkan baginya memberi hidangan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat disukainya, maka hendaknya ia membantu orang lain dengan makanan tersebut, agar ia termasuk orang yang memberi makanan yang disukai dan karenanya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat makanan dan minuman yang dianugerahkan kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh nikmat ini hanyalah dapat diketahui nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua). Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Indahnya Ramadhan

Saat buletin ini sampai di tangan para pembaca yang budiman, Ramadhan tengah memasuki akhir minggu kedua. Itu artinya, hampir separuh puasa Ramadhan telah kita lalui. Dengan demikian, Ramadhan tinggal separuh lagi. Orang yang memahami indahnya bulan Ramadhan tentu akan merasa sangat bersedih, betapa hari-hari puasa seakan cepat sekali berlalu. Rasanya baru kemarin kita memulai, tak terasa, sekarang sudah berjalan separuh. Tentu sebentar lagi pula, Ramadhan dengan segenap keindahan, keberkahan, dan kemuliaannya akan meninggalkan kita. Bila umur kita panjang, tahun depan atau 11 bulan lagi kita baru akan bertemu lagi dengan bulan Ramadhan.

Ramadhan Bulan Ampunan
Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah Allah SWT membuka peluang lebar-lebar bagi kita untuk membersihkan dosa dan kesalahan yang selama ini dilakukan asal kita melaksanakan puasa Ramadhan dengan landasan iman dan ikhlas serta tidak melakukan dosa-dosa besar. Tentang hal ini, Nabi menyatakan:

Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan landasan iman dan ikhlas akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Ahmad).

Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan menghapus dosa di antaranya selama dosa-dosa besar dijauhi. (HR Muslim).

Saking bersihnya kita dari dosa, sekeluar kita dari Ramadhan, kuta digambarkan bagaikan baru dilahirkan kembali oleh ibu kita.

Siapa saja yang berpuasa dan shalat malam (tarawih) karena iman dan ikhlas akan keluar dari dosanya seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya. (HR Ibn Majah dan al-Baihaqi).

Begitu mudahkah Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita? Jawabnya, ya. Yakinlah, Allah SWT pasti akan menerima tobat kita.

Sesungguhnya Allah pasti menerima tobat hamba-Nya selama belum mengalami sakratulmaut. (HR at-Tirmidzi).

Bahkan dalam hadis yang lain dijelaskan bahwa Allah SWT sesungguhnya sangat bergembira menyaksikan hambanya yang-meski berlumuran dosa-datang untuk bertobat lebih bergembira dibandingkan dengan orang yang dalam perjalanan di padang pasir menemukan kembali ontanya yang penuh perbekalan, yang sebelumnya hilang.

Muslim yang baik bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, karena itu tidak mungkin. Sudah menjadi tabiat manusia melakukan kesalahan dan kekhilafan. Di samping dorongan hawa nafsu dan tarikan lingkungan juga karena memang setan telah berjanji akan terus menggoda manusia. Akan tetapi, kata Nabi, sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang bersegera bertobat.

Setiap manusia berbuat kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertobat. (HR Ad-Darimi).

Jadi, sudahkan Anda bertobat? Alhamdulillah bila sudah. Salah satu syarat tobat kita diterima Allah adalah, seperti dalam ayat di atas, kita berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan itu. Di sinilah peran penting puasa yang disebut Nabi bagaikan benteng untuk kita tidak melakukan kesalahan.

Puasa bagaikan benteng (yang mencegah perbuatan keji dan mungkar). (HR al-Bukhari).

Kemuliaan Ramadhan
Ramadhan memang bulan mulia. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Dalam bulan Ramadhan pula diturunkan al-Quran sebagai petunjuk hidup manusia, penjelas dan pembeda antara yang haq dan yang batil.

Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, penjelas dari petunjuk itu, dan pembeda. (QS al-Baqarah [2]: 185).

Begitu banyak pujian Allah untuk bulan Ramadhan dan keistimewaan yang diberikan Allah untuk orang-orang yang berpuasa. Berbeda dengan ibadah yang lain, puasa dinyatakan untuk Allah sendiri:

Setiap amal manusia untuknya kecuali puasa. Puasa untuk-Ku dan Aku yang akan membelasnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Bahkan dikatakan, bau mulut orang yang berpuasa (dan itu wajar karena seharian tidak kemasukan makanan atau minuman) ternyata pada sisi Allah lebih harum daripada bau minyak kesturi.

Sungguh, demi Zat yang jiwa Muhammad berada dal;am genggaman-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada Hari Kiamat darpada wangi minyak kesturi. (HR Muslim).

Dalam bulan Ramadhan, Allah yang Maha Pemurah menjadi lebih pemurah lagi. Dilipatkangandakan-Nya perhitungan pahala orang yang berbuat kebajikan. Siapa saja yang melakukan ibadah sunnah dihitung melakukan kewajiban dan yang melakukan kewajiban dilipatkangandakan pahalanya 70 kali dibandingkan dengan melakukan kewajiban di luar bulan Ramadhan.

Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dengan kebajikan (sunnah), dinilai sama melakukan fardhu di bulan lain. Siapa saja yang melakukan fardhu, dinilai 70 kali melakukan fardhu di bulan lain. (HR Ibn Khuzaimah).

Bahkan Allah juga akan menambah rezeki orang-orang beriman di bulan puasa ini.

Sesungguhnya engkau akan dinaungi bulan yang senantiasa besar lagi penuh berkah, bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Ramadhan adalah bulan sabar dan sabar pahalanya surga. Ramadhan adalah bulan pemberian pertolongan dan bulan Allah menambah rezeki orang Mukmin. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dikatakan juga bahwa puasa memberikan kebahagiaan kepada yang melakukan, yakni ketika berbuka dan ketika bertemu Allah SWT kelak.

Untuk orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: ketika berbuka, ia senang dengan bukanya; ketika berjumpa dengan Allah kelak, ia senang dengan puasanya. (HR Muslim).

Benar sekali. Sepanjang hidup kita, tak terhitung sudah kita makan berbagai makanan. Akan tetapi, mengapa setiap berbuka, kita merasakan sesuatu yang berbeda. Ada perasaan lega, syukur, nikmat dan bahagia yang tak terkatakan. Semua itu tentu hanya bisa dirasakan oleh orang yang menjalankan puasa. Tidak aneh, saat berbuka adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh siapapun yang berpuasa.

Tentang kebahagiaan kedua, yakni saat bertemu dengan Allah, Nabi menyatakan bahwa puasa akan memberikan syafaat (pertolongan) kepada yang melakukannya dan menghindarkannya dari jilatan api neraka.

Puasa dan al-Quran akan memberi syafaat pada Hari Kiamat. Berkata Puasa, “Ya Tuhan, Engkau larang hamba-Mu makan dan memuaskan syahwat pada siang hari, dan sekarang ia meminta syafaat padaku karena itu.” (HR Ahmad).

Tidak berpuasa seorang manusia satu hari dalam jihad fi sabilillah kecuali dengan itu Allah menghindarkan dirinya dari neraka selama tujuh puluh tahun. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Tentang indahnya bulan Ramadhan, Nabi yang mulia mengatakan:

Seandainya manusia mengetahui kebaikan-kebaikan bulan Ramadhan, niscaya mereka mengharapkan sepanjang tahun adalah bulan Ramadhan. (HR Ibn Abi Dunya).

Bagaimana dengan kita, apakah juga mengharapkan sepanjang tahun menjadi bulan Ramadhan?

Dapat Apa?
Pertanyaan penting setelah kita melaksanakan puasa Ramadhan sekian hari lamanya adalah, apa yang sudah kita dapatkan dari puasa kali ini? Jawabannya tentu berpulang pada bagaimana kita memaknai puasa Ramadhan itu sendiri. Bila puasa dimaknai sekadar tidak makan dan minum serta tidak melakukan yang membatalkan puasa, tentu hanya itu pula yang bakal didapat. Puasa memang merupakan ibadah dalam bentuk tidak mengkonsumsi makanan dan minuman serta tidak melakukan hal yang membatalkan puasa pada siang hari Ramadhan. Itu betul. Akan tetapi, Nabi sendiri menyatakan:

Bukanlah puasa dari sekadar menahan makan dan minum tapi puasa yang sesungguhnya adalah menahan dari laghwu dan rafats. (HR Ibn Khuzaimah).

Itu menunjukkan bahwa ada makna yang lebih dalam dari sekadar menahan lapar dan dahaga.

Selama puasa, kita dilarang makan dan minum serta berhubungan seksual dengan istri atau suami kita. Padahal, makanan dan minuman itu halal, serta suami atau istri pun juga halal. Ternyata, dengan tekad dan kemauan yang besar, kita bisa. Nah, bila untuk menjauhi yang halal saja bisa, mestinya dengan tekad yang sama, semua perkara yang haram, lebih bisa lagi kita ditinggalkan.

Puasa Ramadhan memang adalah bulan riyâdhah (latihan) untuk meningkatkan kemauan kita untuk taat kepada aturan Allah. Bila berhasil, kelak di penghujung bulan Ramadhan kita benar-benar bisa disebut muttaqîn (orang yang bertakwa), yakni orang yang mempunyai kemauan yang kuat untuk senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Artinya, semestinya pada bulan lain setelah Ramadhan, kita menjadi lebih taat kepada syariat-Nya.

Lalu, mengapa kenyataannya tidak demikian? Tetap saja, kemaksiatan terjadi di mana-mana. Karena negeri ini rakyatnya mayoritas Muslim, pelaku kejahatan juga tentu kebanyakan Muslim. Pelacuran dan perjudian marak di mana-mana; pornografi dan pornoaksi tetap saja terjadi; korupsi makin menjadi-jadi; dan sebagainya. Jika demikian, mana pengaruh puasa yang setiap tahun dilaksanakan?

Kita ternyata memang selama ini kurang peduli terhadap esensi ibadah. Shalat rajin, maksiat juga rajin. Haji ditunaikan, korupsi digalakkan. Bacaan al-Quran dilombakan, tetapi ajarannya dilecehkan. Benarlah kata Nabi:

Betapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan betapa banyak orang yang menghidupkan malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali begadangnya saja. (HR Ibn Majah).

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Countdown to Ramadhan "Bulan Penuh Ampunan"

Tak terasa waktu begitu cepat verlalu, tak terasa kita kita akan segera memasuki bulan ramadhan. Ada yang menyambutnya dengan gembira karena merasa ini adalah momentum terbaik bagi gugurnya dosa, meningkatnya harga pahala dan tersambungnya kembali jalinan silaturahim. Bulan penuh berkah, bulan penuh rahmah, bulan kembali kepada alquran dan ibadah. Seandainya setiap bulan adalah Ramadhan.

Di sisi lain ada juga sebagian dari kita yang biasa-biasa saja menyambut Ramadhan, tidak ada yang istimewa. Padahal Rasulullah SAW, mengajarkan kita untuk berdoa agar bisa disampaikannya pada bulan ramadhan.

Ya Allah berkatilah kami di bulan Rajab, berkatilah kami di bulan Sya'ban dan ijinkanlah kami untuk bertemu dengan bulan Ramadhan. Subhanallah, itulah keistimewaan Ramadhan sampai-sampai Rasulullah meminta seperti itu. Karena kita tidak tahu, apakah masih ada umur kita sampai ke bulan penuh berkah itu?

Terkait dengan itu, adakah kita sudah mempersiapkan diri menyambutnya? Setidaknya ada beberapa persiapan yang harus kita lakukan, diantaranya: persiapan fisik (jasadiyah), mental (aqliyah), spiritual (ruhiyah), dan silaturahim.

1. Persiapan Fisik (Jasadiyah)


Puasa terkait dengan menahan makan dan minum, oleh karena itu tubuh yang sehat dan kuat sangat dibutuhkan pada bulan puasa. Sangat disarankan untuk tidak melakukan kegiatan yang membahayakan fisik kita sebelum ramadhan sehingga tidak terjadi hal-hal yang menyebabkan tubuh kita sakit dan lemah.

Pola makan kita di luar bulan puasa akan mempengaruhi fisik kita di awal Ramadhan, bagi yang tidak terbiasa berpuasa biasanya mengalami pusing-pusing. Beruntung bagi yang sudah terbiasa puasa sunnah, hanya tinggal melanjutkan kebiasaannya.

2. Persiapan Ilmu (Aqliyah)


Amal tanpa ilmu akan sia-sia. Ilmu yang terkait dengan menjalankan ibadah puasa cukup luas dan literatur bacaan mengenai puasa sudah banyak diterbitkan. Ada Fiqih Sunnah karya Sa'id Hawwa, Fiqih Puasa karya Sayyid Quthb dan masih banyak lagi. Dengan membaca buku-buku tersebut, Insya Allah pemahaman kita tentang puasa akan lebih baik dan benar.

3. Persiapan spiritual (ruhiyah)


Berapa banyak orang yang puasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga? Itu dikarenakan puasanya tidak memiliki nilai spiritual sehingga ketika dia berpuasa pada hakekatnya hanya menahan lapar dan haus saja, tapi jiwanya tidak ikut berpuasa. Hatinya masih penuh dengki, hasad, hasud, iri, dendam bahkan pikirannya masih kotor. Seperti kita semua ketahui, puasa adalah ibadah istimewa karena memiliki nilai tarbiyah (pembinaan) langsung dari sang Khalik. Secara fisik bisa saja kita terlihat berpuasa tapi secara spiritual (ruhiyah) amat sulit menilainya, ia hanya bisa dirasakan oleh si pelaku puasa dan Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karenanya, sangat disarankan untuk membersihkan hati kita dari berbagai macam penyakit hati. Perbanyak dzikir dan shalat sunnah, menjaga pandangan, lidah dan pikiran.

4. Silaturahmi


Salah satu keberkahan dari bulan suci Ramadhan adalah silaturahim. Sebaiknya untuk meringankan beban dosa kita terhadap sesama, mohonkanlah maaf kepada saudara, sahabat, keluarga dan rekan kita, sehingga pada saat memasuki bulan puasa diri kita menjadi lebih ringan menjalaninya.

Dari semua persiapan di atas ada satu hal penting yang harus juga kita lakukan, yaitu: manajemen waktu ibadah. Waktu ibadah di bulan suci ini harus kita siasati. 10 hari terakhir adalah waktu kita untuk i'tikaf, oleh karena itu aktivitas pada saat itu harus kita atur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu i'tikaf. Belanja bisa kita lakukan di awal Ramadhan, sembako bisa kita siapkan dari sekarang. Bagi pekerja yang pada saat itu masih harus bekerja dapat ber-i'tikaf di malam harinya. Jadi upayakan setiap waktu yang kita pakai di bulan Ramadhan nanti membuahkan pahala kebaikan buat kita, terjaganya ibadah kepada Allah dan makin mendekatkan diri kita kepada-Nya.

Insya Allah jika kita mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya kita akan mendapatkan hikmah dan berkah dari Ramadhan. Sudah sepatutnya kita berjuang meraih kemenangan Ramadhan. So, let's countdown to Ramadhan

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya) yang Kemudian. "
"Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan -ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu. "
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda:
"Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua konotasi :
    • Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
    • Kedua : Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat nashuha (taubat yang semurni-murninya).
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini yakni puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada malam Lailatul Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa yang telah lampau, dengan syarat meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu di dunia atau ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri, minum arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang tua, memutuskan tali keluarga dan memakan harta anak yatim secara zhalim dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu) dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga). "(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya secara sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa yang curang dalam pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas untuknya. Jika Neraka Wail diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di dunia, bagaimana halnya dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas memperhatikan dan mementingkan diterimanya amal tersebut dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah orang-orang yang diganjar sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan hatinya selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah) selama 6 (enam) bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian berdo'a lagi selama 6 (enam) bulan berikutnya agar semua amalnya diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan Ramadhan oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan tersebut, maka sangatlah merugi. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul Qadar, bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan berdo'a serta mohon ampunan dalam bulan mulia ini merupakan sebab diberikannya ampunan, jika tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang, seperti meninggalkan kewajiban ataupun melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang muslim melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan tiada sesuatu pun yang menjadi penghalang baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah Ta 'ala berfirman :
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. " (Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatnya ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shalih yang dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan tuntunan As-Sunnah dan senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)." (AI-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam larinya, pertolongan-Nya terhadap mereka dalam nelaksanakan puasa tersebut, ampunan atas segala dosa dan pembebasan dari api Neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka untuk memperbanyak dzikir, takbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu , bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa –demikian halnya kita semua, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatan-perbuatan jelekmu. Alangkah banyak orang sepertimu yangdibebaskan dari Neraka dalam bulan ini, berprasangka baiklah terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala dosamu, karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan seseorang pun melainkan karena ia membinasakan dirinya sendiri. Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagri Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan ampun), karena istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan; seperti shalat, haji dan shalat malam. Demikian pula dengan majlis-majlis, sebaiknya ditutup dengannya. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir maka istighfar adalah pengukuh baginya, namun jika majlis tersebut tempat permainan maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


19 Tanda Gagal Ramadhan

Di bulan Ramadhan, pintu neraka ditutup dan pintu syurga dibuka lebar-lebar. Namun banyak orang gagal mendapatkan kemuliaannya. Di bawah ini kiat-Kiat menghindarinya gagalnya Ramadhan

1. Kurang melakukan persiapan di bulan Sya’ban.


Misalnya, tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan puasa sunnah Sya’ban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha berkata, ”Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Sya’ban.”

2. Gampang mengulur shalat fardhu.


“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih.” (Maryam: 59)

Menurut Sa’id bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.

3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.


Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Al-Anbiya:90)

“Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya.” (Hadits Qudsi)

4. Kikir dan rakus pada harta benda.


Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.

Mendekat kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala, akan menguatkan sifat utama kemanusiaan (Insaniyah).

5. Malas membaca Al-Qur’an.


Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an.

“Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an.” (HR Baihaqi)

Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.

6. Mudah mengumbar amarah.


Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda: “Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”

Dalam hadits lain beliau bersabda: “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

7. Gemar bicara sia-sia dan dusta.


“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)

Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata: “Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia.” (Al Muhalla VI: 178) Ciri orang gagal memetik buah Ramadhan kerap berkata di belakang hatinya. Kalimat-kalimatnya tidak ditimbang secara masak: “Bicara dulu baru berpikir, bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru diucapkan.”

8. Memutuskan tali silaturrahim.


Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda: “…Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya…” Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.

Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.

9. Menyia-nyiakan waktu.


Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah Swt dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main.

“Allah bertanya: ‘ Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi?’

Mereka menjawab: ‘Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’

Allah berfirman: ‘Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. "Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai ‘Arsy yang mulia.” (Al-Mu’minun: 112-116)

Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.

10. Labil dalam menjalani hidup.


Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah Saw:

“Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya.” (HR Ahmad, Nasa’i, Baihaqi dari Abu Hurairah)

Bila seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram, perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.

11. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.


Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan ‘amar ma’ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.

12. Khianat terhadap amanah.


Shiyam adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya kelak.

Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah. Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari manusia.

13. Rendah motivasi hidup berjama’ah.


Frekuensi shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah, yang saling menguatkan.

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaf: 4) Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjama’ah.

14. Tinggi ketergantungannya pada makhluk.


Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.

15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.


Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai pecundang.

16. Tidak mencintai kaum dhuafa.


Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah. Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti Anda perlu segera instrospeksi.

17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.


Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.

“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)

18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.


Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelah Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati.

Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.

19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.


Secara harfiah makna Idul Fitri berarti “hari kembali ke fitrah”. Namun kebanyakan orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari “penjara” Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Ramadhan Bulan Tarbiyah


Allah telah mewajibkan atas orang-orang beriman satu bulan penuh dalam perjalanan hidupnya selama setahun untuk bercermin melihat wajah bathinnya, membenahi diri dan orientasi hidupnya di hadapan Allah. Allah juga ingin agar kita membongkar timbunan hubbud-dunya agar terbebas dari belenggu dunia menuju akhirat dan menyibak cakrawala iman yang luas membentang.
Sebagaimana kita ketahui, bulan yang dimaksud adalah bulan Ramadhan. Dengan keistimewaan rahmah pada awalnya dan dibebaskan dari api neraka pada akhirnya, tiada hari di sepanjang bulan ini, melainkan dipenuhi dengan nur, maghfiroh dan ditempatkan di atas anak tangga keimanan yang paling tinggi, agar kita dapat mencapai derajat taqwa. Karena itulah umat Islam menghormati dan mengagungkan bulan Ramadhan hari demi hari, dengan harapan mereka dapat memperoleh rahmat, ampunan dan terbebas dari api neraka.
Rugilah orang-orang yang keluar dari bulan ini dengan tangan hampa, tanpa membawa keampunan, semangat baru dan cahaya ma`rifatullah. Rugilah orang-orang yang melewati bulan ini hanya dengan lapar dan haus saja. Dan lebih rugi lagi mereka yang tidak dikembalikan kepada fithrah, dibebaskan dosa-dosanya.
Bulan Ramadhan juga merupakan bulan penempaan diri manusia, karena dalam bulan ini kita lebih mengintensifkan untuk mentarbiyah ruhi, sekalipun terhadap hal-hal yang telah dihalalkan Allah. Dus, apalagi hal-hal yang diharamkan olehNya. Karena itu puasa tidak hanya sekedar menahan lapar dan haus saja, tapi juga menjaga seluruh panca indera kita dari hal-hal yang dilarang Allah, menjaga hati kita agar tak tersibukkan dengan memikirkan urusan-urusan duniawi saja, menjaga mata hati kita agar selalu ingat untuk berdzikir kepada Allah dan tidak dilalaikan oleh hal-hal yang dapat menjauhkan kita dariNya. Namun sebaliknya, didekatkan pada aktivitas-aktivitas yang dapat mendekatkan diri kita kepadaNya. Meluruskan kembali niat kita, bahwa segala aktivitas yang kita lakukan adalah dalam rangka mengharap ridhoNya, bukan karena lainnya. Entah itu popularitas, nama baik atau hal-hal lainnya yang dapat merusak keikhlasan kita. Sehingga amalan kita dapat diterima di sisi Allah.
Kekalahan mental (Inhizamur ruh) atau patah semangat merupakan fenomena yang sangat berbahaya dalam kehidupan `amal Islami. Penyakit ini tidak hanya mengakibatkan loyo, tak bersemangat atau apatis, tetapi juga dapat melemahkan bahkan bisa jadi melumpuhkan gerakan. Karena itu `amal Islami harus selalu tanggap terhadap kemungkinan munculnya gejala penyakit ini dan harus dapat mengantisipasinya secara cepat. Bahkan diperlukan tindakan-tindakan prefentif untuk menghindari kemunculan gejala penyakit ini dikalangan pendukung dakwah. Islam, dalam Al-Quran dan Al-Sunnah, banyak menekankan pentingnya sisi pembinaan ruhiyah bagi setiap muslim. Sebab dengan pembinaan ruhiyah yang baik, mentalitas seorang muslim menjadi kuat, potensi gerakannya berkembang pesat, aktifitasnya meningkat terus dan mampu memikul beban dan tugas-tugas dakwah secara baik. Selain itu ia dapat merasakan nikmatnya iman, zuhud terhadap dunia dan pesonanya, ikhlas dalam beramal, dan ruhaninya penuh vitalitas karena bergizi cukup. Tetapi jika seorang aktivis menelantarkan pendidikan ruhaninya dan membiarkannya tidak terbina dengan baik maka sangat mungkin ia akan terserang penyakit ruhani bahkan tidak mustahil menyebabkan terjadinya inhizamur ruh (kekalahan mental).
Karena itu dalam bulan ini Allah hendak menempa iman orang-orang yang beriman, sehingga naik ke derajat taqwa. Dan bulan Ramadhan merupakan sarana penggodokan mentalitas dan jiwa orang-orang mukmin. Sehingga diharapkan setelah Ramadhan berakhir iman kita telah diperbarui kualitasnya, dikembalikan kepada fithrahnya. Dan hal ini tentunya tak akan tercapai bila kita tidak memahami makna puasa dengan sesungguhnya. Karena puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus saja, tapi juga menjaga hati dan seluruh anggota tubuh lainnya dari hal-hal yang diharamkan Allah. Karena itulah Rasulullah dalam salah satu haditsnya mengatakan bohong/dusta.
Dengan terjaganya hati dan seluruh anggota tubuh kita dari hal-hal yang dilarang Allah, maka akan membuka mata hati kita untuk mengingat alam akhirat. Setelah kita memiliki qosdul akhirah (kecenderungan pada akhirat), maka akan terjauhlah dari sikap hubbud-dunya, karena keduanya tak mungkin berkoeksistensi dalam hati seorang mukmin. Dan bila seseorang sudah terpaut dengan akhirat, maka nafsu dunia menjadi kecil di hadapannya. Dengan shoum, maka nafsu akan terasa ringan/enteng. Rasulullah melukiskan betapa dekatnya jarak antara orang yang shoum dengan malaikat, sampai-sampai mereka dapat mencium bau mulutnya yang melebihi harumnya minyak wangi. Dengan demikian maka kualitas imannya akan naik ke tingkat zuhud yang merupakan anak tangga pertama ke ketinggian ruhi di sisi Allah.
Dengan memiliki sikap zuhud, akan mudahlah bagi kita untuk beramal dan berkorban di jalanNya. Orang yang bersikap zuhud tak akan mengambil dunia untuk dunia itu sendiri, tapi mengambil hanya sekedar yang diperlukan baginya. Seperti yang telah dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabat. Karena itulah, mari kita berpuasa dengan sebenar-benarnya puasa. Sehingga setelah puasa berakhir, kita bisa merasakan peningkatan iman kita, dibersihkan dari dosa-dosa dan dikembalikan ke dalam fithrah.
Dalam bukunya Ihya Ulumuddin, Al-Gazali mengatakan ada 6 perkara yang perlu diperhatikan dalam kita berpuasa:

1.      Menahan pandangan dan menjaga hati dari lalai mengingat Allah. Sebagaimana dikatakan Rasulullah, pandangan adalah panah beracun dari iblis. Barangsiapa yang meninggalkan pandangan karena takut pada Allah, maka akan didatangkan oleh Allah kemanisan iman dalam hatinya. (dirawikan Al-Hakim dari Huzaifah dan shahih sanadnya)
2.      Menjaga lidah dari perbuatan yang sia-sia dan berdusta/berbohong. Kalau menahan diri dari makanan dan minuman yang dihalalkan merupakan aspek zhohir dari shoum, maka menahan diri dari ucapan yang diperbolehkan merupakan makna shoum yang sesungguhnya. Sebagaimana dilukiskan Allah dalam QS.19:26. Ucapan Maryam seperti yang telah diabadikan Al Quran ini menunjukkan betapa beliau memahami makna shoum yang sebenarnya. Dengan tidak berbicara sama sekali, Maryam terhindar dari perkataan yang tidak berfaedah. Hal ini juga menunjukkan tingkat kemuliaan seseorang, sebagaimana yang telah dianugerahkan Allah kepada Nabi Zakaria. Lihat QS. 19:7&10.
3.      Mencegah pendengaran kita dari mendengar hal-hal yang dilarang Allah maupun yang bersifat makruh.
4.      Mencegah anggota-anggota tubuh yang lain dari segala hal yang membawa dosa. Demikian juga makanan dan minuman yang subhat ketika berbuka.
5.      Tidak berlebih-lebihan sewaktu berbuka puasa. Seperti yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah bahwa kita berhenti makan sebelum kenyang. Maka bagaimanakah dapat memperoleh faedah puasa dan menundukkan hawa nafsu bila diperoleh oleh yang berpuasa ketika berbuka, apa yang tidak diperolehnya pada siang hari? Bahkan kadang-kadang bertambah lagi dengan berbagai macam makanan, sehingga berjalanlah kebiasaan dengan menyimpan segala macam makanan di bulan Ramadhan. Padahal puasa merupakan sarana latihan untuk bersikap pertengahan dan sederhana dalam segala hal. Karena bila perut kenyang, akan memperberat ibadah. Sebaliknya, bila makan sekedar apa yang diperlukan tubuh agar kuat beribadah, maka akan jernihlah hati dan ringan untuk mengerjakan ibadah. Sehingga dengan demikian kita berharap dapat dibuka untuk memandang alam yang tinggi. Dan malam lailatul qodar adalah malam yang terbuka padanya suatu dari alam malakut. Sebagaimana difirmankan Allah dalam QS.Al-Qadr ayat 1, yang artinya "Sesungguhnya Al-Quran kami turunkan pada malam lailatul qodar". Dan bila kita masih menjadikan antara hati dan dadanya, tempat penyimpan makanan, maka akan terhijab dari padaNya. Sedang mengosongkan perut saja belum mencukupi untuk mengangkat hijab, sebelum cita-citanya atau tujuan hidupnya kosong selain dari Allah. Dan itulah intinya. Dan pangkal dari semuanya ialah menyedikitkan makanan.
6.      Sesudah berbuka, hatinya bergantung dan bergoncang antara takut dan harap, karena tidak mengetahui apakah puasanya diterima atau ditolak. Dan hendaklah hal ini dilakukan pada akhir tiap-tiap ibadah yang dikerjakan. Karena itu, marilah kita berupaya agar dapat berpuasa dengan sebenar-benarnya puasa, sehingga ruh keimanan kita akan naik, menjenguk alam malakut dan terbuka kerinduan pada alam akhirat. Itu sebabnya, Allah memberikan pujian kepada para Nabi-NabiNya, karena mereka selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat. Firman Allah dalam QS. Shod: 45-47. Artinya: "Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya*qub yang telah melakukan kerja besar dan memiliki ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka (menganugerahkan mereka akhlak yang tinggi) yaitu selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar- benar termasuk orang-orang pilihan Kami yang terbaik".

            Allah juga membedakan ibadah shoum dari lainnya. Pada ibadah shoum Allah justru melarang malaikat untuk mencatat pahala ibadahnya. Kalau setiap kebaikan dibalas 10 kali lipat bahkan 700 kali lipat, maka untuk shoum, kataNya: "Kecuali shoum, maka yang ini untukKu dan Aku yang membalasnya".
            Allah juga memberitahukan kepada orang yang shoum tentang kelebihan yang dimilikinya. Pertama, kebahagiaan ketika menjelang berbuka, yang kedua adalah kebahagiaan ketika berjumpa dengan Sang Pencipta. Kalau bertemu dengan orang terkenal dan penting saja, kita merasa bahagia maka bagaimana halnya jika bertemu dengan Yang Maha Terkenal dan Maha Penting?
            Tentu saja besar kecilnya kebahagiaan seseorang bertemu dengan Sang Pencipta berbanding lurus dengan sejauhmana ia mengenal Allah (ma`rifatullah) dan seberapa penting arti Allah bagi dirinya. Tentunya, semakin dalam keimanan seseorang, semakin jauh ia mengenal Allah dan semakin penting arti Allah bagi dirinya.
            Demikianlah makna shoum secara ruhiyah. Marilah kita berusaha semaksimal mungkin untuk berusaha mencapainya agar kita dapat termasuk dalam deretan para Ash-Shiddiqie, Syuhada dan Sholihin. Sungguh, apakah ada nilai yang lebih tinggi dari ini?
            Dari segi tarbiyah jasmaniyah, dalam shoum terkandung nilai-nilai kesehatan yang telah diketahui dan belum diketahui orang. Sementara itu ilmu kedokteran masih terus berusaha untuk menangkap dan mengungkap tabir-tabir rahasia tersebut. Hal ini menunjukkan betapa Allah tau persis tentang masalah kita, yang Dia sendiri tidak memiliki keperluan terhadap hal tersebut. Kitapun baru mengetahui manfaatnya setelah ilmu kedokteran dan kesehatan mengungkapnya.
            Dengan demikian shoum merupakan sarana terapi/ pengobatan bagi kesehatan jiwa dan juga badan, yang harus dilakukan dengan sepenuh hati tanpa terlebih dahulu menunggu hasil pembuktian-pembuktian medis tentang hal itu. Sementara masih banyak lagi tabir lain yang belum dapat diungkap atau ditembus. Hanya Sang Penciptalah yang mengetahui semua itu.
            Sejarah Islam telah membuktikan bahwa shoum tidak mengurangi bobot kekuatan fisik kaum muslimin. Hal ni dibuktikan dengan kenyataan bahwa perang Badr dan Fathu Mekkah terjadi di bulan Ramadhan.
            Sebaliknya, goyahnya kaum muslimin dalam perang Uhud, bukan dikarenakan kelemahan mereka dan kekuatan ketangguhan pasukan kuffar, namun terletak pada kesalahan kaum muslimin sendiri. Penyakit hati, kaburnya tujuan, silang pendapat dalam tubuh barisan, indisipliner terhadap perintah (Rasul), kecenderungan dunia yang lebih dominan daripada akhirat lah yang menjadi biangnya. Lihat QS. 3:152.
            Demikianlah pasukan muslim pulang dengan membawa kekalahan berat, setelah terlebih dahulu syetan berhasil menggoyahkan hati mereka. Tertipu oleh dunia dan juga oleh jumlah pasukan mereka yang banyak. Lihat QS.9:25-26.
            Allah tidak akan menurunkan pasukan malaikatNya kepada kelompok yang merasa bangga dengan banyaknya jumlah mereka dan menganggap kemenangan pasti berada di pihak mereka. Terbukti kemudian mereka merasa sempit dan berhasil dipukul mundur oleh musuh-musuh mereka.
Setelah orang-orang mukmin masih setia kepada Rasul yang segera menyerukan, "Aku ini Rosul Allah, tidak berdusta. Aku anak cucu Abdul Muthalib", barulah Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul dan orang-orang yang beriman berupa bala tentara yang tidak mereka lihat.
            Namun sayang, saat ini kita menyaksikan hal yang berbeda. Shoum menurunkan produktivitas seseorang. Baik dia bekerja sebagai kuli, petani atau pedagang. Bahkan pekerjaan-pekerjaan tersebut dijadikan alasan untuk meninggalkan shoum. Padahal kalau shoum memang melemahkan kekuatan fisik manusia, tentu Allah tidak akan mensyariatkannya, dan pasti orang-orang beriman dahulu tidak akan sanggup bertempur pada hari Badr dan pada saat Fathu Mekkah yang semuanya berlangsung di bulan Ramadhan. Semuanya ini dikarenakan kurangnya iman, kerancuan berpikir, dominasi dunia dalam hati (hubbud-dunya) dan dominasi syetan dalam mengikis sisa-sisa iman orang-orang mukmin.
            Nah, marilah kita sambut bulan Ramadhan dengan sepenuh hati. Kita jaga seluruh jiwa kita, hati dan panca indera serta anggota tubuh lain dari hal-hal yang dapat merusak nilai-nilai ibadah shoum kita. Hari-harinya kita penuhi dengan pembacaan dan mentadabburi Al-Quran, serta berusaha mengamalkan isinya. Marilah kita sambut bulan penuh rahmah ini. Kita hadapkan hati dan pikiran pada Allah, sehingga kita keluar dari bulan ini dengan membawa ampunan dari Allah, dikembalikan kepada fitrah. Dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan ! Semoga !


+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Aktivitas di bulan Ramadhan

  1. Berpuasa
    Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, artinya: "Setiap amal baik manusia akan dibalas sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat." Allah Ta'ala berfirman: "(Kecuali puasa), amal ibadah ini khusus untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Karena ia telah meninggalkan syahwat makan dan minumnya karena Aku." Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika menemui Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi." (HR Al Bukhari dan Muslim) 
  2. Qiyamullail
    Ia merupakan tradisi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat. Dalam sebuah riwayat, Nabi pernah bersabda: "Barang siapa shalat malam dibulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampunilah dosanya yang telah lalu." (HR.Al Bukhari dan Muslim). Aisyah Radhiallaahu 'anha pernah menceritakan bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat malam, dan jika sakit atau kelelahan beliau shalat dengan duduk.   Qiyamullail (tarawih) di bulan Ramadhan ini sebaiknya dilakukan dengan berjamaah agar tercatat sebagai orang yang melakukan qiyamullail (secara sempurna), sebagaimana disebutkan dalam hadits, artinya: "Barang siapa yang mendirikan shalat malam bersama dengan imam sampai selesai maka dicatat baginya shalat satu malam." (HR penulis As-Sunan) 
  3. Bersedekah
    Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang sangat dermawan, terutama sekali pada bulan Ramadhan. Beliau pernah bersabda: "Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan." (HR At Tirmidzi).   Bentuk sedekah dibulan suci ini ialah dengan memberi makan kepada saudara kita sesama muslim terutama sekali kepada para fakir miskin dan lebih khusus bagi mereka yang taat dalam beragama. Disebutkan bahwa Abdullah Ibnu Umar Radhiallaahuma 'anhu tidak          berbuka kecuali bersama anak-anak yatim dan fakir miskin.   Cara lain bersedekah di bulan Ramadhan ialah dengan memberi buka puasa kepada orang-orang yang berpuasa     secara umum, mengundang mereka berbuka bersama dan lain sebagainya.  
  4. Bersungguh-sungguh dalam membaca Al Qur'an
      Dalam hal ini ada dua poin pokok yaitu:
    1. Memperbanyak bacaan Al-Qur'an
      Supaya lebih cepat atau lebih banyak dalam menghatamkannya, namun tetap harus memperhatikan kaidah bacaan yang benar. Memperbanyak bacaan Al Qur'an ketika bulan Ramadhan merupa-kan amalan Rasulullah, shahabat dan para Imam kaum muslimin.
    1. Menangis ketika membaca Al- Qur'an
      Hal ini dapat tercapai dengan cara benar-benar meresapi, merenungkan dan memahami makna dari ayat-ayat yang kita baca sehingga akhirnya tenggelam dalam pengaruh keagungan Al-Qur'an yang menggetarkan hati. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah mengomentari para ahli shuffah (kaum Muhajirin yang tinggal di Masjid Nabawi) yang menangis karena mendengarkan Al-Qur'an surat An Najm 59-60, beliau bersabda, artinya: "Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah." (HR Al Baihaqi).   
  1. Duduk di masjid hingga terbit matahari
      Rasulullah  bersabda, artinya: "Barangsiapa shalat fajar dengan ber-jama'ah lalu duduk berdzikir (mengingat) Allah sampai terbit matahari, kemudian shalat dua raka'at baginya pahala seperti haji dan umrah yang sempurna, sempurna, sempurna." (HR. At-Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani). Pahala sebesar ini adalah pada hari-hari biasa, maka bagaimana halnya jika itu dilakukan dalam bulan Ramadhan?
  1. I'tikaf (Berdiam di Masjid dalam rangka ibadah)
      I'tikaf merupakan ibadah yang merangkum berbagai macam ketaatan seperti membaca Al Qur'an, shalat, dzikir, doa dan lain sebagainya. Ibadah ini sangat ditekankan pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan untuk mendapat lailatul qadar. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam selalu melakukan i'tikaf pada setiap sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dan pada tahun kewafatannya beliau beri'tikaf duapuluh hari. (Al Bukhari)
 
  1. Umrah di bulan Ramadhan
      Tentang umrah dibulan ini Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, artinya: "Umrah di bulan Ramadhan menyamai (pahala) haji." dalam riwayat lain, "menyamai (pahala) haji bersamaku." (HR Al Bukhari dan Muslim).

 
  1. Berusaha meraih lailatul Qadar
      Keutamaan malam ini sungguh amatlah besar, sebagaimana difirman-kan oleh Allah dalam surat Al Qadr, artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur'an pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan." (QS Al Qadr 1-3)  Nabi juga berusaha untuk mendapatkan lailatul qadar dan memerintahkan para shahabat dan keluarga-nya agar berusaha meraih malam itu.
  1. Memperbanyak dzikir, doa dan istighfar
      Di antara waktu-waktu yang mus-tajab untuk dikabulkannya doa adalah:
    • Ketika berbuka.
    • Sepertiga malam terakhir, ketika Allah turun ke langit dunia dan berfirman, artinya: "Siapa yang memohon akan Aku beri dan siapa yang minta ampun niscaya akan Aku ampuni."
    • Beristighfar di waktu sahur.
Hari Jum'at terutama di akhir siang-nya (menjelang Ashar).


+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

KESALAHAN YANG SERING DILAKUKAN
DI BULAN
R A M A D H A N

Dalam setahun, ada satu bulan yang kedatangannya selalu kita nantikan, ia adalah bulan Ramadhan. Alhamdulillah, bulan yang sangat kita rindukan itu akan tiba. pada bulan ini Allah menumpahkan kebaikanNya untuk segenap hamba-hambaNya yang beriman. Di bulan ramadhan, kedermawanan Nabi Saw lebih deras dari hembusan angin. Para sahabat dan salafus shalih terdahulu selalu berlomba-lomba menumpuk kebaikan dan amal ibadah didalamnya. Namun saat ini, kondisi umat islam sungguh memilukan, mayoritas mereka tak saja lemah untuk diajak berfastabiqul khairat di bulan penuh kemuliaan ini, tapi mereka selalu saja tiap tahun tak siap dengan amalan-amalan yang semestinya mereka lakukan secara benar. Karena itu, redaksi AL-HUJJAH berikut ini menyajikan tulisan tentang berbagai kesalahan yang sering dilakukan di bulan ramadhan. Ditulis oleh seorang ulama yang memiliki perhatian yang sangat intens terhadap bulan ramadhan, diantaranya beliau juga menulis buku "Risalah Ramadhan" (telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, cet. Al-Sofwa), Beliau adalah Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah.

Bulan ramadhan adalah bulan penuh berkah, musim berbagai macam ibadah seperti puasa, sholat, membaca Al-qur’an, bersedekah, berbuat baik, dzikir, do’a, istiqhfar, memohon surga, berlindung dari masuk neraka serta macam-macam ibadah dan amal kebajikan lainnya.
Orang yang beruntung adalah yang menjaga setiap detik waktunya, baik di siang atau malam hari untuk berbagai amal perbuatan yang menjadikannya berbahagia serta lebih dekat kepada Allah, sesuai dengan yang diperintahkan, tanpa menambah atau mengurangi. Karena itu, setiap muslim wajib belajar tentang hukum-hukum puasa.
Sayangnya, tak sedikit orang yang melalaikan masalah ini, sehingga banyak terjerumus pada masalah-masalah. Diantara kesalahan-kesalahan yang jamak (umum) dilakukan orang berkaitan dengan bulan ramadhan adalah :
1. Tidak mengetahui hukum-hukum puasa serta tidak menanyakannya. Pada hal Allah berfirman: "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui."(An-Nahl:43)
Dan Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa dikehendaki baik oleh Allah, niscaya ia dipahamkan dalam urusan agamanya."(Muttafaqun Alaih)
2. Menyambut bulan suci ramadhan dengan hura-hura dan bermain-main. Pada hal yang seharusnya adalah menyambut bulan yang mulia tersebut dengan dzikir dan bersyukur kepada Allah, karena masih diberi umur bertemu kembali dengan bulan ramadhan. Lalu hendaknya ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, kembali kepada Allah serta melakukan muhasabatun nafs (perhitungan dosa-dosa pribadi), baik yang kecil maupun yang besar, sebelum Datang Hari Perhitungan dan Pembalasan atas setiap amal yang baik maupun yang buruk.
3. Sebagian orang, bila datang bulan ramadhan mereka bertaubat. shalat dan puasa. Tetapi jika bulan ramadhan talah berlalu mereka kembali lagi meninggalkan sholat dan melakukan lagi berbagai perbuatan maksiat. Alangkah celaka golongan orang seperti ini, sebab mereka tidak mengetahui Allah kecuali di bulan ramadhan. Tidakkah mereka mengetahui bahwa Tuhan bulan-bulan pada sepanjang tahun adalah satu jua? Bahwa maksiat itu haram hukumnya disetiap waktu? Bahwa Allah mengetahui perbuatan mereka di setiap saat dan tempat?
Karena itu, hendaknya mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha (benar-benar taubat), meninggalkan maksiat serta menyesali apa yang telah mereka lakukan dimasa lalu, selanjutnya berkemauan kuat untuk tidak mengulanginya dikemudian hari. Dengan demikian insyah Allah taubat mereka akan diterima, dan dosa-dosa mereka akan diampuni.
4. Anggapan sebagian orang bahwa bulan ramadhan adalah kesempatan untuk tidur dan bermalas-malas di siang hari, serta untuk bergadang di malam hari. Lebih disayangkan lagi, mayoritas mereka bergadang dalam hal-hal yang dimurkai Allah, berhura-hura, bermain yang sia-sia, menggunjing, adu domba dan sebagainya. Hal-hal semacam ini sangat berbahaya dan merugikan mereka sendiri.
Sesungguhnya hari-hari bulan ramadhan merupakan saksi taatnya orang-orang yang taat dan saksi maksiatnya orang-orang yang ahli maksiat dan lupa diri.
5. Sebagian orang ada yang merasa sedih dengan datangnya bulan ramadhan dan bersuka cita jika keluar dari padanya. Sebab mereka beranggapan bahwa bulan ramadhan akan menghalangi mereka melakukan kebiasaan maksiat dan menuruti syahwat. Meraka berpuasa sekedar ikut-ikutan dan toleransi. Karena itu mereka lebih mengutamakan bulan-bulan lain dari pada bulan ramadhan. Padahal ia adalah bulan penuh barakah, ampunan, rahmat dan pembebasan dari neraka bagi setiap muslim yang melakukan kewajiban-kewajibannya dan meninggalkan setiap yang diharamkan atasnya, mengerjakan segala perintah dan menjauhi segala yang dilarang.
6. banyak orang yang bergadang pada malam-malam bulan ramadhan dengan melakukan sesuatu yang tidak terpuji, bermain-main, ngobrol, jalan-jalan atau duduk-duduk dijembatan atau terotoar jalan. Pada tengah malam mereka baru pulang dan langsung sahur kemudian tidur. Karena kelelahan, mereka tidak bisa bangun untuk sholat subuh berjamaah pada waktunya. Ada banyak kesalahan dari perbuatan semacam ini:
a. Bergadang dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Padahal Nabi saw membenci tidur sebelum Isya’ dengan bercengkerama (ngobrol) setelahnya kecuali dalam hal perbaikan. Dalam hadits Riwayat Ahmad, Rasulullah saw bersabda: "Tidak boleh bercengkerama kecuali bagi orang yang sholat atau bepergian."(As Suyuti berkata, hadits ini hasan).
b. Sia-sianya waktu mereka yang sangat berharga. Mereka sama sekali tidak memanfaatkannya sedikitpun. Padahal masing-masing orang akan menyesali setiap waktu yang ia lalui tanpa diiringi dengan mengingat Allah didalamnya.
c. Menyegerakan sahur sebelum waktu yang dianjurkan. Padahal Rasulullah saw menganjurkan sahur pada akhir malam sebelum terbit fajar.
Musibah terbesar mereka adalah tidak dapat menunaikan sholat shubuh berjemaah tepat pada waktunya. Betapa tidak, sebab pahala shubuh berjamaah menyamai sholat satu malam atau separuhnya. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah saw: "Barang siapa sholat isya’ berjamaah maka seakan-akan ia sholat separuh malam dan barang siapa sholat shubuh berjamaah maka seakan-akan ia sholat sepanjang (satu) malam." (HR. Muslim dari Utsman bin Affan Radhiallahu Anhu)
Orang yang meninggalkan shalat shubuh secara berjamaah tersebut berkarakter sebagaimana orang-orang munafik, mereka tidak melakukan sholat kecuali dalam keadaan malas, mengakhirkan waktunya dan tidak berjamaah. Mereka mengharamkan dirinya dari mendapatkan keutamaan serta pahala yang besar.
7. Menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara lahiriah seperti makan, minum dan bersenggama dengan istri, tetapi tidak menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara maknawiyah seperti menggunjing, adu domba, dusta, melaknat, mencaci, memandang wanita-wanita di jalanan, di toko, di pasar dan sebagainya.
Seyogyanya setiap muslim memperhatikan puasanya, menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan membatalkan puasa. Sebab betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga belaka. Betapa banyak orang yang sholat, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali bergadang dan payah saja. Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum."(HR.Al-Bukhari).
8. Meninggalkan sholat taraweh. Padahal telah dijanjikan bagi orang yang menjalankan karena iman dan mengharap pahala dari Allah ampunan akan dosa-dosanya yang telah lalu. Orang yang meninggalkan sholat taraweh berarti meremehkan adanya pahala yang agung dan balasan yang besar ini.
Ironinya, banyak umat islam yang meninggalkan sholat taraweh. Barangkali ada yang ikut sholat sebentar lalu tidak melanjutkannya hingga selesai . Atau rajin melakukannya pada awal-awal bulan ramadhan dan malas ketika sudah akhir bulan. alasan mereka, sholat taraweh hanya sunnah belaka.
Benar, tetapi ia adalah sunnah mu’akkadah yang dilakukan olah Rasulullah saw, Khulafaur Rasyidin dan para Tabi’in yang mengikuti petunjuk mereka. Ia adalah salah satu bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dan salah satu sebab bagi ampunan dan kecintaan Allah kepada hambaNya. Orang yang meninggalkan berarti tidak mendapatkan bagian dari padanya sama sekali. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian. Dan bahkan mungkin orang yang melakukan sholat taraweh itu bertepatan dengan turunnya Lailatul Qadar, maka ia akan beruntung dengan ampunan dan pahala yang amat besar.
9. Sebagian orang ada yang berpuasa , tetapi meninggalkan sholat atau hanya sholat ketika bulan ramadhan saja. Orang semacam ini puasa dan sedekahnya tidak bermanfaat. sebab sholat adalah tiang dan pilar utama agama islam.
10. Melakukan perjalan keluar negeri pada bulan ramadhan untuk tujuan yang baik, tetapi agar bisa berbuka puasa dengan alasan musafir.
Perjalanan semacam ini tidak dibenarkan dan ia tidak bolah berbuka karenannya. Sungguh tidak tersembunyi bagi Allah tipu daya orang-orang yang suka menipu. Sebagian besar orang yang melakukan hal tersebut adalah para tukang mabuk dan minuman-minuman keras. Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari yang demikian.
11. Berbuka dengan sesuatu yang haram. Seperti minuman yang memabukkan, rokok dan sejenisnya. Atau berbuka dengan sesuatu yang didapatkan dari yang haram. Orang yang makan atau minum dari sesuatu yang haram tak akan diterima amal perbuatannya dan tak mungkin pula do’anya dikabulkan.


+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Sepuluh Indikator Sukses Meraih Keutamaan Ramadhan

“Berapa banyak orang yang berpuasa namun ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits Rasulullah tersebut harusnya dapat membangkitkan kewaspadaan kita untuk tidak terjerumus didalamnya. Berikut ini adalah uraian yang patut direnungkan agar kita tidak termasuk orang-orang yang disinggung dalam hadits Rasulullah tersebut.
Sepuluh indikasi sukses meraih keutamaan Ramadhan :
1.      Memperbanyak ibadah di bulan Sya’ban
Ibadah sunnah di bulan Sya’ban berfungsi pemanasan bagi ruhani dan fisik untuk memasuki bulan Ramadhan. Berpuasa sunnah, memperba-nyak ibadah shalat, tilawatul Qur’an sebelum Ramadhan, akan menja-dikan suasana hati dan tubuh kondusif untuk pelaksanaan ibadah di bulan puasa.
Itulah hikmahnya kenapa Rasulullah saw. dalam hadits riwayat Aisyah, disebutkan paling banyak melakukan puasa di bulan Sya’ban.
2.      Memenuhi target pembacaan Al-Qur’an
Orang yang berpuasa di bulan ini, sangat dianjurkan memiliki wirid al-Qur’an yang lebih baik dari bulan-bulan selainnya. Minimal harus dapat mengkhatamkan satu kali sepanjang bukan ini karena memang itulah target minimal pembacaan al-Qur’an yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
3.      Memelihara lidah
“Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia tidak berbicara buruk dan aib. Dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki sese-orang maka berkatalah, “Aku berpuasa.” (HR. Bukhari)
4.      Menjaga pandangan dari yang haram
Puasa yang tidak menambah pelakunya lebih memelihara mata dari yang haram, menjadikan puasa itu nyaris tak memiliki pengaruh apapun dalam perbaikan diri. Karenanya boleh jadi puasnya secara hukum sah, tapi substansi puasa itu tidak akan tercapai.
5.      Menghidupkan malam dengan ibadah
Salah satu cirri khas bulan Ramadhan adalah Rasulullah menganjur-kan umatnya untuk menghidupkan malam dengan shalat dan do’a-do’a tertentu. Tanpa menghidupkan malam dengan ibadah tarawih, tentu seseorang akan kehilangan momentum berharga.



6.      Tidak makan berlebihan di saat berbuka
Jika saat berbuka puasa menjadi saat melahap semua keinginan nafsunya yang tertahan sejak pagi hingga petang, menjadikan saat berbuka sebagai kesempatan “balas dendam” dari upaya menahan lapar dan haus selama siang hari, maka nilai pendidikan puasa akan hilang.
Puasa pada hakikatnya adalah pendidikan bagi jiwa untuk mengenda-likan diri dan menahan hawa nafsu. Hasil pendidikan itu akan tercermin dalam pribadi orang yang lebih bisa bersabar, menahan diri, tawakkal, pasrah, tidak emosional, tenang dalam menghadapi berbagai persoalan. Puasa menjadi kecil tak bernilai dan lemah unsur pendidi-kannya ketika upaya menahan dan mengendalikan nafsu itu hancur oleh pelampiasan nafsu yang dihempaskan saat berbuka
7.      Mengoptimalkan infaq
Rasulullah saw, seperti digambarkan dalam hadits, menjadi sosok yang paling murah dan dermawan di bulan Ramadhan. Di bulan inilah, satu amal kebajikan bisa bernilai puluhan bahkan ratusan kali lipat diban-dingkan bulan-bulan lainnya. Momentum seperti ini sangat berharga dan tidak boleh disia-siakan.
8.      Memperbanyak ibadah di 10 hari terakhir
Rasulullah dan para sahabat mengkhususkan 10 hari terakhir untuk berdiam di dalam masjid, meninggalkan semua kesibukan duniawi. Mereka memperbanyak ibadah, dzikir dan berupaya meraih keutamaan malam seribu bulan, sat diturunkannya al-Qur’an.
Pada detik-detik terakhir menjelang usainya Ramadhan, mereka mera-sakan kesedihan mendalam karena harus berpisah dengan bulan mulia itu. Sebagian mereka bahkan menangis karena akan berpisah dengan bulan mulia. Ada juga yang berguman jika mereka dapat merasakan Ramadhan sepanjang tahun.
9.      Tidak bermaksiat lagi setelah Ramadhan
Jangan memandang Idul Fitri dan selanjutnya sebagai hari “merdeka” dari pejara untuk kembali melakukan berbagai penyimpangan. Orang yang berpuasa dengan baik tentu tidak akan menyikapi Ramadhan sebagai kerangkeng.
10.  Memelihara kesinambungan ibadah setelah Ramadhan
Amal-amal ibadah satu bulan Ramadhan, adalah bekal pasokan agar ruhani dan keimanan seseorang meningkat untuk menghadapi sebelas bulan setelahnya. Namun, orang akan gagal meraih keutamaan Ramadhan, saat ia tidak berupaya menghidupkan dan melestarikan amal-amal ibadah yang pernah ia jalankan dalam satu bulan itu.


++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


RAMADHAN DAN SELEBITIS

Pernah liat, film Never on Sunday? (pasti belum pernah liat), film Catatan Si Boy ? atau paling gampang, pasti pernah liat sinetron Si Doel Anak Sekolahan ? kalo nggak atawa belum pernah liat sama sekali berarti kamu jenis manusia yang anti film dan anti sinetron atau jangan-jangan kamu emang tergolong MASKULIN alias manusia kutinggalan (baca; ketinggalan) informasi.

To the Point aja, Kita lagi nggak pengin, nyritain film atau sinetron itu. Tapi setidaknya film atau sinetron itu ngajarin kepada orang Islam untuk berlaku sekular. Jadi bolehlah, nglakuin sholat, macam si Doel atau Si Boy, tapi pacarannya juga jalan, nah itu namanya Sekular, tahu khan?

So, Siapa sih yang sering dijadiin standar oleh sebagian masyarakat kita? Siapa, kira-kira yang gayanya, candanya, omongannya ditiru oleh masyarakat? Tentu jawabannya adalah kaum seleb yang bisa dilihat, gambar mereka di koran, di tabloid, di majalah, dan tentunya di layar kaca.Trus? Apa hubungannya kaum seleb kita dengan film Never on Sunday?

Well, begini critanya kita lagi meneropong bagaimana sih, tingkah laku artis-artis muslim kita di bulan Ramadhan ini? Wah, kayaknya mirip banget tuh dengan kisah di film Never on Sunday.Apa mereka jadi pelacur seperti di film itu? tidak, mereka tidak jadi pelacur, tapi mereka telah melacurkan bulan Ramadhan yang suci dan mulia ini. Buktinya, mereka kompakan tampil lebih kalem. Padahal, kita tahu sendiri khan. Gimana tingkahnya,dandananya, omongannya, sebelum bulan puasa. Kalo memang demikian, artinya selama ini secara tidak langsung sebetulnya mereka juga menyadari bahwa profesinya telah membawa untuk tidak menghargai kaum muslimin atau menghargai puasa itu sendiri. Iya nggak? Dan itu bukti bahwa apa yang dilakukannya selama ini memang bikin gerah yang lihat, Maka, ya itu tadi, mereka berusaha tampil "agak sopan".

Sobat muslim, kamu pasti udah pada ngeh deh, dengan perilaku para selebritis kita, khususnya yang muslim or muslimah. Namanya juga selebritis, tanpa sadar segala perilakunya suka dijadiin rujukan oleh sebagian besar teman-teman kita. Yang bagusnya or yang jeleknya. Itu sebabnya, wajar kalo mereka selain mendapat sambutan juga sambitan.

Nah, di bulan Ramadhan ini, kaum seleb nggak absen untuk memanfaatkan bulan mulia nan suci ini, meski dengan niatan yang berbeda-beda. Paling nggak itu terlihat dari bentuk luarnya. Misalnya, yang wanita tampil lebih kalem dengan kerudungnya dan pakaian yang agak longgar. Yang katanya sih, busana muslimah menurut anggapan mereka. Meski sebetulnya ada syarat tertentu supaya busananya itu sesuai dengan aturan syariat Islam. Nggak berlebihan sih, boleh dibilang yang terlihat cuma muka dan telapak tangannya aja. Padahal, sebelum bulan Ramadhan, hampir sekujur tubuhnya bisa diliat banyak orang. Tul nggak?

Tapi, sayang seribu sayang, ini selalu terulang, sobat. Penampilan manis sebagian besar kaum selebriti ini kalo pas Ramdahan aja. Setelah Ramadhan berlalu? Mereka kembali berubah penampilan. Ya, mirip bunglonlah. Bunglon kan begitu. Untuk melindungi dirinya dari serangan makhluk lain, ia suka berubah warna kulit. Pas lagi nemplok di daun yang berwarna ijo misalnya, ya kulitnya secara otomatis langsung berubah ijo pula. Itu namanya taktik pengelabuan. Selalu berubah-ubah bergantung kepada SiKon.

Mbak Iis Dahlia Coba aja tengok penampilannya di Sinetron "Pada-Mu Aku Bersimpuh" di RCTI, yang biasa tampil menor bin seksi, pas masuk Ramadhan mencopot semua busana minim dan super ketatnya diganti dengan kerudung dan baju longgar (meski kurudungnya jika belum bisa dikatakan memenuhi syarat sebagai kerudung).Tujuannya? Ya, nggak jauh dari upaya bikin tentrem penggemarnya. Yah, okeylah kita bisa bilang salut sama beliau karena bisa menghargai bulan Ramadhan, berbalut busana yang relatif lebih sopan ketimbang sebelumnya. Semoga saja terus begitu deh, (Islamuda, hanya bisa doain, aja, mbak). Meski ya, kita juga masih kecewa sih, sebab tampil di sinetron yang malah ceritanya bikin bias dan memberi kesan nggak baik tentang ajaran Islam itu sendiri. Tapi bagaimana pun juga, kalo setelah Ramadhan balik lagi ke "warna" asalnya, bunglon namanya!

Mbak Inneke Koesherawaty yang pernah mendapat julukan 'prestisius' di awal karirnya sebagai bintang layar lebar, yakni "Boom Seks", kini sering berkerudung irit bahan-yang bisa jadi menurutnya udah berbusana muslimah. Sebab cuma buat nutupi rambutnya doang. Entah gimana seterusnya, tapi setidaknya disadari atau tidak, mereka telah menjadi panutan, sobat muslim yang cewek. Yah, pake kerudung, tapi bajunya ketat, atau pake krudung tapi buat diikatin aja di leher, itu khan, namanya pelengsengan, ehhh maksudnya pelecehan, Mendingan nggak usah make' aja, toh sama-sama dosanya, tul nggak?

Selebriti lain yang juga doyan tampil bak bunglon adalah Mbak Ulfa Dwiyanti. Aduh, apa kamu-kamu nggak sebel sih liat kelakuan doi yang begituan? Hih, sebelum Ramadhan, nyablaknya minta ampun plus pamer aurat, lagi. Eh, begitu masuk Ramadhan, seperti biasa tampil rada kalem lengkap dengan busana muslimah. Tengok deh, di "Sahur Kita" SCTV. Tapi, lagi-lagi kita harus mengutuk kelakuan doi. Abisnya kembali nyablak setelah Ramadhan berlalu. Buktinya tahun kemarin kan begitu juga.

Tapi anehnya sebagian besar masyarakat kitanya juga sih, adakalanya memaafkan kelakuan para seleb yang begitu, dan menganggap wajar. Walah! emang sudah rusak semuanya.

Trus, yang nggak ketinggalan juga, sobat pasti kenal ama yang namanya Mbak Tamara Blenzesky, itu tuh isterinya Teuku Rafli, gimana tampilannya di sinetron "Doa Membawa Berkah"?, udah nggak pake busana muslimah, ehh sinetronnya ditayangin di bulan ramadhan lagi, trus pake nyangkut-nyangkut masalah Islam, huhh bener-bener gregetan deh, ama mereka itu.Tapi yang jelas, para selebriti ini udah kurang ajar banget. Berani-beraninya melecehkan agamanya sendiri. Kualat baru tahu rasa, lho!

Split Personality !!!

Kenapa mereka bisa begitu ya? He..he.. kamu jangan pusing bin bingung. Itu namanya mereka terkena "virus" split personality alias berkepribadian ganda. Itu diwujudkan dengan ketidakmampuannya untuk bertindak tegas. Hitam atau putih. Nah, mereka yang mengidap gejala ini bakalan plin-plan dalam bersikap alias nggak punya pendirian, kepribadian-nya nggak jelas. Boleh dibilang pengen berbuat baik, tapi juga demen untuk berbuat maksiat.

Well, Seperti halnya bunglon yang suka nyari selamat dengan mengubah warna kulitnya sesuai kondisi, maka para selebriti kita yang sering kita lihat di televisi dan gambarnya nangkring di tabloid, koran, dan majalah juga akan berubah penampilan. Boleh dibilang, mereka berusaha mengerem nafsu bejatnya. Dengan alasan ingin menghormati bulan puasa.

Maklum, mereka takut juga lho kalo ditinggalin penggemarnya. Maka, untuk mengantisipasinya, ya mereka harus bisa ngikuti situasi dan kondisi. Maka, ya penampilanlah yang paling mungkin untuk dilihat orang. Jadi mengelabui juga dong?. Bunglon, dong?!

Kontradiksi

Selebritis yang lagi laris pergi umrah untuk mensyukuri apa yang ia perbuat sebagai "nikmat Allah". Ia meresa memperoleh nikmat karena tahun lalu ia banyak mendapatkan order main sinetron dan jadi bintang iklan. Salah satunya adalah iklan sabun mandi yang menontonkan kelembutan leher dan pundaknya saat beradegan mandi. Pergi umrah adalah sunnah nabi. Bersyukur kepada Allah adalah perintah Islam. Tapi adegan memperlihatkan aurat dalam iklan adalah perbuatan yang harus disesali dan tidak diulangi,bukan disyukuri.

Di Mina ketika ia pergi haji, melempar jumrah sebagai simbolisasi perlawanan terhadap setan, tapi ketika pulang ke tanah air, bukan saja ia tidak meneruskan perlawanan- perlawanannya terhadap setan, tapi menjadi teman bahkan hamba setan. Maka ibadah haji yang ia lakukan tidak memberi bekas pada perilaku sosialnya. Yang bersisa hanya peci dan sorban putih yang ia kenakan ke mana-mana atau tambahan huruf "H" di depan namanya.

Dalam surat Al Fatihah yang ia baca tiap rakaat sholat, memohon agar diberi petunjuk kepada jalan yang lurus, tapi ketika disampaikan kepadanya hukum Islam tentang segala sesuatu, ia mencibir atau memberi seribu macam alasan untuk menolaknya. Di masjid laki-laki dan perempuan shafnya terpisah, tapi di luar masjid orang bergaul campur aduk tak karuan.

Karena itu bulan Ramadlan tidaklah merubah persepsi tentang halal dan haram, yang utama dan yang tambahan. Artinya, Kaum Seleb itu musti nyadari kalo wajib berjilbab tidak pas hanya bulan ramadhan doang, tapi juga diluar bulan Ramadlan Tentang kewajiban berpuasa di bulan Ramadlan, Allah melarang makan, minum, yang halal di siang hari, semestinya kita mutlak menjauhi makan dan minum yang haram, baik di siang hari maupun malam hari, di bulan Ramadlan maupun luar bulan Ramadlan.

Walhasil, harusnya nyadari deh, sepenuh hati bahwa keterikatan kita kepada Islam, juga bukan hanya terhadap amal-amal ibadah ritual saja, namun lebih dari itu, Islam juga mengikat seluruh perbuatan. Tak satupun perbuatan yang terikat dengan nilai-nilai selain Islam (seperti Kapitalisme, Sosialisme, adat nenek moyang dll). Inilah jalan menuju Muslim yang kaffah/sempurna sebagaimana yang diperintahkan Allah.

Firman Allah Swt "Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya" (TQS al-Baqarah 257)

Dalam ayat lain Allah Swt. menegaskan bahwa kudu ada niat juga dari kita untuk berubah. Jadi kudu ada usaha untuk baik: "Sesungguhnya Allah tidak (akan) mengubah keadaan (nasib) suatu kaum, sehingga (sebelum) mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri". (TQS ar-Ra'ad 11)

Namun sekali lagi, bahwa Allah akan berbuat begitu jika kita beriman kepada-Nya. Jangan main-main lho. Sebab Allah akan sangat murka kepada hamba-Nya yang bersikap lain di mulut, lain pula dalam perilaku. Nggak konsisten alias tulalit. Firman-Nya: "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan" (TQS ash-Shaff 3)

Duh, rasanya pengen nangis tapi gemes dengan tingka polah selebrit. Dan kita semua berharap semoga ini menjadi saat yang tepat untuk bertobat, sebenar-benarnya bertobat. Jangan cuma lipstik doang. Ya, taubatan nashuha, dong. Artinya bener-bener menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan dan tidak akan pernah melakukannya kembali. Firman Allah Swt.: "Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya" (TQS al-Furqân 71)

Mulai sekarang, jadilah mukmin dan mukminah sejati. Kita semua berupaya kok; mbak-mbak, mas-mas selebriti, termasuk kita semua yang bukan kalangan seleb. Ya, anggaplah tulisan ini sebagai wujud dari kasih sayang kita kepada sesama kaum muslimin, termasuk mbak-mbak dan mas-mas seleb. Sekali lagi, jadikan Ramadhan ini sebagai awal dari sebuah lembaran baru yang lebih baik. Tinggalkan aktivitas yang penuh fatamorgana itu. Jangan lagi jadi bunglon, yang selalu menipu orang lain, dan juga diri sendiri. Nggak usah hidup dalam kerpura-puraan terus. Rugi! Apalagi kaum selebriti seperti anda-anda ini adalah publik figur. Kalo kesesatan yang diajarkan, maka akibatnya berantai. Sudahlah sesat, eh, malah menyesatkan orang lain. Aduh, dosanya bisa dikatakan dosa kuadrat, hiiii!?!?.

Trus, buat yang muja-mujain para selebrit, bulan Ramadhan, bulan yang tepat untuk nyadarin bahwa tingkah laku mereka hanya bawa kepada kesesatan, tampil bak Bunglon buat mereka biasa, tapi apa mereka terbiasa dengan Api Neraka? kalo mereka saja nggak biasa dengan Api Neraka, gimana Anda akan ngikutin mereka, yang Anda juga manusia? Nah, Anda masih manusia khan? Kalo masih manusia tentunya, dengan adanya tulisan ini Anda akan tersinggung kemudian mikir, bahwa aktivitas meniru tingkah laku sekuler tidak dibenarkan dalam Islam, OK?

Satu yang perlu digaris bawahi dan digaris tebal, para selebrit, ngapain mereka tampil gituan di bulan Ramadhan? Jawabanya adalah karena mereka tidak pingin ditinggal penggemar atau fansnya, sebab mereka disebut selebrit adalah karena fans atau penggemarnya. Maka untuk bisa menghormati fansnya yang mayoritas kamu-kamu yang muslim dan muslimah, maka harus tampil sopan nghormatin bulan puasa, kalo tidak sopan? Ditinggal deh, sama fansnya.

Eit, tapi ada juga yang nggak boleh ditinggalin, bahwa mereka tampil kayak bunglon seperti itu, juga dalam rangka mencari legetimasi atas tingkah laku mereka di waktu sebelum bulan puasa, misalnya kurang sopan atau terlalu ekstrim atau gimana, tapi dengan penampilan "agak sopan" di bulan Ramadhan, semua itu diharapkan bisa terhapus. Dan buktinya? buktinya, masyarakat menerimanya, nah itulah bukti bahwa masyarakat kita sudah bodoh dibodohin lagi sama mereka.

Kita nanti aja, abis bulan ramadhannya, apakah busana muslimah tetap dipake, tingkahnya apa masih sopan? kalo tidak, tentu julukan BUNGLON buat mereka adalah tepat, atau kalo dalam term islam disebut dengan MUNAFIK, Astagfirullah!

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

14 ALASAN MERINDUKAN RAMADHAN
Seperti seorang kekasih, selalu diharap-harap kedatangannya. Rasanya tak ingin berpisah sekalipun cuma sedetik. Begitulah Ramadhan seperti digambarkan sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, "Andaikan tiap hamba mengetahui apa yang ada dalam Ramadhan, maka ia bakal berharap satu tahun itu puasa terus." Sesungguhnya, ada apanya di dalam Ramadhan itu, ikutilah berikut ini:
1. Gelar taqwa
Taqwa adalah gelar tertinggi yang dapat diraih manusia sebagai hamba Allah. Tidak ada gelar yang lebih mulia
dan tinggi dari itu. Maka setiap hamba yang telah mampu meraih gelar taqwa, ia dijamin hidupnya di surga dan diberi kemudahan-kemudahan di dunia. Dan puasa adalah sarana untuk mendapatkan gelar taqwa itu.
"Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (QS al-Baqarah: 183)
Kemudahan-kemudahan yang diberikan Allah kepada hambanya yang taqwa, antara lain:
a. Jalan keluar dari semua masalah
Kemampuan manusia amat terbatas, sementara persoalan yang dihadapi begitu banyak. Mulai dari masalah dirinya, anak, istri, saudara, orang tua, kantor dan sebagainya. Tapi bila orang itu taqwa, Allah akan menunjukkan jalan berbagai persoalan itu. Bagi Allah tidak ada yang sulit, karena Dialah pemilik kehidupan ini.
"..Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. Ath Thalaaq: 2)
"..Dan barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (QS. Ath Thalaaq: 4)
b. Dicukupi kebuAllahnya
"Dan memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya...."(QS. Ath Thalaaq: 3)
c. Ketenangan jiwa, tidak khawatir dan sedih hati
Bagaimana bisa bersedih hati, bila di dalam dadanya tersimpan Allah. Ia telah menggantungkan segala hidupnya kepada Pemilik kehidupan itu sendiri. Maka orang yang selalu mengingat-ingat Allah, ia bakal memperoleh ketenangan.
"Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-KU, maka barangsiapa bertaqwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. al-A'raaf: 35)
2. Bulan pengampunan
Tidak ada manusia tanpa dosa, sebaik apapun dia. Sebaik-baik manusia bukanlah yang tanpa dosa, sebab itu tidak mungkin. Manusia yang baik adalah yang paling sedikit dosanya, lalu bertobat dan bernjanji tidak mengulangi perbuatan dosa itu lagi. Karena dosa manusia itu setumpuk, maka Allah telah menyediakan alat penghapus yang canggih. Itulah puasa pada bulan Ramadhan. Beberapa hadis menyatakan demikian, salah satunya diriwayatkan Bukhari Muslim dan Abu Dawud, "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena keimanannya dan karena mengharap ridha Allah, maka dosa-dosa sebelumnya diampuni."
3. Pahalanya dilipatgandakan
Tidak hanya pengampunan dosa, Allah juga telah menyediakan bonus pahala berlipat-lipat kepada siapapun yang berbuat baik pada bulan mulia ini. Rasulullah bersabda, "Setiap amal anak keturunan Adam dilipatgandakan. Tiap
satu kebaikan sepuluh lipad gandanya hingga tujuh ratus lipat gandanya." (HR. Bukhari Muslim).
Bahkan amalan-amalan sunnah yang dikerjakan pada Ramadhan, pahalanya dianggap sama dengan mengerjakana amalan wajib (HR. Bahaiqi dan Ibnu Khuzaimah). Maka perbanyaklah amal dan ibadah, mumpung Allah menggelar obral pahala.
4. Pintu surga dibuka dan neraka ditutup
"Kalau datang bulan Ramadhan terbuka pintu surga, tertutup pintu neraka, dan setan-setan terbelenggu."(HR Muslim) Kenapa pintu surga terbuka? Karena sedikit saja amal perbuatan yang dilakuka n, bisa mengantar seseorang ke surga. Boleh diibaratkan, bulan puasa itu bulan obral. Orang yang tidak membeli akan merugi. Amal sedikit saja dilipatgandakan ganjarannya sedemikian banyak. Obral ganjaran itu untuk mendorong orang melakukan amal-amal kebaikan di bulan Ramadhan. Dengan demikian otomatis pintu neraka tertutup dan tidak ada lagi kesempatan buat setan menggoda manusia.
5. Ibadah istimewa
Keistimewaan puasa ini dikatakan Allah lewat hadis qudsinya, "Setiap amalan anak Adam itu untuk dirinya, kecuali puasa. Itu milik-Ku dan Aku yang membalasnya karena ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku." (HR Bukhari Muslim) Menurut Quraish Shihab, ahli tafsir kondang dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, puasa dikatakan untuk Allah dalam arti untuk meneladani sifat-sifat Allah. Itulah subtansi puasa.
Misalnya, Allah tidak makan, tapi memberi makan. Itu diteladani, maka ketika berpuasa kita tidak makan, tapi kita memberi makan. Kita dianjurkan untuk mengajak orang berbuka puasa. Ini tahap dasar meneladani Allah. Masih ada tahap lain yang lebih tinggi dari sekedar itu. Maha Pemurah adalah salah satu sifat Allah yang seharusnya juga kita teladani. Maka dalam berpuasa, kita dianjurkan banyak bersedekah dan berbuat kebaikan.  Allah Maha Mengetahui. Maka dalam berpuasa, kita harus banyak belajar. Belajar bisa lewat membaca al-Qur'an, membaca kitab-kitab yang bermanfaat, meningkatkan pengetahuan ilmiah.
Allah swt setiap saat sibuk mengurus makhluk-Nya. Dia bukan hanya mengurus manusia. Dia juga mengurus binatang. Dia mengurus semut. Dia mengurus rumput-rumput yang bergoyang. Manusia yang berpuasa meneladani Allah dalam sifat-sifat ini, sehingga dia harus selalu dalam kesibukan.
Perlu ditekankan meneladani Allah itu sesuai dengan kemampuan kita sebagai manusia. Kita tidak mampu untuk tidak tidur sepanjang malam, tidurlah secukupnya. Kita tidak mampu untuk terus-menerus tidak makan dan tidak minum. Kalau begitu, tidak makan dan tidak minum cukup sejak terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari saja.
6. Dicintai Allah
Nah, sesesorang yang meneladani Allah sehingga dia dekat kepada-Nya. Bila sudah dekat, minta apa saja akan mudah dikabulkan. Bila Allah telah mencintai hambanya, dilukiskan dalam satu hadis Qudsi, "Kalau Aku telah mencintai seseorang, Aku menjadi pendengaran untuk telinganya, menjadi penglihatan untuk matanya, menjadi pegangan untuk tangannya, menjadi langkah untuk kakinya." (HR Bukhari)
7. Do'a dikabulkan
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, katakanlah bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang berdo'a apabila dia berdo'a, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku." (QS. al-Baqarah: 186)
Memperhatikan redaksi kalimat ayat di atas, berarti ada orang berdo'a tapi sebenarnya tidak berdo'a. Yaitu do'anya orang-orang yang tidak memenuhi syarat. Apa syaratnya? "maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku."
Benar, berdo'a pada Ramadhan punya tempat khusus, seperti dikatakan Nabi saw, "Tiga do'a yang tidak ditolak; orang berpuasa hingga berbuka puasa, pemimpin yang adil dan do'anya orang teraniaya. Allah mengangkat do'anya ke awan dan membukakan pintu-pintu langit. 'Demi kebesaranKu, engkau pasti Aku tolong meski tidak sekarang." (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Namun harus diingat bahwa segala makanan yang kita makan, kecucian pakaian, kesucian tempat, itu punya hubungan yang erat dengan pengabulan do'a. Nabi pernah bersabda, ada seorang yang sudah kumuh pakaiannya, kusut rambutnya berdo'a kepada Allah. Sebenarnya keadaannya yang kumuh itu bisa mengantarkan  do'anya dia diterima. Tapi kalau makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya yang dipakainya terambil dari barang yang haram, bagaimana bisa dikabulkan doa'nya?
Jadi do'a itu berkaitan erat dengan kesucian jiwa, pakaian dan makanan. Di bulan Ramadhan jiwa kita diasah hingga bersih. Semakin bersih jiwa kita, semakin tulus kita, semakin bersih tempat, pakaian dan makanan, semakin besar kemungkinan untuk dikabulkan do'a.
8. Turunnya Lailatul Qodar
Pada bulan Ramadhan Allah menurunkan satu malam yang sangat mulia. Saking mulianya Allah menggambarkan malam itu nilainya lebih dari seribu bulan (QS. al-Qadr). Dikatakan mulia, pertama lantaran malam itulah awal al-Qur'an diturunkan. Kedua, begitu banyak anugerah Allah dijatuhkan pada malam itu.
Beberapa hadits shahih meriwayatkan malam laulatul qodar itu jatuh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Seperti dirawikan Imam Ahmad, "Lailatul qadar adalah di akhir bulan Ramadhan tepatnya di sepuluhb terakhir, malam keduapuluh satu atau duapuluh tiga atau duapuluh lima atau duapuluh tujuh atau duapuluh sembilan atau akhir malam Ramadhan. Barangsiapa mengerjakan qiyamullail (shalat malam) pada malam tersebut karena mengharap ridha-Ku, maka diampuni dosanya yang lampau atau yang akan datang."
Mengapa ditaruh diakhir Ramadhan, bukan pada awal Ramadhan? Rupanya karena dua puluh malam sebelumnya kita mengasah dan mengasuh jiwa kita. Itu adalah suatu persiapan untuk menyambut lailatul qodar.
Ada dua tanda lailatul qadar. Al Qur'an menyatakan, "Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat JIbril dengan izin Tuhan mereka untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan/kedamaian sampai terbit fajar. (QS al-Qadr: 4-5)
Malaikat bersifat gaib, kecuali bila berubah bentuk menjadi manusia. Tapi kehadiran malaikat dapat dirasakan. Syekh Muhammad Abduh menggambarkan, "Kalau Anda menemukan sesuatu yang sangat berharga, di dalam hati Anda akan tercetus suatu bisikan, 'Ambil barang itu!' Ada bisikan lain berkata, 'Jangan ambil, itu bukan milikmu!' Bisikan pertama adalah bisikan setan. Bisikan kedua adalah bisikan malaikat." Dengan demikian, bisikan malaikat selalu mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal positif. Jadi kalau ada seseorang yang dari hari demi hari sisi kebajikan dan positifnya terus bertambah, maka yakinlah bahwa ia telah bertemu dengan lailatul qodar.
9. Meningkatkan kesehatan
Sudah banyak terbukti bahwa puasa dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya, dengan puasa maka organ-organ pencernaan dapat istirahat. Pada hari biasa alat-alat pencernaan di dalam tubuh bekerja keras. Setiap makanan yang masuk ke dalam tubuh memerlukan proses pencernaan kurang lebih delapan jam. Empat jam diproses di dalam lambung dan empat jam di usus kecil (ileum). Jika malam sahur dilakukan pada pukul 04.00 pagi, berarti pukul 12 siang alat pencernaan selesai bekerja. Dari pukul 12 siang sampai waktu berbuka, kurang lebih selama enam jam, alat pencernaan mengalami istirahat total.
Meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli kesehatan, ternyata dengan berpuasa sel darah putih meningkat dengan pesat sekali. Penambahan jumlah sel darah putih secara otomatis akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Menghambat perkembangan atau pertumbuhan bakteri, virus dan sel kanker. Dalam tubuh manusia terdapat parasit-parasit yang menumpang makan dan minum. Dengan menghentikan pemasukan makanan, maka kuman-kuman penyakit seperti bakteri-bakteri dan sel-sel kanker tidak akan bisa bertahan hidup. Mereka akan keluar melalui cairan tubuh bersama sel-sel yang telah mati dan toksin.
Manfaat puasa yang lain adalah membersihkan tubuh dari racun kotoran dan ampas, mempercepat regenasi kulit, menciptakan keseimbangan elektrolit di dalam lambung, memperbaiki fungsi hormon, meningkatkan fungsi organ reproduksi, meremajakan atau mempercepat regenerasi sel-sel tubuh, meningkatkan fungsi fisiologis organ tubuh, dan meningkatkan fungsi susunan syaraf.
10. Penuh harapan
Saat berpuasa, ada sesuatu yang diharap-harap. Harapan itu kian besar menjelang sore. Sehari penuh menahan lapar dan minum, lalu datang waktu buka, wah... rasanya lega sekali. Alhamdulillah. Itulah harapan yang terkabul. Apalagi harapan bertemu Tuhan, masya' Allah, menjadikan hidup lebih bermakna. "Setiap orang berpuasa selalu mendapat dua kegembiraan, yaitu tatkala berbuka puasa dan saat bertemu dengan Tuhannya." (HR. Bukhari).
11. Masuk surga melalui pintu khusus, Rayyaan
"Sesungguhnya di surga itu ada sebuah pintu yang disebut rayyan yang akan dilewati oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, tidak diperbolehkan seseorang melewatinya selain mereka. Ketika mereka dipanggil, mereka akan segera bangkit dan masuk semuanya kemudian ditutup." (HR. Bukhari)
Minum air telaganya Rasulullah saw :
"Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberi makan kepada orang yang berbuka puasa, maka itu menjadi ampunan bagi dosa-dosanya, dan mendapat pahala yang sama tanpa sedikit pun mengurangi pahala orang lain. Mereka (para sahabat) berkata, 'Wahai Rasulullah, tidak setiap kami mempunyai makanan untuk diberikan kepada orang yang berbuka puasa.' Beliau berkata, 'Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi buka puasa meski dengan sebutir kurma, seteguk air, atau sesisip susu...Barangsiapa memberi minum orang yang berpuasa maka Allah akan memberinya minum seteguk dari telagak dimana ia tidak akan haus hingga masuk surga." (HR. Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi)


12. Berkumpul dengan sanak keluarga
Pada tanggal 1 Syawal ummat Islam merayakan Hari Raya Idhul Fitri. Inilah hari kemenangan setelah berperang melawan hawa nafsu dan syetan selama bulan Ramadhan. Di Indonesia punya tradisi khusus untuk merayakan hari bahagia itu yang disebut Lebaran. Saat itu orang ramai melakukan silahtuhrahim dan saling memaafkan satu dengan yang lain. Termasuk kerabat-kerabat jauh datang berkumpul. Orang-orang yang bekerja di kota-kota pulang untuk merayakan lebaran di kampung bersama kedua orang tuanya. Maka setiap hari Raya selalu terjadi pemandangan khas, yaitu orang berduyun-duyun dan berjubel-jubel naik kendaraan mudik ke kampung halaman. Silahturahim dan saling memaafkan itu menurut ajaran Islam bisa berlangsung kapan saja. Tidak mesti pada Hari Raya. Tetapi itu juga tidak dilarang. Justru itu momentum bagus. Mungkin, pada hari biasa kita sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga tidak sempat lagi menjalin hubungan dengan tetangga dan saudara yang lain. Padahal silahturahim itu dianjurkan Islam, sebagaimana dinyatakan hadis, "Siapa yang ingin rezekinya dibanyakkan dan umurnya dipanjangkan, hendaklah ia menghubungkan tali silaturahmi!" (HR. Bukhari)
13. Qaulan tsaqiilaa
Pada malam Ramadhan ditekankan (disunnahkan) untuk melakukan shalat malam dan tadarus al-Qur'an. Waktu paling baik menunaikan shalat malam sesungguhnya seperdua atau sepertiga malam terakhir (QS Al Muzzammil: 3). Tetapi demi kesemarakan syiar Islam pada Ramadhan ulama membolehkan melakukan terawih pada awal malam setelah shalat isya' dengan berjamaah di masjid. Shalat ini populer disebut shalat tarawih. Shalat malam itu merupakan peneguhan jiwa, setelah siangnya sang jiwa dibersihkan dari nafsu-nafsu kotor lainnya. Ditekankan pula usai shalat malam untuk membaca Kitab Suci al-Qur'an secara tartil (memahami maknanya). Dengan membaca Kitab Suci itu seseorang bakal mendapat wawasan-wawasan yang luas dan mendalam, karena al-Qur'an memang sumber pengetahuan dan ilham.
Dengan keteguhan jiwa dan wawasan yang luas itulah Allah kemudian mengaruniai qaulan tsaqiilaa (perkataan yang berat). Perkataan-perkataan yang berbobot dan berwibawa. Ucapan-ucapannya selalu berisi kebenaran. Maka orang-orang yang suka melakukan shalat malam wajahnya bakal memancarkan kewibawaan.
14. Hartanya tersucikan
Setiap Muslim yang mampu pada setiap Ramadhan diwajibkan mengeluarkan zakat. Ada dua zakat, yaitu fitrah dan maal. Zakat fitrah besarnya 2,5 kilogram per orang berupa bahan-bahan makanan pokok. Sedangkan zakat maal besarnya 2,5 persen dari seluruh kekayaannya bila sudah mencapai batas nisab dan waktunya. Zakat disamping dimaksudkan untuk menolong fakir miskin, juga guna mensucikan hartanya. Harta yang telah disucikan bakal mendatangkan barakah dan menghindarkan pemiliknya dari siksa api neraka. Harta yang barakah akan mendatangkan ketenangan, kedamaian dan kesejahteraan. Sebaliknya, harta yang tidak barakah akan mengundang kekhawatiran dan ketidaksejahteraan.

15. Minum dengan telaga Rasulullah


+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Ramadhan, Bulan Introspeksi Diri
KH. Abdullah Gymnastiar
Sega puja-puji secara sempurna hanya milik Allah, Zat yang Maha Menguasai alam Semesta, Zat yang Maha Menguasai terang dan gelap, Zat yang Menguasai tiap-tiap saat, sungguh tiada satu detikpun kecuali milik Allah.
Saudara-saudaraku sebuah terasi ada harga kalau jelas ciri dan baunya yang khas. Kita membuat terasi tetapi tidak memiliki ciri dan bau yang khas terasi, maka sungguh si terasi ini tidak akan ada harganya, walaupun ia diberi terasi. Begitu juga kita umat Islam, kenapa saat ini kita kurang dihargai ?. Jawabannya, bisa jadi karena kita mengaku sebagai umat Islam tetapi tidak tampak ciri kita sebagai ummat Islam. Ciri akan selalu disertai dengan harga, karena kita tidak punya ciri maka jangan harap akan punya harga.
Oleh karena itu, bulan Ramadhan yang saat ini kita jelang, marilah kita bersungguh-sungguh menampilkan ciri keislaman kita. Tentu saja ciri keislaman tidak identik dengan atribut penampilan yang luar, yang tidak terlalu pokok. Berikut ini adalah beberapa ciri yang dianjurkan untuk kita lakukan di bulan Ramadhan.
Selama bulan Ramadhan ini hendaklah yang pertama umat Islam miliki adalah ciri keteladanan, "uswatun hasanah", keteladanan dalam kebaikan. Pancasila P4 gagal total di Indonesia walau telah menghabiskan biaya beratus milyar, begitu banyak waktu, begitu banyak tenaga, begitu banyak pikiran, diantara kunci penyebab kegagalannya adalah karena tidak ada keteledanan. Masyarakat sulit mencontoh, siapa yang berjiwa P4 sebenarnya.
Jadi andaikata kita bertanya mengapa keadaan rumah tangga, kantor, atau masyarakat belum sesuai dengan harapan. Pertanyaan pertama harus dilakukan pada diri kita sendiri, contoh apakah yang sudah kita perlihatkan sebagai seorang muslim. Sepatutnya sebagai seorang ayah atau ibu harus bertanya, "Saya memberi contoh apa kepada anak-anak ?".Jangan terlebih dahulu menyalahkan anak. Bagaimana mungkin mengharapkan anak santun lembut sedangkan di rumah ibu bapak bersikap keras dan kasar ?. Bagaimana mungkin kita mengharapkan anak menjadi arif kalau kita sendiri di rumah seperti diktator ?. BAgaimana bisa mengharapkan anak rajin ke mesjid, sedangkan orangtuanya jarang beribadah ?.
Andaikata kita sebagai guru kita harus bertanya pada diri kita sendiri, contoh apa yang sudah kita berikan kepada murid-murid. Bagaimana murid tidak merokok kalau gurunya sendiri masih merokok ?. Bagaimana mungkin murid akan menemukan kemuliaan akhlak kalau sikap guru tidak indah ?. Bagaimana mungkin akan menjadi orang berprestasi, kalau gurunya tidak semangat dan hanya memberikan dengan apa adanya ?.
Andai kata kita sebagai pemimpin, pertanyaannya adalah suri tauladan apa yang saya tampilkan kepada anggota karyawan atau bawahan ?. Bagaimana mungkin karyawan akan disiplin kalau pemimpinnya tidak disiplin ?. Bagaimana karyawan atau anggota akan hemat jika pemimpinnya bermewah-mewahan ?. Bagaimana mungkin karyawan akan memelihara dirinya kalau pemimpinnya arogan ?.
    Rekan-rekan sekalian tidak hanya sebagai pribadi tetapi juga sebagai keluarga. Sebagai haji, contoh apa yang sudah kita peragakan dalam masyarakat ?. Sebagai ustadz memberi contoh apa kepada masyarakat. Ustadz dianggap ulama tetapi contoh apa yang sudah ditunjukkan kepada masyarakat ?. Sebagai aktifis masjid, memberi contoh apa ?.
    Kegigihan untuk jujur kepada diri sendiri, ini yang akan membuat kita menemukan kekuranganyang bisa dijadikan program perbaikan pada diri sendiri. Dan kegigihan kita memperbaiki diri adalah upaya sebenarnya memperbaiki orang lain. Apa artinya memperbaiki orang lain sedangkan diri kita sendiri semakin terpuruk dalam keburukan. Suri tauladan adalah langkah strategis yang dicontohkan oleh Rasullullah SAW. di dalam membangun kemuliaan Islam. Ciri khas seorang muslim yang baik ,pribadinya harus selalu menjadi figur suri tauladan.Tauladan bagi kebaikan dalam skala apapun, dimanapun dan kapanpun.
    Yang kedua, Ramadhan harus menjadi bulan kebersihan. Karena sesungguhnya Allah mencintai kebersihan, "innallaha yuhibbu tawabi, wayuhibbu mutakabiriin", sesungguhnya Allah mencintai orang yang taubat dan orang yang bersih. Kita harus berjuang sangat keras untuk mengevaluasi gaya hidup bersih kita. Pakaian yang kotor tidak akan nyaman, gigi kotor tidak mungkin bisa nyaman, apapun yang kotor tidak akan membuat kita nyaman dan hidup kita indah. Hakekatnya kotoran itu identik dengan kerendahan diri, namanya juga kotoran begitu pula kalau kita merasa tidak nyaman, terhina, rendah, bisa jadi karena kita blum bisa mencintai kebersihan, padahal bersih adalah prasyarat dari keindahan. Indah adalah sesuatu yang dicintai Allah SWT. Shalat saja diawali dengan bersih. Tanpa wudlu shalat tidak akan sah, wudlu itu bukan hanya membersihkan tetapi juga mensucikan. Tidak akan diterima shalat, seperti Firman Allah dalam ayat AlQur'an "Qad aflaha manzakkahaa. Waqod khaabaman dassaha" (QS: Asy-Syams 910). "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan jiwanya, dan sesungguhnya kerugian besar orang yang mengotorkannya." Sungguh yang bersih itulah yang akan membuat sukses, bahagia.
    Oleh karena itu, Ramadhan ini adalah bulan bersih. Sekuat-kuatnya kita bersihkan dari yang lahir sampai yang batin. Pastikan Ramadhan ini kamar kita bersih, rumah kita bersih, kamar mandi bersih dari sampah, bersih dari barang-barang yang akan membuat ria, bersih dari barang milik orang lain, bersih dari barang yang tidak berguna. Karena kalau rumah sudah kotor dari banyak barang yang haram, barang yang ria, barang yg sia-sia, maka rumah itu tidak akan menyenangkan tidak akan barokah.
    Begitu pula dengan harta kita mulai sekarang harus bersih, jangan sekali-kali tercemari oleh hak-hak yang tidak halal bagi kita. Harta yang bersih akan penuh barokah harta yang haram akan penuh fitnah, demikian pula aktivitas bekerja kita bersih pula dari kelicikan. Kita nikmati kejujuran, pandangan harus bersih sekuat-kuatnya jaga dari apa yang diharamkan oleh Allah agar bening dan nikmat hati ini. Kata-kata kita pun harus bersih dari kekejian, bersih dari kata-kata yang jorong, bersih dari kata-kata mencela, menghina orang lain, bersih dari fitnah, pilihlah dari khazanah kata-kata yang ada, kata-kata terbaik. Tubuh kita pun harus bersih, pakaian harus bersih, mandi yang bersih, rambut yang bersih. Begitu pula dengan hati kita harus jaga hati ini, hindari buruk sangka sekuat-kuatnya dan berbaik sangka pada orang yang beriman. Perangilah kedengkian jangan sampai selama Ramadhan ini dilanda dengan kedengkian, kedendaman yang tidak diharapkan oleh Allah. Upayakanlah semuanya bersih lahir batin, harta benda bersih, pikiran bersih. Insya Allah akan menambah keberkahan Ramadhan ini.
    Dan yang terakhir, bulan Ramadhan ini adalah bulan kualitas. Karena ramadhan adalah bulan yang berkualitas diantara bulan-bulan yang lain. Hari-harinya adalah hari-hari berkualitas, berharga tinggi dihadapan Allah, jam demi jam maupun detik demi detik berharga sangat tinggi dihadapan Allah oleh karena itu tidak patut kita melakukan apapun kecuali yang sangat berharga. Jangan pernah kita berbicara kecuali dengan kata-kata yang berharga.
    Jangan melihat kecuali yang berharga. Jangan mendengar kecuali suara-suara yang berharga. Jangan berpikir kecuali memikirkan yang berharga. Jangan pula melangkah kecuali kaki ini dilangkahkan ke tempat-tempat yang berharga dalam pandangan Allah. Cobalah lakukan segalanya dengan niat berharga hanya karena Allah semata.
    Sungguh bila kita mengisi Ramadhan ini dengan aneka amal ibadah seperti yang diuraikan di atas. Insya Allah dengan karunia Allah, di akhir Ramadhan tahun ini kita akan sebagai seekor kupu-kupu yang keluar dari kepompong dengan sangat indahnya, kepompong Ramadhan, subhanallah.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Ramadhan Menumbuhkan Jiwa Melayani

Pemimpin adalah pelayanan bagi umat. Pejabat adalah pelayanan masyarakat. Penjual adalah pelayan bagi pelanggan. Ini telah menjadi kesepakatan tidak tertulis dalam setiap sisi kehidupan. Dalam satu masa pemahaman ini mengalami distorsi. Bahan tidak jarang pemimpin yang minta dilayani.
Lihatlah ketika ada kunjungan kerja dari pejabat pusat atau level lebih tinggi. Jajaran yang lebih rendah sibuk memberikan pelayanan terbaik, dari penjemputan, penyediaan tempat tinggal, kelengkapan akomodasi sampai membawakan tasnya, menyertakan oleh-oleh sampai ‘uang lelah’.
Pelayanan kepentingan masyarakat menjadi sangat sulit. Membuat passport, membuat KTP, SIM, mengurus perijinan sampai pernikahan dan perceraian semuanya serba sulit. Bahkan urusan mengubur jenazah harus membayar sejumlah uang agar semua berjalan dengan mudah. Pajak harus dibayar setiap waktu tapi pelayanan publik memprihatinkan. Sebagaimana pajak penerangan jalan yang dibayar setiap bulan namun kampung kita tetap kegelapan.
Seandainya ada pemimpin seperti Umar bin Khatab yang rela berkeliling melakukan penagwasan langsung terhadap keadaan rakyatnya. Atau presiden sperti Syafrudin Prawiranegara yang tidak tamak dengan kekuasaan. Pejabat seperti Hamka yang selalu sederhana. Panglima zuhud sebagaimana Sudirman. Tentu jiwa pelayanan kepentingan umat akan menjadi prioritas uatam.
Kesadaran melayani orang lain adalah praktik yang telah dilakukan sejak dulu sampai sekarang. Bahkan telah dicontohkan para nabi. Melayani dengan ketulusan, membantu orang untuk fokus pada kekuatan yang dimiliki, membantu orang dalam menyelesaikan masalah adalah praktik-praktik melayani yang memiliki kemuliaan.
Kepemimpinan di dalam islam pada hakekatnya adalah berkhidmat atau menjadi pelayan ummat. Kepemimpinan yang asalnya adalah Hak Allah diberikan kepada manusia sebagai Khalifatullah fil ardli, wakil Allah SWT di muka bumi. Jika bukan karena iradahNya, tak ada seorangpun yang mendapatkan amanah kepemimpinan, baik kecil maupun besar.
Oleh karena itu setiap amanah kepemimpinan harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah. Allah memberikan amanah kepada pemimpin untuk (1) mengatur urusan orang yang dipimpinnya (2) mengarahkan perjalanan sekelompok manusia yang dipimpinnya guna mencapai tujuan bersama (3) menjaga dan melindungi kepentingan yang dipimpinnya. Wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seorang pemimpin tidaklah ringan di mata Allah. Meskipun seringkali godaan syaitan dengan iming-iming keuntungan dunia telah memalingkan motivasi para pemimpin dari tujuan bersama.
Mengapa Allah SWT memberi kepercayaan kepada manusia untuk menjadi pemimpin di atas dunia ini? Dan siapakah para pemimpin sejati yang sesuai dengan tuntunan dari Allah?
Simaklah Firman Allah SWT:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS 2:30)
Ramadhan adalah momen yang tepat untuk melatih diri kita menjadi pelayanan bagi umat. Kita semua, Anda dan juga saya.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

TARHIB RAMADHAN 1426 H
 
Oleh : DR. H. Salim Segaf Al Jufri
KETUA DEWAN SYARIAH DPP PARTAI KEADILAN
 
Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT. pada tahun ini -insya Allah- kita akan bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan. Bulan diwajibkannya shiyam dan diturunkannya Al-Qur'an sebagai hidayah untuk manusia.
Bulan penuh berkah dan rahmat serta bulan pembinaan kaum muslimin menuju derajat muttaqiin. 
 
Bulan Ramadhan senantiasa datang pada saat yang tepat.
Pada saat umat Islam membutuhkan kekuatan iman dan ruhiyah untuk menghadapi kondisi-kondisi sulit dan berat dalam kehidupan mereka. Dan dengan datangnya bulan Ramadhan, Allah SWT memberikan bantuan dan sekaligus hiburan kepada umat Islam dalam menghadapi kondisi berat, sehingga dapat keluar dari permasalahan yang berat dan sulit tersebut. Kondisi inilah yang dihadapi hampir seluruh umat Islam di seluruh dunia. 
 
Bulan Ramadhan tahun ini, umat Islam khususnya di dunia barat menghadapi ujian yang berat. Tekanan dan teror dari rezim dan kelompok mayoritas terus-menerus menimpa umat Islam disana. Sedangkan dalam dunia Islam, umat Islam masih menghadapi masalahnya masing-masing. Di Indonesia umat Islam masih dihadapkan pada krisis yang berat dari semua sisi kehidupan. Sedangkan di belahan dunia Islam lainnya, kondisi umat Islam tidak lebih baik dari Indonesia.
Para da'i di Mesir, Irak, Tunisia dan lainnya masih banyak yang berada di dalam penjara. Umat Islam di daerah minoritas semakin tertindas dan di daerah mayoritas tidak dapat bebas melaksanakan Syari'ah Islam. Palestina, jantung umat Islam semakin merana. Pembantaian bangsa Yahudi Israel atas Umat Islam Palestina tidak kunjung mereda. Dan Masjidil Aqsa terancam bahaya. 
 
Dalam suasana seperti ini, masih ada harapan dan titik terang dengan datangnya bulan Ramadhan. Memasuki momentum Ramadhan yang sangat baik ini, umat Islam
harus mempersiapkan dengan baik sehingga tujuan Ramadhan dapat tercapai, yaitu terealisirnya ketaqwaan. Ketaqwaan merupakan kunci pembuka pintu rahmat Allah SWT, jalan keluar dan solusi atas segala krisis multidimensional. Semoga Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahiim memberkahi kita semua dan memberikan jalan yang terbaik bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia untuk keluar dari krisis yang dideritanya. Diantara sarana yang paling efektif untuk merealisir dan membina ketaqwaan, yaitu dengan cara berpuasa. Puasa adalah pelatihan dan pendidikan bagi manusia yang langsung datang dari Allah yang Maha Mengetahui kemaslahatan mereka. Menahan diri dari makan dan minum dan syahwat di siang hari agar terlatih untuk menahan diri dari nafsu serakah, tamak dan rakus serta menahan diri dari segala kemaksiatan yang dilarang oleh Allah SWT. 
 
Krisis yang menimpa manusia berawal dari ketidak berdayaan manusia untuk menahan diri dari larangan Allah, kemudian jatuh pada larangan tersebut. Seterusnya mengingkari ajaran Islam dan kebenaran. Maka terjadilah pembunuhan atas manusia yang tak berdosa, pemerkosaan, perzinahan dan seks bebas, penggunaan NARKOBA, aborsi, pencurian hutan dan perusakan alam, perampasan hak orang lain, penjajahan, KKN, penganiayaan dan kezhaliman serta pelanggaran lainnya. Oleh karenanya penghentian atas krisis tersebut harus dimulai dari akar krisis dan akar permasalahannya. 
 
Solusi atas krisis secara horizontal harus dimulai dengan mendidik manusia menjadi insan bertqwa sehingga mampu menahan diri dari pelanggaran-pelanggaran dan tunduk pada Allah dan hukum Islam. Dan solusi krisis secara vertikal dengan menegakkan Syari'ah Islam dalam masyarakat dan pemerintah sehingga mereka takut akan sangsi dan tidak melanggar larangan-Nya. Syari'ah Islam memberi rahmat bagi manusia, menjamin hak beragama, hak hidup, hak pemilikan harta, hak berfikir dan berpendapat, hak terpeliharanya kehormatan dan keturunan. Kesinilah semua langkah harus ditujukan, semua pikiran dicurahkan, gerakan reformasi diarahkan, segala tenaga dikerahkan. 
 
Puasa adalah sarana yang paling efektif untuk mendidik manusia menjadi insan yang bertaqwa. Sehingga mereka memiliki keberanian untuk merealisasikan Syariah Islam
dalam kehidupan pribadi dan sosial. Oleh karenannya, marilah kita mempersiapkan dan memasuki bulan Ramadhan dengan hal-hal berikut: 
 
1. Memperkuat kerinduan dan kecintaan terhadap bulan suci Ramadhan dan rasa harap untuk dapat menikmati keutamaannya. Hal ini antara lain dapat diekspresikan
dengan do'a yang dicontohkan Rasul saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik berkata: Rasulullah saw. jika sudah masuk bulan Rajab senantiasa berdo'a: 
 
" Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan" (HR At-Tirmidzi dan Ad-Darimi).
 
Kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan inilah yang juga dirasakan oleh salafu shalih. Karena begitu banyaknya kebaikan yang diberikan oleh Allah di bulan Ramadhan, seperti di bukannya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dibelenggunya syetan- syetan sehingga tidak dapat leluasa menggoda manusia. Dan puncaknya adalah diturunkannya Al-Qur'an sebagai pedoman bagi manusia. Dan pada malam turunnya Al-Qur'an Allah SWT. menjadikannya lebih baik dari seribu bulan. Allah SWT. berfirman: 
 
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar" (QS Al-Qadr 1-5).
 
2. .Menyiapkan diri dengan baik, persiapan hati, persiapan akal dan persiapan fisik. Persiapan hati dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca Al-Qur'an saum sunnah, dzikir, do'a dll. Persiapan akal dengan mendalami ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Dan persiapan fisik dengan menjaga kesehatan, kebersihan rumah dan lingkungan. Dan menyiapkan harta yang halal untuk bekal ibadah Ramadhan. Dalam hal mempersiapkan hati atau ruhiyah, Rasulullah saw. mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya'ban, sebagaimana yang diriwayatkan 'Aisyah ra. berkata:" Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya'ban" (HR Muslim). Bulan Sya'ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit. Rasulullah SAW bersabda: 
 
Dari Usamah bin Zaid berkata: Saya bertanya: "Wahai Rasulullah saw, saya tidak melihat engkau puasa disuatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya'ban".
Rasul saw bersabda:" Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa"  (Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i dan Ibnu Huzaimah)
 
3. Merencanakan peningkatan prestasi ibadah pada bulan Ramadhan tahun ini dari tahun lalu, baik perencanaan yang bersifat global maupun perencanaan bersifat rinci. Seperti peningkatan dalam tilawah, hafalan, pemahaman dan pengamalan Al-Qur'an. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan memantapkan
tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj). 
 
4. Mengutamakan ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan dan mengsisi ibadah Ramadhan dengan tetap komitmen pada Al-Qur'an dan Sunnah. Karena ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam jauh lebih penting dari ibadah-ibadah sunnah dan perbedaan pendapat tetapi menimbulkan perpecahan. 
 
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah
akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada
ditepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk"
 (QS Ali 'Imran 103)
 
5. Melaksanakan ibadah puasa (shaum) dengan hati yang ikhlas dan memperhatikan segala adab serta sunnah-sunnahnya. Menghiasi Ramadhan dengan shalat tarawih, tilawah Al Qur-an, memperbanyak dzikir dan do'a, membayar zakat, infak dan melakukan I'tikaaf pada sepuluh hari terakhir (asyrul awakhir). 
 
'Sungguh, telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, dimana Allah mewajibkan kamu berpuasa, dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu setan-setan. Di dalam Ramadhan terdapat malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Maka barangsiapa yang tak berhasil memperoleh kebaikan Ramadhan sungguh ia tidak akan mendapatkan itu buat selama-lamanya.' (Riwayat Ahmad, Nasaa'i dan Baihaqy).
 
6. Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah (Bulan Taubat), dengan memperbanyak istighfar dan taubah kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan dan meminta ma'af kepada sesama manusia yang dizhaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka. Taubat adalah sebuah sikap menyesali akan segala kesalahan, melepaskannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi kesalahan tersebut. Dosa, maksiat dan kesalahan merupakan sebab inti dari keterpurukan dan krisis ini. Sehingga taubat adalah satu-satunya jalan untuk memulai hidup baru menuju yang lebih baik. Taubah dan istighfar menjadi syarat utama bagi bangsa Indonesia untuk mendapat maghfiroh (ampunan), rahmat dan karunia Allah SWT.
 
Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.' (QS Hud : 52)
 
7. Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah dan Syahrud Da'wah (Bulan Pendidikan dan Da'wah).
Diantara ciri khas bulan Ramadhan adalah tumbuh suburnya suasana ke-Islaman disemua tempat. Umat Islam mempunyai kesempatan lebih banyak untuk beribadah.
Puasa merupakan sarana yang sangat efektif untuk menahan segala kecenderungan negatif dan memotivasi untuk melakukan semua bentuk kebaikan. Sehingga peluang tarbiyah dan da'wah di bulan Ramadhan lebih terbuka dan lebih luas. 
Kesempatan inilah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para da'i dan ulama untuk melakukan da'wah dan tarbiyah. Terus melakukan gerakan reformasi (harakatul ishlah). Membuka pintu-pintu hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama. Meningkatkan kepekaan untuk menolak kezhaliman dan kemaksiatan. Menyebarkan syiar Islam dan meramaikan masjid dengan aktifitas ta'lim, kajian kitab, diskusi, ceramah dll, sampai terwujud perubahan-perubahan yang esensial dan positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ramadhan bukan bulan istirahat yang menyebabkan mesin-mesin kebaikan berhenti bekerja, tetapi momentum tahunan terbesar untuk segala jenis kebaikan. 
 
8. Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrul Jihad. 
Jihad adalah puncak ajaran Islam, rahasia kemulian dan kejayaan umat Islam. Sedangkan landasan jihad adalah kesucian dan kebersihan jiwa. Oleh karenannya bulan Ramadhan adalah momentum yang sangat tepat untuk menumbuhkan ruhul jihad dalam tubuh umat Islam. Sejarah telah membuktikan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan gerakan jihad. Parang Badar Al-Kubra, Fathu Makkah, Pembebasan Palestina oleh Shalahuddin Al-Ayyubi, Perang Ain Jalut yang dapat menaklukkan tentara mongol, Penaklukkan Andalusia oleh pahlawan Tariq bin Ziyaad, Kemerdekaan Indonesia dll, semuanya terjadi pada bulan Ramadhan. 
 
9. Mengambil keberkahan Ramadhan semaksimal mungkin, termasuk dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan pemberdayaan umat, dengan melakukan aktifitas positif, seperti; bazar amal, membuka pasar-pasar alternatif, penggalangan dana, penumbuhan produk pribumi, peningkatan investasi sesama umat Islam, memunculkan kreatifitas di bidang seni budaya dll. 
 
10. Meningkatkan muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi
orang/kelompok yang selalu mencari-cari kesalahan orang/kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang mungkin jelas kesalahannya. Pada tingkat makro inilah sumber kemelut yang melanda bangsa Indonesia. Kesempatan Ramadhan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri sehingga perubahan-perubahan yang diharapkan bangsa Indonesia dapat berlangsung mulus dan terhindar dari benturan-benturan antar kekuatan yang banyak menimbulkan korban di kalangan kaum muslimin sendiri.
 
Semoga Allah SWT senantiasa menerima shiyam kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian
sehingga membuka peluang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Mengakhiri Ramadhan

Berakhirnya Ramadhan menjadi saksi atas amal-amal kita. Selamat bagi yang amalnya baik, yang amalnya itu akan menolongnya untuk masuk Surga dan bebas dari Neraka. Dan celaka bagi orang yang buruk amalnya lantaran kelengahan dan menyia-nyiakan waktu Ramadhan. Maka perpisahan dengan Ramadhan hendaknya diakhiri dengan kebaikan, karena ketentuan amal itu pada pungkasannya. Barangsiapa berbuat baik di bulan Ramadhan hendaklah menyempurnakan kebaikannya, dan barangsiapa berbuat jahat hendaklah ia bertobat dan menjalankan kebaikan pada sisa-sisa umurnya. Barangkali tidak akan menjumpai lagi hari-hari Ramadhan setelah tahun ini. Maka hendaklah diakhiri dengan kebaikan dan senantiasa melanjutkan perbuatan baik yang telah dilakukan di bulan Ramadhan pada bulan-bulan lain. Karena Rabb yang memiliki bulan-bulan itu hanyalah satu, dan Dia mengawasimu dan menyaksikanmu. Dan Dia memerintahkanmu untuk taat selama hidupmu.

Barangsiapa menyembah Ramadhan maka sesungguhnya bulan Ramadhan ini telah akan habis dan lewat. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup, tidak mati. Maka teruskanlah beribadah padaNya dalam segala waktu.

Sebagian orang beribadah di bulan Ramadhan secara khusus. Mereka menjaga shalat-shalatnya di masjid-masjid, memperbanyak baca Al-Quran, dan menyedekahkan hartanya. Lalu ketika Ramadhan usai, mereka bermalas-malasan, kadang-kadang
mereka meninggalkan shalat Jum'at dan tidak berjama'ah. Mereka itu telah merusak apa yang telah mereka bangun sendiri, dan menghancurkan apa yang mereka bina. Seakan-akan mereka menyangka, ketekunannya di bulan Ramadhan itu bisa
menghapuskan dosa dan kesalahannya selama setahun. Juga mereka anggap bisa menghapus dosa meninggalkan kewajiban-kewajiban dan dosa melanggar hal-hal yang haram. Mereka tidak menyadari bahwa penghapusan dosa karena berbuat
kebaikan di bulan Ramadhan dan lainnya itu hanyalah terhadap dosa-dosa kecil dan itupun terikat dengan menjauhkan diri dari dosa-dosa besar. Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil)." (An-Nisaa': 31).
Nabi SAW bersabda, artinya: "Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya, dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi diantara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "(HR. Muslim).

Dosa besar mana selain syirik (menyekutukan Allah Ta'ala) yang lebih besar daripada meninggalkan shalat? Tetapi meninggalkan shalat itu sudah menjadi kebiasaan yang lumrah bagi sebagian orang. Ketekunan mereka di bulan Ramadhan tidak ada gunanya sama sekali bagi mereka jikalau mereka melanjutkannya dengan kemaksiatan-kemaksiatan berupa meninggalkan kewajiban-kewajiban dan melanggar larangan-larangan Allah Ta'ala.

Sebagian ulama ditanya tentang kaum yang tekun ibadah di bulan Ramadhan, tetapi setelah usai, mereka meninggalkannya dan berbuat buruk. Maka dijawab: Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan. Ya, benar. Karena orang yang mengenal Allah tentunya ia akan takut padaNya setiap waktu (bukan hanya di bulan Ramadhan).

Bila bukan karena kesadaran

Sebagian orang kadang berpuasa Ramadhan dan menampakkan kebaikan serta meninggalkan maksiat, narnun itu semua bukan karena keimanan dan kesadaran. Mereka mengerjakan itu hanyalah dalam rangka basa-basi dan ikut-ikutan. Karena hal ini terhitung sebagai tradisi masyarakat. Perbuatan ini adalah kemunafikan besar, karena orang-orang munafik memang pamer kepada manusia dengan menampak-nampakkan ibadahnya.

Orang-orang munafik itu menganggap bulan Ramadhan ini sebagai penjara, sementara yang ditunggu adalah usainya, untuk berkiprah dalam kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan haram, bergembira ria dengan usainya Ramadhan lantaran bebasnya dan kungkungan.

Rasulullah SAW bersabda:
"Telah masuk pada kalian bulan kalian ini," kata Abu Hurairah dengan menirukan sumpah Rasulullah SAW, "tidak ada bulan yang melewati Muslimin yang lebih baik bagi mereka daripadanya, dan tidak ada bulan yang melewati orang-orang munafik yang lebih buruk bagi mereka daripadanya," kata Abu Hurairah dengan menirukan sumpah Rasulullah SAW., "Sesungguhnya Allah pasti akan menulis pahalanya dan sunat-sunnatnya sebelum (mukmin)memasukinya (bulan Ramadhan itu), dan akan menulis dosanya dan celakanya sebelum (munafik) memasukinya. Hal itu karena orang mukmin menyediakan makanan dan nafakah/belanja di bulan itu untuk ibadah kepada Allah, dan orang munafik bersiap-siap di bulan itu karena membuntuti kelalaian-kelalaian mukminin dan membuntuti aurat-aurat (rahasia-rahasia) mereka, maka dia (munafik) memperoleh jarahan yang diperoleh orang mukmin." (HR. Ahmad dan lbnu Khuzaimah dalam Shahihnya dan Abi Hurairah).

Kegembiraan mukminin beda dengan munafikin

Orang mukmin bergembira dengan selesainya Ramadhan karena telah memanfaatkan bulan itu untuk ibadah dan taat, maka dia mengharap pahala dan keutamaannya. Sedang orang munafik bergembira dengan selesainya bulan itu karena akan berangkat untuk bermaksiat dan mengikuti syahwat yang selama Ramadhan itu telah terkungkung.

Oleh karena itu orang mukmin melanjutkan kegiatan setelah bulan Ramadhan dengan istighfar, takbir dan ibadah, namun orang munafik melanjutkannya dengan maksiat-maksiat, hura-hura, pesta-pesta musik dan nyanyian karena girang dengan berpisahnya Ramadhan dari mereka. Maka bertaqwalah kepada Allah wahai hamba Allah, dan berpisahlah dengan Ramadhanmu dengan taubat dan istighfar.

Menutup Ramadhan

Wahai hamba Allah, termasuk hal yang disyari'atkan Allah dalam menutup Ramadhan yang diberkahi itu adalah shalat led dan membayar zakat fitrah sebagai rasa syukur kepada Allah Ta'ala atas telah ditunaikannya kewajiban puasa. Sebagaimana Allah mensyari'atkan shalat iedul Adha sebagai tanda syukur kepada-Nya atas penunaian kewajiban ibadah haji. Keduanya adalah Hari Raya Islam. Telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi SAW bahwa beliau ketika datang di Madinah penduduknya mempunyai dua hari yang mereka itu bermain-main di hari itu, beliau bersabda:
"Sungguh Allah telah mengganti untuk kalian dua hari tersebut dengan yang lebih baik daripada keduanya, (yaitu) hari (raya) kurban dan hari (raya) fitri."

Maka tidak boleh menambahi dua hari raya ini dengan mengadakan hari-hari raya baru yang lain. Hari raya dalam Islam itu disebut ied (kembali) karena dia itu kembali dan berulang-ulang lagi setiap tahun dengan kegembiraan dan kesenangan, karena
karunia yang telah Allah mudahkan berupa pelaksanaan ibadah puasa dan haji, yang keduanya itu adalah termasuk rukun Islam.

Dan karena Allah SW mengembalikan pada dua hari raya itu atas hambanya dengan kebaikan, dan membebaskan dari api Neraka. Sungguh Nabi SAW telah memerintahkan khalayak urnum, sampai wanita-wanita sekalipun, agar keluar untuk shalat ied. Kaum wanita disunnahkan menghadirinya tanpa pakai wewangian, tidak berpakaian dengan pakaian bias dan pakaian yang menarik perhatian, dan tidak bercampur aduk dengan lelaki. Sedang wanita yang sedang haidh agar keluar untuk menghadiri da'wah (khutbah) dan menjauhi tempat shalat.

Keluar untuk shalat ied itu adalah menampakkan syiar Islam dan menjadi suatu pertanda yang nyata, maka bersemangatlah untuk menghadirinya wahai orang yang dirahmati Allah. Karena sesungguhnya ied itu termasuk kesempurnaan hukum-hukum pada bulan yang diberkahi ini. Upayakanlah betul-betul untuk khusyu', ghaddhul bashar (menjaga pandangan dan yang haram), dan tidak isbal(tidak memanjangkan pakaian sampai bawah mata kaki bagi lelaki). Hendaklah menjaga lisan dan omong kosong, porno, dan bohong. Juga jagalah pendengaran dan mendengarkan perkataan yang tak karuan, nyanyian-nyanyian, musik, dan mendatangi pesta-pesta, hura-hura dan permainan yang diadakan oleh sebagian orang bodoh. Karena seharusnya ketaatan itu diikuti dengan ketaatan pula, bukan sebaliknya. Oleh karena itu Nabi mensyari'atkan bagi ummatnya untuk menyambung puasa Ramadhan itu dengan puasa sunnat 6 hari di bulan Syawwal.

Bahwasanya Nabi SAW bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan diikuti dengan (puasa sunnah) enam hari dari Bulan Syawwal maka seakan-akan ia berpuasa setahun." (HR. Muslim)

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Rentangan sejarah Islam terwarnai dengan beragam peristiwa kejayaan dan kegemilangan serta tidak sedikit dari kegagalan, kesedihan dan penderitaan. Itulah sunatullah terhadap hamba-Nya yang suatu waktu berada dibawah dan disaat lainnya berada diatas.
Pada bulan Ramadhan peristiwa demi peristiwa terjadi pada umat Islam dimulai dari zaman Rosulullah SAW sampai pada detik hari ini. Peristiwa yang harus kita ketahui sebagai seorang muslim sehingga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran darinya dalam rangka menyusun strategi untuk masa yang akan datang. Bukankah Allah telah menjelaskan kepada kita , 'Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.' (QS. Yusuf :111), 'Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.' (QS. Al A’raaf :176), 'Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang ada di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran)' (QS. Al Qomar :4).
Diantara peristiwa yang terjadi pada bulan Ramadhan adalah :
1 Ramadhan 587 H.
Penghancuran dan penguasaan kota ‘Asqolan yang merupakan pintu masuk menuju kota Al Quds. Penghancuran dan penguasaan kota ini dilakukan oleh Sholahuddin Al Ayyubi sebagai strategi menahan laju kekuatan kaum salib (nasrani) yang akan merebut kota Quds. Pada hari penaklukannya Sholahuddin Al Ayyubi berkata, ' Demi Allah sesungguhnya penghancuran benteng di ‘Asqolan lebih aku sukai walaupun aku harus kehilangan seluruh anakku, karena penguasaan ‘Askolan adalah demi kemaslahatan Islam dan kaum Muslimin.' sekarang kota ‘Asqolan dikenal dengan nama kota Asduud di negara Palestina.
2 Ramadhan 732 H
Pada tanggal ini lahir seorang Ulama besar yaitu Abdurrahman bin Muhammad bin khaldun atau dikenal dengan nama Ibnu Khaldun. Beliau mengarang kitab 'Muqodimah' yang lebih dikenal dengan 'Muqodimah Ibnu khaldun' yang membahas tentang ilmu sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik dan sejarah filsafat. Buku ini telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa Eropa dan bahasa lainnya. Para ilmuwan barat mengakui akan keunggulan karangan Ibnu Khaldun terbukti mereka masih mempelajari dan menjadikan sebagai buku induk dalam kajian Ilmu Kemasyarakatan. Ibnu Khaldun meninggal pada tahun 808 H di Mesir pada masa Sultan An Nasr Lidinillah.
3 Ramadhan 11 H
Pada hari ini Sayyidah Fatimah Az Zahra anak bungsu dan kesayangan Rosulullah SAW dari pernikahannya dengan Ummu Mukminin khadijah binti Khawailid meninggal dunia. Sayiddah Fatimah lahir 5 tahun sebelum Rosulullah SAW diangkat sebagi Nabi. Sayyidah Fatimah dinikahi oleh Imam Ali bin Abi Thalib anak dari paman Rosulullah SAW pada bulan ramadhan tahun 2 H, dan menjalani kehidupan Rumah tangga pada bulan Dzul Hijjah di tahun yang sama. Dari pernikahan yang penuh berkah ini lahirlah Hasan, Husain (pemuda ahli surga), Zainab, Ummi Kultsum dan Muhsin yang meninggal saat kecil.
3 Ramadhan 825 H
Pada hari ini Sultan Murad II dari kekhalifahan Utsmaniyah mengadakan pengepungan kota Qostantiniyah dalam rangka menaklukan dan memasukannya dalam naungan Islam. Setelah sekian waktu peperangan berkecamuk dengan sangat dasyatnya dan beliau tidak mampu menaklukannya akhirnya beliau kembali kepusat pemerintahannya tanpa membawa hasil yang dicita-citakan.


5 Ramadhan 362 H
Sultan Al Mu'iz Lidinillah Al fatimi memasuki negera Mesir setelah sebelumnya beliau mengirim pasukan sebanyak 100.000 tentara dibawah pimpinan panglima Jauhar Ash Shiqili pada bulan Sya'ban 358 H tanpa ada perlawanan.
6 Ramadhan 223 H
Sultan Al Mu'tasim seorang khalifah 'Abasiyah mengadakan pengepungan terhadap kota 'Umuriyah' yang merupakan benteng pertahanan terkuat kerajaan Benzantiniyyah di Asia kecil. Usaha beliau berhasil dengan tertakluknya kota tersebut.
7 Ramadhan 361 H
Atas perintah Khalifah fatimi panglima Jauhar Ash Shiqili meletakan pondasi pertama pendirian Jami’ (Masjid) Al Azhar. Pada tahun 378 H fungsi masjid ditambah menjadi suatu Universitas dengan dilakukan pembentukan staff pengajar yang pembahasan utamanya adalah permasalahan hukum-hukum keislaman. Sepanjang masa Al Azhar selalu menyambut gembira kedatangan para pelajar yang berkeinginan belajar disana. Segala fasilitas disediakan seperti tempat tinggal, kebutuhan hidup bahkan halaqoh (kelompok belajar) ilmu-ilmu keislaman yang beragam sehingga para penuntut ilmu dapat memilih halaqoh yang dikehendakinya.
8 Ramadhan 789 H
Sultan Al Mu’tasim Billah pada hari ini mengadakan pengumuman kepada rakyatnya bahwa barang siapa yang merasa didzalimi dan memiliki perkara yang mengantar kepada permusuhan maka datanglah kepada saya pada hari Ahad (Minggu) dan Rabu untuk menyelesaikan permasalahannya. tradisi ini baru dimulai pada masa beliau dan selanjutnya diikuti oleh Sultan-sultan setelah beliau.
9 Ramadhan 222 H
Panglima Al Afsyiin salah satu panglima perang Khalifah ‘Abasiyah Al Mu’tasim bin Harun Ar Rasyid mamapu menaklukan kota Albadz pusat pemerintahan Babak Al Khurmi setelah melakukan pertempuran dan pengepungan selama dua tahun penuh. Faktor pemberontakan Babak Al Khurmi yang dimulai tahun 201 H pada masa Khalifah Ma’mun adalah keinginannya untuk merebut kekholifahan dari ras Arab yang Muslim untuk ras Faris dan Majusi. selain itu merekapun menolak segala bentuk peribadahan seperti Sholat, Saum, Zakat, haji dan menghalalkan minum arak dan menghalalkan segala yang diharamkan oleh Islam.
10 Ramadhan 1393 H
Tentara Mesir mampu menembus terusan Suez dan menghancurkan benteng Berlif serta menghancurkan kekuatan tentara Israel. Begitupula tentara Suriah mampu membebaskan beberapa wilayahnya dari tangan Israel. Semboyan pasukan pada peperangan tersebut adalah Allahu Akbar ( Allah Maha Besar).
11 Ramadhan 1393 H
Terjadi serangan mendadak terhadap kekuatan Israel yang dilakukan oleh satu pasukan berani mati Palestina di Ramallah yang menyebabkan kerusakan dan kerugian dipihak Israel.
12 Ramadhan 597 H
Imam Abu Faraj Ibnu Jauzi seorang ahli sejarah dan Ulama terkenal meninggal dunia. Beliau terkenal karena karangan beliau yang berjumlah ratusan buku -diriwayatkan bahwa beliau mengarang buku sekitar 250 buku-. Diantara bukunya dalah TALBISUL IBLIS.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Songsong Ramadhan, Rindu Kumandang Adzan


Di sebuah toko Maroko di Frankfurt am Main, seorang muslimah bernama Shalihah bertutur betapa bahagianya para muslim di Jerman dalam menyambut bulan Ramadhan. ”Insya Allah tak ada masalah berpuasa di sini. Asal kita berusaha mengikuti segala perintah Allah dan berusaha mengekang hawa nafsu.”, ucapnya. ”Namun ada satu hal yang terasa kurang. Waktu menunggu berbuka puasa kita tak pernah mendengar suara adzan Maghrib berkumandang.”
Adzan sebenarnya masih dikumandangkan di masjid-masjid, namun suaranya tidak boleh sampai menggema keluar seperti di Indonesia, karena bisa dianggap melanggar peraturan umum. Muhammad Stefan, seorang muslim asli Jerman mengatakan kerinduannya yang mendalam untuk mendengar suara panggilan shalat itu. Lantas dia men-download program Adzan dari situs-situs Islam di internet pada komputernya, sehingga segera tahu kapan saatnya shalat, imsa’, dan iftar (berbuka puasa).
Sekitar 500.000 orang asli Jerman telah memeluk agama Islam dari total kira-kira empat juta muslim di Jerman. Kebanyakan mereka memeluk Islam melalui pernikahan, namun tak sedikit juga yang masuk Islam karena pemikirannya sendiri, setelah membaca, berdiskusi dan berinteraksi dengan para muslim. Beberapa di antara mereka telah mengganti nama depan khas Jermannya dengan nama muslim. Wolfgang sekarang dikenal sebagai Muhammad, Manfred sebagai Khamis, Walter sebagai Rashid, Michael sebagai Omar, Andreas sebagai Ismael, Gerhard sebagai Abdel Qadir, Bernd sebagai Khalid. Para muslimahpun tak ketinggalan, Brigette sekarang dipanggil Khadijah. Subhanalah! Merubah nama memang tidak wajib, tapi setidaknya membantu menjembatani gap dalam komunikasi Islami di antara muslimin dan muslimah. Mereka telah menganut Islam lebih dari 30 dan 40 tahun yang lalu dan jangan kaget karena mereka fasih berbahasa Arab.
***
Di Mörfelden, sebuah kota kecil tempat saya pernah tinggal, ada sebuah masjid Turki yang cukup megah. Masjid itu memberikan contoh bagus yang bisa ditiru oleh masjid di Indonesia yaitu tentang kemandirian untuk mendanai aktivitas dakwah. Dalam satu kompleks masjid, terdapat ”rumah dinas” untuk imam selain toko yang menjual barang kebutuhan sehari-hari dan makanan halal. Bahkan ada tempat potong rambut pria murah. Solidaritas muslim Turki juga kuat. Mereka menjadi konsumen setia dari usaha tersebut yang berarti menambah pula kas masjid. Infaq dan shodaqoh yang mereka berikan tidak tanggung-tanggung. Para pengusaha Turki yang sukses tidak segan-segan untuk memasukkan lembaran uang 50 Euro (sekitar Rp 600 ribu) ke dalam kotak shodaqoh di masjid. Tetapi yang lebih menggembirakan adalah semakin bertambahnya jumlah muslim yang melaksanakan ibadah ke masjid. Selain itu, mereka juga mengadakan pengajian untuk anak-anak dan remaja yang terutama ditujukan untuk mempelajari Al-Qur'an dan menjauhkan mereka dari pengaruh budaya Barat yang merusak.
Menarik juga cerita dari sebuah masjid Arab di Heidelberg. Imam masjid itu seorang kulit hitam bernama Yusuf dari Tunisia. Hebatnya, ia pernah kuliah Economic Management di California, Amerika, tapi begitu selesai ia meneruskan studinya dengan mengambil Ilmu Fiqh di Madinah, Saudi Arabia. Setelah lulus ia langsung ke Jerman untuk berdakwah di masjid itu. Jadinya, pengetahuannya luas; bahasa Arab, Inggris, dan Jerman sama fasihnya. Di masjid Arab itu tersedia fasilitas perpustakaan, komputer dan internetnya, dan sokongan dana yang cukup untuk mendukung aktivitas dan pemeliharaan masjid.
Namun di balik itu semua, bukan rahasia lagi umat Islam mendapat perlakuan diskriminatif di negara Barat termasuk Jerman. Mulai dari cap terorisme di mana beberapa rekan sempat diperiksa polisi di stasiun kereta gara-gara berwajah Timur Tengah, larangan karyawati kantor pemerintah Jerman termasuk para guru untuk memakai kerudung, sampai pembakaran masjid. Dari berita di TV, internet, dan koran, banyak umat muslim yang lahir atau sudah sangat lama menetap di Jerman masih dianggap sebagai tamu asing dan warga kelas dua.
Alhamdulillah, ada angin baik berhembus pada saat ini. Beberapa minggu menjelang Ramadhan tahun lalu ratusan masjid yang tersebar di berbagai kota di seluruh Jerman secara serentak menggelar acara ‘Masjid Terbuka’ (Tag der offenen Moschee). Acara besar-besaran ini telah menarik ribuan pengunjung dari dalam dan luar Jerman, baik Muslim maupun non Muslim. Acara yang digelar antara lain pameran buku-buku mengenai Islam, seminar, diskusi podium tentang masalah keislaman maupun isu-isu kontemporer menyangkut Dunia Islam. Tujuan utama acara ini, di samping untuk memperkenalkan Islam ke masyarakat luas, juga untuk meluruskan kesalahpahaman dan membangun imej yang positif seputar Islam dan umat Islam di Eropa, dan Jerman khususnya.
***
Kegiatan Ramadhan dan Idul Fitri, di samping sebagai ibadah ritual, juga dimaksudkan untuk syiar Islam. Masyarakat Jerman baik muslim maupun nonmuslim perlu diberitahu mengenai Islam yang sebenarnya, bukan seperti yang diberitakan secara keliru oleh sebagian besar media massa. Kegiatan ini merupakan penyeimbang dari dakwah lain yang dilakukan baik secara nyata maupun melalui dunia maya (internet).
Ada satu kebanggaan dalam diri umat muslim yang tinggal di Jerman dan negara-negara Barat lainnya. Mereka secara kompak berusaha untuk tidak larut dalam gelombang kehidupan masyarakat Barat yang bisa-bisa menyimpangkan aqidah mereka dari jalan yang lurus. Mereka kebanyakan menjadi golongan minoritas di lingkungan tempat tinggalnya, namun Islam telah ada selama bertahun-tahun sehingga orang-orang setempat mulai bisa menerima cara hidup yang islami ini. Yang paling penting adalah muslim di Jerman dan negara-negara Barat lainya telah menemukan kebenaran yang hakiki dari Tuhannya. Mereka dengan ikhlas menerima, mengikuti, dan melaksanakan ajaran Islam, apapun dan bagaimanapun pemikiran atau pendapat dari pemerintah dan bangsanya sendiri.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

MARHABAN YA... RAMADHAN
Oleh: M. Khairuddin Rendusara

"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, Allah mengunjungi pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do`a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini." (HR. Ath-Thabrani, dan para periwayatnya terpercaya).

Tak terasa Ramadhan bulan yang penuh dengan kemuliaan, beberapa hari lagi akan hadir di tengah-tengah kita. Bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah, tentu datangnya bulan Ramadhan akan disambut dengan rasa gembira dan penuh syukur. Sebagai seorang insan yang tak pernah luput dari dosa, bulan Ramadhan merupakan ladang yang sangat kondusif untuk melakukan evaluasi, penyucian jiwa, dan menuai pahala sebanyak-banyaknya.

Ramadhan bulan keberkahan
Bulan Ramadhan merupakan suatu moment super khusus yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta`ala kepada kaum muslimin. Dikatakan Ramadhan sebagai suatu moment super khusus karena bulan ini memiliki banyak keistimewaan yang tidak terdapat di bulan-bulan lainnya. Pada bulan Ramadhan, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat, pahala-pahala dilipat gandakan, terdapat malam lailatur qadar yang nilainya lebih baik dari pada 1000 bulan.
Secara umum keistimewaan dan keutamaan bulan Ramadhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Bulan bersejarah.
Banyak sekali peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di bulan Ramadhan. Misalnya perang Badar Kubra yang terjadi pada tahun ke-2 Hijrah, dimana kaum muslimin yang berjumlah + 300 orang dapat mengalahkan musuh-musuhnya yang dari segi kuantitas 3 kali lipatnya dengan sarana perang yang lengkap dan lebih canggih. Belum lagi Fathu Makkah, Perang Hithtiin, `Ain Jalut dan lain sebagainya yang semua itu terjadi di bulan Ramadhan. Tetapi yang peristiwa yang lebih penting dan agung dari itu semua adalah di bulan yang mulia inilah al-Qur`an al-Karim diturunkan. Allah Subhanahu Wa Ta`ala berfirman :
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. 2:185)

2. Bulan pengampunan dosa dan kesalahan.
Puasa Ramadhan menghapuskan dosa, sebagaimana dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallah `Anhu dari Nabi Shallallahu `Alahi Wa Sallam bahwa beliau Shallallahu `Alahi Wa Sallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaqun `Alaih).
Mendirikan shalat malam Ramadhan menghapuskan dosa, sebagaimana dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallah `Anhu dari Nabi Shallallahu `Alahi Wa Sallam bahwa beliau Shallallahu `Alahi Wa Sallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaqun `Alaih).
Mendirikan shalat pada malam Lailatur Qadar menghapuskan dosa, sebagaimana dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallah `Anhu dari Nabi Shallallahu `Alahi Wa Sallam bahwa beliau Shallallahu `Alahi Wa Sallam bersabda :
"Barangsiapa mendirikan shalat pada Lailatur Qadar karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaqun `Alaih).

3. Bulan menuai pahala dan ganjaran.
Setiap ibadah yang dilakukan di bulan Ramadhan, maka Allah Subhanahu Wa Ta`ala akan melipat gandakan pahala dan ganjarannya.Dalam hadits Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallah `Anhu berkata Rasulullah Shallallahu `Alahi Wa Sallam bersabda :
Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah SWt berfirman : "Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. Maka sesungguhnya ia telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku." (H.R. Muslim).

Banyak sekali aktifitas ibadah yang dapat kita lakukan di bulan Ramadhan, namun puncak dari itu semua adalah ibadah shaum (puasa). Ibadah ini merupakan ibadah sirriyah (ibadah rahasia). Tak ada seorang pun yang tahu jika kita sedang berpuasa. Puasa mendidik jiwa Muslim menjadi ikhlas, punya kehendak kuat dan tegar dalam menghadapi tantangan. Ummat Islam diwajibkan berpuasa sebulan penuh, dan pahala puasa yang Allah janjikan tak terbatas nilainya, bahkan dalam hadits qudsi dikatakan, berbeda dengan ibadah yang lain, puasa ini adalah khusus untuk Allah Subhanahu Wa Ta`ala .

4. Fasilitator ketakwaan
Tujuan ibadah dalam Islam adalah menjadikan hidup manusia seluruhnya ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala (QS. 51:56). Dan yang mendasari diwajibkan kewajiban-kewajiban agama untuk melatih kita dengan cara yang sedemikian rupa, agar kelak kita mampu mengubah seluruh hidup kita menjadi bernilai ibadah yang tetap teratur kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Dan puasa adalah sebuah sarana untuk mempersiapkan manusia untuk melaksanakan ibadah yang full time. Selanjutnya masih ada kekhususan lain dari puasa, bahwa puasa melatih seseorang untuk mematuhi perintah syari`ah secara terus menerus, tanpa berhenti dan dalam jangka waktu yang lama. Maka wajar jika Allah mengganjar dengan predikat muttaqin bagi mereka yang berhasil dalam ujian Ramadhan. Firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". (QS. 2:183)

Mempersiapkan Diri
Perlu kiranya kita melakukan usaha mempersiapkan diri untuk menyambut bulan Ramadhan sehingga bulan Ramadhan berikut ini dapat benar-benar memiliki nilai yang tinggi dan dapat mengantarkan kita menjadi golongan yang bertaqwa. Dan beberapa hal yang perlu dipersiapkan adalah :

1. Berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala
Sebagaimana yang dicontohkan para Salafush Shalih, bahwa mereka berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala agar mereka dipertemukan dengan bulan Ramadhan sejak enam bulan sebelumnya, dan selama enam bulan (berikutnya) mereka berdo`a agar puasanya diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Dan diantara do`a mereka itu adalah :
"Ya Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya daripadaku dengan kerelaan."

2. Persiapan Keilmuan
Mu`adz bin Jabal Radhiyallah `Anhu, "Hendaklah kalian memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah." Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahumullah mengomentari hadits diatas, "Orang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya." Suatu amal perbuatan tanpa dilandasi ilmu, maka kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya, dan hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui kaifiat berpuasa dan shalat yang benar serta sesuai dengan syariat Islam.
Jembatan menuju kebenaran adalah ilmu, dan siapa yang menempuh perjalanan hidupnya dalam rangka menuntut ilmu maka Allah Subhanahu Wa Ta`ala akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.
Dari Abu Hurairah Radhiyallah `Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu `Alahi Wa Sallam bersabda : "Barangsiapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah Subhanahu Wa Ta`ala memudahkan baginya jalan menuju Surga." (H.R. Muslim).

3. Persiapan Jiwa dan Spiritual
Persiapan jiwa dan spritual merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam upaya memetik manfaat sepenuhnya dari ibadah puasa. Tazkiyatun nafsi (kesucian jiwa) akan melahirkan keikhlasan, kesabaran, ketawakalan dan amalan-amalan hati lainnya, yang akan menuntun seseorang kepada jenjang ibadah yang berkualitas dan kuantitas. Dan salah satu cara untuk mempersiapkan jiwa dan spritual untuk menyambut bulan Ramadhan adalah dengan jalan melatih dan memperbanyak ibadah-ibadah di bulan-bulan sebelumnya (minimal di bulan Sya`ban), sebagaimana yang dijelaskan dalan hadits `Aisyah Radhiyallah `Anhu ini;
Dari `Aisyah Radhiyallah `Anha berkata, "Belum pernah Rasulullah Shallallahu `Alahi Wa Sallam berpuasa (sunnat) di bulan-bulan lain, sebanyak yang ia lakukan di bulan Sya`ban. (H.R. Muslim).

Seorang yang menjalani ibadah puasa di Bulan Ramadhan tanpa memiliki kesiapan secara jiwa dan spritual, dikhawatirkan puasanya akan menjadi sia-sia sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu `Alahi Wa Sallam dengan sabdanya :
Dari Abu Hurairah Radhiyallah `Anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu `Alahi Wa Sallam, "Berapa banyak orang berpuasa, tidak mendapatkan sesuatu pun dari puasanya kecuali lapar. Dan berapa banyak orang yang shalat malam, tidak mendapatkan sesuatu pun dari shalatnya melainkan hanya bergadang." (H.R. Ibnu Majah).

4. Persiapan Dana
Sebaiknya aktivitas ibadah di Bulan Ramadhan harus lebih mewarnai hari-hari kita ketimbang aktivitas mencari nafkah atau yang lainnya. Pada bulan ini setiap Muslim dianjurkan memperbanyak amal kebajikan, shadaqah, memberi makan, dll. Karena itu, seyogyanya dibuat sebuah agenda maliyah yang memprediksikan pengeluaran dan pendapatan selama bulan Ramadhan. Dengan jelas posisi keuangan kita dapat melakukan penjadwalan dan mengalokasikan shadaqah dan infaq serta makanan yang akan kita berikan sepanjang bulan itu. Karena moment Ramadhan merupakan moment yang paling tepat dan utama untuk menyalurkan ibadah maliyah kita.
"Nabi Shallallahu `Alahi Wa Sallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya Al Qur`an. Jibril menemui setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al Qur`an. Rasulullah Shallallahu `Alahi Wa Sallam ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus." Muttafaqun `Alaihi.
Termasuk dalam persiapan maliyah adalah mempersiapkan dana agar dapat beri`tikaf dengan tenang tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga. Untuk itu, mesti dicari tabungan dana yang mencukupi kebutuhan di bulan Ramadhan.

Penutup
Marilah kita bertekad untuk menyambut bulan Ramadhan yang sudah diambang pintu ini dengan serangkaian aktivitas ibadah yang di landasi keikhlasan dan penyerahan diri hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala semata, sehingga kita di sucikan dari dosa-dosa. Dan semoga Allah Subhanahu Wa Ta`ala menghindari kita dari orang-orang yang diperingatkan Rasulullah Shallallahu `Alahi Wa Sallam dalam haditsnya :
"Jibril datang kepadaku dan berkata, "Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan ini habis dan tidak mendapat ampunan, maka ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya. Katakan Amin! Aku pun mengatakan : Amin." (H.R. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam shahihnya).

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

SILABUS CERAMAH RAMADHAN 1425 H
LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN DA'WAH (LPPD)
KHAIRU UMMAH
TEMA : MEMBANGUN PRIBADI DAN MASYARAKAT YANG TERPUJI

NO
TOPIK
POKOK-POKOK BAHASAN
REFERENSI
1
Marhaban Ya Ramadhan
1.     Setiap Muslim Bergembira dengan datangnya Ramadhan.
2.     Ramadhan Bulan Peningkatkan Taqwa:
  1. Ketaqwaan Pribadi.
  2. Ketaqwaan Keluarga.
  3. Ketaqwaan Masyarakat.
QS 2:183
2
Menjadi Pribadi Yang Ikhlas
1. Pengertian Ikhlas dan Hubungannya Dengan Puasa.
2. Kedudukan dan Indikasi Ikhlas
3. Kiat-Kiat Mempertahankan Ikhlas.
a. Memiliki pengetahuan tentang ikhlas.
b. Memingkatkan pelaksanaan  ubudiyah.
c. Bergaul dengan orang yang ikhlas.
d. Meneladani orang yang ikhlas.
e. Memohon pertolongan Allah agar bisa ikhlas.
4. Riya dan bahayanya:
    a. Sifat munafik
    b. Bentuk syirik yang dikhawatirkan Nabi
    c. Penghapus nilai amal
Hadits 1
Hadits 2
Hadits 3
QS 4:142.
Hadits 4
QS 2:264.
3
Menjadi Pribadi Yang shiddik (jujur)
1. Jujur dan Hubungannya dengan Puasa
2. Bentuk-Bentuk shiddik:
  1. Shiddik dalam perkataan.
  2. Shiddik dalam muamalah.
  3. Shiddik dalam keinginan.
  4. Shiddik dalam Kenyataan.
  3. Dusta dan Bentuk-Bentuknya
  1. Dusta dalam perkataan.
  2. Dusta dalam janji.
  3. Dusta Dalam persaksian.
  4. Dusta dalam menuduh.
QS 9:119.
Hadits 5
Hadits 6
Hadits 7
Hadits 8
Hadits 9
Hadits 10
Hadits 11
QS 2:8
QS 17:34.
QS 4:135.
QS 49:6
4
Menjadi Pribadi Yang Tawadhu

1.     Tawadhu dan Hubungannya Dengan Puasa.
2.     Keharusan dan Keutamaan Tawadhu.
1.     Takabbur dan Dampak Negatifnya:
a.     Merasa paling baik dan benar.
b.     Tidak senang pada saran.
c.     Tidak senang pada kemajuan orang lain.
d.     Menolak kebenaran meskipun meyakininya.
e.     Tidak bisa masuk surga.
2.     Kiat Menghilangkan Takabbur:
a.       Menyadari jeleknya sifat takabbur.
b.      Mengenal hakikat diri yang lemah.
c.       Mendekatkan diri kepada Allah.
QS 16:53.
Hadits 12
Hadits 13
QS 7:11-13
QS 40:60
QS 27:14
QS 16:23
Hadits 14
QS 23:12-15
5
Menjadi Pribadi Yang Dermawan
1.     Pengertian Derma dan Keharusan menjadi Dermawan.
2.     Bentuk-Bentuk Kedermawanan:
a.   Derma terhadap diri sendiri.
b.   Derma terhadap keluarga.
c.   Derma terhadap Orang lain.
d.   Derma terhadap jalan perjuangan.
1.     Pengertian Kikir dan Keharusan Menjauhinya.
2.     Kiat Menjauhi Sifat Kikir:
  1. Sadari buruknya sifat ini.
  2. Sadari bahwa kita butuh orang lain.
  3. Sadari bahwa kikir dibenci Allah.
  4. Bergaullah dengan orang yang dermawan.
Hadits 15
Hadits 16
Hadits 17
QS 2:215
Hadits 18
QS 61:10-11
Hadits 19
QS 59:9
Hadits 20
QS 3:180
QS 4:37


6
Menjadi Pribadi Yang Berbaik Sangka
1.     Berbaik Sangka merupakan salah satu faktor penbting dalam ukhuwah.
2.     Keutamaan dan manfaat Berbaik Sangka:
a. Hubungan persaudaraan Menjadi lebih baik.
b. Terhindar dari penyesalan.
c. Senang atas kemajuan orang lain.
1.     Kerugian Berburuk Sangka:
     a. Mendapat nilai dosa.
     b. Dusta yang besar.
     c. Menimbulkan sifat buruk.
2. Larangan berburuk sangka
QS 49:6
QS 49:12.
Hadits 21.
Hadits 22 (5)
7
Menjadi Pribadi Yang Pemaaf 
1. Pemaaf merupakan ciri orang bertaqwa.
2. Memaafkan lebih baik. Namun bila Membalas 
    haruslah setimpal dengan kesalahannya.
3. Manfaat Memaafkan:
    a. Hubungan pribadi akan menjadi baik.
    b. Kehidupan berjamaah akan tambah kokoh.
4. Bahaya marah:
    a. Merusak iman.
    b. Mudah mendapatkan murka Allah Swt.
     c. Mudah menyulut kemarahan orang lain.
5. Keutamaan menahan amarah.
QS 3:133-134.
QS 7:199.
QS 3:159.
QS 42:40
Hadits 23
Hadits 24
Hadits 25
Hadits 26
Hadits 27
8
Menjadi Pribadi Yang Adil
1. Pengertian dan perintah berlaku adil.
2. Macam-Macam Adil:
a. Adil terhadap diri sendiri.
b. Adil terhadap isteri.
c. Adil terhadap anak.
d. Adil dalam perselisihan.
e. Adil terhadap musuh.
f. Adil dalam penegakan hukum.
g. Adil dalam berbicara.
3. Keharusan meninggalkan kezaliman.

QS 4:58.
QS 4:135
QS 4:3
Hadits 28
Hadits 29
QS 49:9
QS 5:8
QS 4:58
QS 6:152.
QS 31:11
Hadits 30
9
Menjadi Pribadi Yang Amanah
1. Pengertian dan pentingnya amanah.
2. Bentuk-bentuk amanah:
a. Memelihara titipan dan mengembalikannya.
b. Menjaga Rahasia.
c. Tidak menyalahgunakan jabatan.
d. Melaksanakan kewajiban.
3. Keharusan Meninggalkan Khianat
Hadits 31
QS 4:58
QS 8:27
Hadits 32
Hadits 33
Hadits 34
QS 99:7-8
Hadits 35
10
Menjadi Pribadi Yang Sabar
1. Pengertan, urgensi dan kedudukan sabar.
2. Macam-macam sabar Dalam Al-Qur'an:
a. Sabar atas cobaan dunia.
b.Sabar dari keinginan nafsu.
c. Sabar dalam taat.
d.Sabar atas beban da'wah.
e. Sabar dalam peperangan.
f. Sabar dalam hubungan manusiawi.
QS 2:155-157
QS 63:9
QS 3:14-15
QS 20:132
QS 31:17
QS 2:177
QS 8:45-47
QS 4:19
11
Menjadi Pribadi Yang Tawakkal
1.  Hakikat Tawakkal.
2. Manfaat tawakal: Berusaha memperoleh manfaat 
    dan menolak mudharat.
3. Tingkatan tawakal:
a. Tenang dan tentram  terhadap segala keadaan.
b. Menyerahkan segala keputusan kepada Allah, 
    sedang tugas manusia adalah usaha.
c. Ridha terhadap segala keputusan Allah
QS 3:159
QS 8:2
12
Menjadi Pribadi Yang
Taqwa
1.     Pengertian taqwa.
2.     Urgensi Taqwa:
a. Perintah Allah untuk setiap orang.
b. Al-Qur'an sebagai petunjuk menuju taqwa.
c. Sebaik-baik pakaian.
d. Sebaik-baik bekal.
e. Asas diterimanya amal.
f. Kunci kemuliaan manusia
QS 4:131
QS 2:2
QS 7:26
QS 2:197
QS 5:27
QS 49:13
 13
Menjadi Pribadi Yang Bersyukur
1.     Makna dan keharusan bersyukur.
2.     Bersyukur dengan hati, Lisan dan Amal.
3.     Keuntungan Bersyukur:
a. Menambah tambahan nikmat.
b. Tidak akan disiksa Allah.
c. Mendapat Ridha Ilahi.
QS 14:7
QS 4:147
QS 39:7
14
Menjadi Pribadi Yang Bajik
1. Pengertian kebajikan dan keharusan melakukannya.
2. Bentuk-bentuk kebajikan:
a. Dalam aqidah.
b. Dalam amal.
c. Dalam akhlak
QS 2:177
15
Menjadi Pribadi Yang
Istiqomah
1.     Pengertian dan Manfaat istiqamah.
2.     Istiqamah merupakan perintah yang berat.
3.     Bentuk-bentuk istiqamah:
  1. Istiqomah Dalam aqidah.
  2. Istiqomah Dalam syari'ah.
  3. Istiqomah Dalam Perjuangan
QS 46:13
QS 11:112
QS 11:109
QS 45:18
QS 6:153
QS 11:12
16
Menjadi Pribadi Yang Taubat
1. Pengertian dan urgensi taubat.
2. Syarat Diterimanya taubat:
a.      Memahami dan menyadari kesalahan yang dilakukan.
b.      Menyesali dan bertekad tidak akan mengulangi kesalahan.
c.      Menyampaikan permohonan maaf.
d.      Membuktikan kehidupan yang lebih baik.
QS 66:8
Hadits 36
17
Menjadi Pribadi Yang  Cinta Kepada Allah
1.  Setiap muslim seharusnya cinta kepada Allah Swt.
2.  Ciri cinta kepada Allah:
a.     Menyesuaikan diri dengan kehendak Allah.
b.     Selalu ingat dan rindu.
c.     Rela berkorban.
d.     Membela agama Allah
QS 24:51
QS 33:41-42
QS 9:24
QS 2:217
18
Menjadi Pribadi Yang Takut Kepada Allah Swt
  1. Keharusan Takut Kepada Allah Swt membuat seseorang tidak menyimpang dari ketentuan-Nya.
  2. Kiat Menumbuhkan Rasa Takut Kepada Allah:
  1. Mengkaji dalil tentang murka Allah
  2. Mengetahui akibat orang tidak takut.
  3. Memahami siksa akhirat yang tak terbayangkan
QS 33:39
QS 76:8-10
QS 43:54-55
QS 71:25
Hadits 37
Hadits 38
QS 78:21-30
19
Menjadi Pribadi Yang Qonaah
1.     Qonaah adalah rela dan merasa cukup dengan apa yang ada.
2.     Unsur Dalam Qonaah:
  1. Berusaha sekuat tenaga.
  2. Memohonn tambahan yang wajar kepada Allah.
  3. Rela menerima apa yang ada.
  4. Sabar menerima ketentuan.
  5. Tawakkal.
  6. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.
Hadits 39
20
Menjadi Pribadi Yang Berani
1.     Setiap muslim harus syaja'ah (berani).
2.     Macam-Macam Syajaah:
  1. Berani Menyatakan yang benar.
  2. Berani Dalam menentang kezaliman.
  3. Berani Dalam Mengakui Kesalahan.
  4. Berani Dalam Menghadapi resiko.
QS 46:13
Hadits 40
21
Masyarakat Zakat
  1. Perintah Allah pasti mengandung manfaat.
  2. Ciri Masyarakat Zakat:
    1. Bersaudara.
    2. Tidak Konflik.
    3. Bersungguh-Sungguh.
    4. Terhormat.
QS 49:13
QS 8:46
Hadits 41

22
Dzikir Dalam Kehidupan Muslim.
1.     Pengertian dan Urgensi Dzikir kepada Allah Swt.
2.     Keutamaan Dzikir:
  1. Hati Menjadi Tentram.
  2. Memperoleh Ampunan dan Pahala
  3. Diingat Allah Swt.
  4. Dapat Mencegah dari kesalahan
3. Lakukan dzikir dengan hati, lisan dan amal
QS 33:41-42
QS 13:28
QS 33:35
QS 2:152
QS 7:201
23
Urgensi Muhasabah
  1. Keharusan melakukan muhasabah (introspeksi diri).
  2. Ruang Lingkup Muhasabah:
  1. Sebelum melakukan sesuatu.
  2. Saat melakukan sesuatu.
  3. Sesudah melakukan sesuatu.
QS 59:18
QS 7:201
QS 66:8
24
Rumah Idaman
1.     Setiap keluarga mendambakan rumah yang baik.
2.     Fungsi Rumah Yang Ideal:
a.     Rumah seperti masjid.
b.    Rumah seperti sekolah.
c.     Rumah Sebagai Tempat kembali.
d.    Rumah Sebagai benteng Rohani.
QS 30:21
Hadits 42
Hadits 43
25
Suami dan Bapak Ideal
1.     Rumah Tangga akan berjalan dengan baik bila suami atau bapak bisa berperan dengan baik.
2.     Ciri suami atau bapak yang ideal:
  1. Menjadi pemimpin yang baik.
  2. Memberi nafkah yang halal dan cukup.
  3. Memperlakukan keluarga dengan baik.
  4. Mendidik dan Membimbing.
QS 4:34
QS 2:233
Hadits 44
QS 66:6
26
Isteri dan Ibu Ideal
  1. Faktor penting dalam membina rumah tangga Islami adalah isteri/ibu yang baik.
  2. Ciri Isteri atau Ibu yang ideal:
  1. Berakhlak mulia.
  2. Taat kepada suami.
  3. Dapat menjadi kemuliaan dirinya.
  4. Menjadi pendidik bagi anak.
QS 4:34
Hadits 45
27
Membina Anak Menjadi Shaleh
1.     Anak merupakan dambaan insan keluarga.
2.     Anak merupakan anugerah sekaligus amanah.
3.     Metode Mendidik Anak:
  1. Mendidik dengan keteladanan yang baik
  2. Mendidik dengan Pembiasaan yang baik.
  3. Mendidik dengan pengajaran dan dialog
  4. Mendidik dengan pengawasan dan nasihat.
  5. Mendidik dengan sanksi dan kedisiplinan.
QS 63:9
QS 66:6
Hadits 46
QS 37:102
Hadits 47/43
28
Komitmen Muslim Terhadap Masjid
3.     Masjid merupakan pusat pembinaan dan pengembangan Umat.
4.     Komitmen Muslim Terhadap Masjid:
a.   Membangun dan Memeliharanya.
b.   Mendatangi dan memakmurkannya.
c.   Tidak Menyalahgunakan Masjid.
d.   Menunjukkan Penghormatan Kepada Masjid.
9:17-18
Hadits 48
Hadits 49
Hadits 50
Hadits 51
29
Masyarakat Islami
5. Pribadi dan keluarga Yang Baik Menjelma Menjadi Masyarakat Yang Baik.
6. Ciri Masyarakat Islami:
a.     Memiliki Aqidah Yang Mantap.
b.    Mengedepankan Moral dan Hukum.
c.     Saling Tolong Menolong.
d.    Melaksanakan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar
QS 46:13
QS 45:18
QS 5:2
QS 3:104
30
Tadzkiyyatun Nafs
  1. Manusia Lahir dalam keadaan suci dan keharusan kita menjaga kesucian itu.
  2. Kiat Mensucikan Jiwa:
  1. Bertaubat.
  2. Melaksanakan peribadatan.
  3. Menunaikan zakat.
QS 66:8
Hadits 52
9:103






 klik facebook
klik twitter


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »