Bacaan barzanji atau sejenisnya telah menjadi satu tradisi keagamaan bagi masyarakat Islam di Indonesia maupun negara lain yang berfaham mayoritas ahlusunnah dan telah dianggap salah satu cabang kebudayaan Islam. Kitab barzanji yang dibaca itu mengandung sejarah hidup Rasulullah (Sirah Nabawiyyah) selain dari pada puji-pujian bagi Rasulullah. Membacanya dapat pahala dengan niat hendak mengetahui sejarah hidup Rasulullah dan mendapatkan syafaatnya, baik naik rumah, mappacci, aqiqah, atau seluruh niat yang baik yang mana percaya kepada Rasul salah satu Rukun Iman. Orang Islam hendaklah mengetahui Rasulullah, ayahanda dan bunda juga anak- anaknya walaupun kebanyakan umat Islam di negeri ini yang membaca barzanji tidak faham artinya tetapi bacaan-bacaan mereka betul dan tidak lari dari ayat-ayat yang berkenaan dan semata-mata sebagai tanda kecintaan kepada baginda Rasul. Oleh itu, membaca barzanji diberi pahala kepada yang membacanya kerana ada kaitan dengan sejarah Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam dan memuliakan Rasul utusan Allah itu. jadi baca barazanji itu sama hukumnya dengan mengadakan maulid Rasul yaitu mendapatkan pahala yang mengerjakannya dan tidak mengapa bagi yang meninggalkannya, kalaupun ada masyarakat yang punya persepsi salah tentang lebih mulianya baca barazanji dari pada Al-quran tidak mengurangi dari baca barazanji itu sendiri. Barazanji salah satu syiar Islam " waman yuadzdzim sya'aairallahi painnahu min taqwalquluub" Sungguh mengherankan bila membaca kitab sirah yang sarat dengan mahabbatur rasul, tiba-tiba hendak diharamkan sebab kononnya bid`ah, kononnya ada unsur pengagungan yang berlebihan, kononnya ada syirik, sedangkan apa yang didakwa syirik dan berlebihan itu hanyalah kesalahan mereka dalam memahami kata-kata Imam al-Barzanji akibat kail mereka yang hanya sejengkal untuk menduga dalamnya lautan.Jadi pada hakikatnya, baca barazanji adalah merupakan sebagai puji- pujian dan mengucap salawat dan salam kepada Junjungan s.a. w. Berdiri ketika sampai kepada bacaan Nabi dilahirkan lalu membaca "Talaal Badru Alaina atau", "Ashraqal Badru 'Alaina" dan lain-lain seterusnya sebagai menghormati Nabi Muhammad s.a. w. adalah amalan-amalan yang baik dan tiada sekali-kali terlarang di dalam syariat, asal jangan berubah kalimat-kalimatnya yang boleh merusak makna. Sayyid Zaini Dahlan, Mufti Besar Imam Syafiee di Mekah (wafat 1304H) berpendapat bahwa mengadakan Maulud Nabi dengan membaca kisah-kisah baginda dan berdiri dan membesarkan Nabi s.a. w. adalah suatu hal yang baik. Dan telah dikerjakan seperti itu banyak dari ulama-ulama yang menjadi ikutan Ummah. (I `anatuth Tholibin, Juz III halaman 363). Imam Taqiyuddin as-Subki, seorang ulama yang terbesar dalam Mazhab asy-Syafiee (wafat tahun 657H) juga berpendapat bahawa berdiri ketika mendengar kisah Nabi dilahirkan adalah suatu pekerjaan yang baik dan sangat mulia demi menghormati Nabi. Imam Suyuthi rahimahullahu mengatakan"tidak dibaca sejarah rasul pada suatu tempat ataukah makanan kecuali Allah memberi berkah tempat dan makanan tersebut. Pendeknya tidaklah diragu-ragukan bahwa mengadakan baca Barzanji dan Zikir Marhaban seperti yang berlaku di dalam masyarakat kita tidak dilarang dalam agama malah termasuk di dalam pekerjaan yang baik dan mulia.
Oleh “ Sayyed Shalihin Assegaf