BAB I
MADRASAH ARABIYAH ISLAMIYAH (MAI)
A. Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang.
Salah satu Madrasah (Lembaga Pendidikan) tertua dan dikenal masyarakat di Sulawesi Selatan adalah Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang Wajo yang didirikan pada bulan Zulkaeddah 1348 H atau bertepatan bulan Mei 1930 M oleh Anregurutta[1] K.H.M. As’ad yang baru saja kembali dari Mekah pada tahun 1928 setelah menyelesaikan masa belajarnya pada Madrasah Al Falah Mekah.
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang Wajo mula berdirinya hanya merupakan pengajian pesantren yang pelaksanaannya mengambil tempat di rumah kediaman beliau. Setelah santrinya bertambah banyak tempat pelaksanaan pengajiannya dipindahkan ke Mesjid Jami Sengkang. Dan dalam perkembangan lebih lanjut didirikan pula dalam bentuk pendidikan formal yakni sistem Madrasah yang pengaturannya dipercayakan kepada K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle.
Madrasah Arabiyah Islamiyah Sengkang tidak berkembang secara meluas sebab oleh pendirinya tidak dibenarkan membuka cabang di daerah-daerah. Hal disebabkan oleh kehawatiran beliau terahadap ketidak mampuan mengkordinirnya sehingga dapat memberikan citra yang kurang baik terhadap MAI Sengkang termasuk dalam hal ini menjaga mutunya. Namuan demikian berkat pembinaan yang dilakukan oleh K.H. M.As’ad baik, maka dari MAI Sengkang inilah lahir ulama-ulama penting di Sulawesi Selatan, misalnya K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle, K.H.M. Daud Ismail, K.H. Muh. Abduh Pabbajah, K.H.M.Yunus Maratan dan lain-lainnya.
Setelah berselang beberapa saat lamanya setelah K.H.M. As’ad meninggal yaitu pada hari Senin 12 Rabiul Akhir 1372 H yang bertepatan dengan 29 Desember 1952 dalam usia 45 tahun[2]. Maka untuk mengenang jasa-jasa beliau, MAI Sengkang diintegrasikan menjadi Perguruan As’adiyah. Ini terjadi pada tanggal 25 Sya’ban 1372 H yang bertepatan dengan 9 Mei 1953 berdasarkan hasil mufakat dari musyawarah yang dilakukan oleh kalangan warga MAI Sengkang pada waktu itu.
Pada masa setelah perubahan nama inilah As’adiyah mengalami perkembangan lebih meluas karena pembukaan cabang-cabang di daerah sudah ditensifkan yang semula tidak dibenarkan. Kini As’adiyah sudah memiliki madrasah dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai pada tingkat Perguruan Tinggi.
B. Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso
Diantara yang berualang kali mengajukan permohonan kepada K.H.M.As’ad selaku pimpinan MAI Sengkang agar dapat didirikan pesantren Madrasah MAI di daerahnya adalah H.Andi Muh.Yusuf Andi Dagong Kepala Pemerintahan Swapraja Soppeng Riaja bersama kadhinya yang bernama H.Kittab dengan mengajukan usul calon pimpinan perguruan yang akan didirikan adalah K.H.Abd. Rahman Ambo Dalle. Terdapat pula daerah lain yang sering mengajukan usul yang serupa yaitu Pare-pare dan Palopo.
Permohonan ini pada mulanya selalu ditolak oleh K.H.M.As’ad karena menurut beliau kepindahan K. H. Abdul Rahman Ambo Dalle, sebagai pembantu terdekatnya dalam membina pesantren madrasah dapat menghambat kemajuan MAI Sengkang yang merupakan sentral pendidikan dan pengajaran Islam di Sulawesi Selatan pada waktu itu. Oleh karena permohonan terus-menerus oleh mereka, maka dengan hati berat pada akhirnya K.H.M As’ad menyerahkan masalahnya kepada K.H.Abd Rahman Ambo Dalle, apakah permintaan Arung Soppeng Riaja dan masyarakatnya itu dipenuhi atau ditolak. Dengan pertimbangan demi untuk kepentingan pendidikan ummat Islam permohonan tersebut diterima oleh K.H.Abd Rahman Ambo Dalle.
Setelah K.H.Abd Rahman Ambo Dalle berada di Mangkoso ibukota Swapraja Soppeng Riaja sebagai tempat tugasnya yang baru, maka setelah diadakan seleksi/testing terhadap calon santri pada tanggal 11 Januari 1938 bertepatan dengan hari Rabu 20 Zulkaedah 1357 H. Berdasarkan hasil evaluasi testing itu, dibuatlah tiga tingkatan sekaligus yaitu tingkatan Tahdiriyah, Ibtidaiyah dan Tsanawiyah.
Hal ini dimungkinkan karena beberapa santri senior beralih juga ke Mangkoso disamping adanya santri-santri yang dahulunya terpusat ke MAI Sengkang sekarang sebahagian beralih ke Mangkoso. Disini terlihat bahwa apa yang menjadi kehawatiran K.H.M. As’ad atas kepindahan K.H.Abd Rahman Ambo Dalle akan membawa pengaruh atas perkembangan MAI Sengkang bener-benar terbukti.
Adapun nama pesantren Madrasah yang didirikan ini diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) identik dengan nama pesantren madrasah yang diasuh oleh K.H.M.As’ad di Sengkang Wajo, sekalipun bila dilihat dari sudut organisatoris dan administratif antara keduanya tidak ada hubungan struktural yang formil. Ini disebabkan oleh bleid kepemimpinan K.H.M.As’ad yang tetap tidak mau membenarkan adanya cabang MAI Sengkang di daerah-daerah.
Pembina utama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso pada awal berdirinya adalah H.Andi Tobo petta Gowa dan H.M.Yusuf Andi Dagong yang telah menyediakan dana logistik untuk pembiayaan MAI dalam rangka menjamin perkembangannya. Sedangkan pimpinan pesantren/madrasah sekaligus juga sebagai penanggung jawab penuh berada di tengah K.H.Abd Rahman Ambo Dalle dengan didampingi oleh guru-guru vak mata pelajaran tertentu antara lain K.H.Amin Nashir, K.H.Harun Al Rasyid, K.H. Abd Kadir Khalid MA, K.H. Abd. Hanan, K.H. Abd Rahman Matemmang, K.H.M.Aqib Siangka, Ustaz H.Haddad, K.H.M. Amberi Said dan lain-lainnya.
Pelajaran yang diutamakan pada madrasah MAI saat itu adalah Al-Qur’an, Tafsir, Hadits, Tauhid, Fikhi, Usul Fikhi dan Tarekh (Sejarah Islam). Sedangkan pelajaran ahlak disamping teori juga langsung dalam peraktek yang dituangkan dalam peraturan-peraturan kampus. Termasuk pula diajarkan adalah ilmu tarbiyah dan Dakwah.Adapun pelaksanaan pengajian pesantren dilakukan pada waktu sesudah shalat Magrib, Isya dan Subuh dengan materi Tafsir, Hadist, Fikhi, Tauhid, Akhlak, Bahasa Arab dengan alat-alatnya. Disamping itu diadakan pula muthalaah terpimpin.
Dalam usaha pembinaan da’i-da’I, ditempuh dengan latihan tabligh yang dilaksanakan pada setiap hari Kamis, sedangkan usaha pembinaan Jami’atul Huffadz ditangani oleh tenga-tenaga khusus yaitu K.H.M.Aqib Siangka, K.H.Harun Al Rasyid, dan K.H. Zainuddin. Dalam usaha efektifnya bidang ini setiap santri diharuskan menghafal satu juz Al-Qur’an setiap tahunnya.
Diantara huffadz yang dihasilkan adalah H.Zainuddin Haer Pangkep, Ahmad Jagong Pangkep, H.M.Asaf Bone, Abd Rauf Bontobonto, M.Haedar pangkep, Abd.Majid dan lambu Camba. Terdapat diantara mereka itu yang dapat menyelesaikan hafalannya dalam waktu yang cukup singkat misalnya S. Abdullah Al Ahdhaly dalam masa 30 hari dan H. Zainuddin dalam waktu 40 hari dapat menyelesaikannya 30 Juz Al-Qur’an untuk dihafal.
Pada tahun-tahun pertama berdirinya MAI Mangkoso santri-santrinya kebanyakan berasal dari sekitar daerah Mangkoso dan Barru. Tapi setelah berjalan sekitar 2 tahun, maka santri mulai berdatangan dari daerah-daerah bagian Sulawesi lainnya bahkan mulai ada dari Kalimantan dan Sumatera.
Untuk memberi kesempatan kepada para santri untuk mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya, maka setiap bulan Sya’ban diadakan penamatan dengan mengudang orang tua mereka untuk menyaksikannya sebagai akhir tahun ajara. Dan kelak bulan syawal sesudah ramadhan tahun ajaran dimulai kembali sebagai sedia kala.
Dalam perkembangan MAI selanjutnya dengan melihat melimpahnya santri dan telah banyaknya tamatan Tsanawiyah MAI, maka pada tahun 1947 dibukalah Aliyah Lil Banin MAI khusus untuk laki-laki dan dalam pengembangan selanjutnnya pada tahun 1944 didirikan pula Aliyah Lil Banat MAI khusus untuk putri.
Dalam pengembangan MAI Mangkoso terdapat peluang yang cukup baik sebab kebijaksanaan K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle adalah membenarkan berdirinya MAI di daerah-dearah. Maka berdirilah MAI di daerah tertentu atas permintaan masyarakat setempat yang tercermin pada tiga komponen penunjangnya yaitu rakyat, pegawai syara’ dan unsur pemerintahan. Diantaranya cabang tertua itu adalah cabang Bonto-bonto Pangkep, Paria Wajo, Kulo Sidrap dan Soppeng. Hal ini erat kaitannya dengan muballigh-muballigh MAI yang dikirim ke daerah-daerah atas permintaan masyarakat setempat baik untuk menjadi da’i maupun untuk menjadi qurra’/huffatz yang dijadikan imam shalat tarwih selama bulan Ramadhan berlangsung.
Pada saat pendudukan Jepang dimana sekolah-sekolah berada dalam pengawasan Jepang, maka pada saat itu pesantren/madrasah MAI Mangkoso tetap berjalan dengan merobah tempat belajarnya. Kalau dahulunya sebelum ada pengawasan pemerintah pendudukan Jepang, tempat belajar dilakukan di kelas-kelas, maka dalam keadaan darurat ini pelaksanaan pelajaran dilakukan di mesjid-mesjid dan rumah-rumah di mana guru itu berada. Semua kelas dibagi-bagi kemudian diserahkan kepada seorang guru untuk bertanggung jawab terhadap kelas yang merupakan kelompok studi itu dan dapat memilih tempat belajar dimana di rasa aman dan dapat memuat kelompoknya.
C. Musyawawrah Alim Ulama se-Sulawesi Selatan
Pemikiran tentang perlunya ada suatu organisasi menjadi pendorong lahirnya suatu gagasan tentang perlunya ada musyawarah pendidikan. Hal inni didasarkan pada suatu kenyataan adannya perkembangan yang cukup pesat dialami oleh MAI di daerah-daerah (cabanng-cabang).
Dalam rangka pelaksanaan musyawarah pendidikan yang dimaksud ditetapkanlah kota Watang Soppeng sebagai tempat bermusyawarah, karena kota tersebut termasuk daerah yang tidak lagi menjadi daerah pembantaian Wasterling. Atas inisiatif K.H.M.Daud Ismail (Kadhi Soppeng), K.H.Abd.Rahman Dalle MAI Manngkoso dan Syekh Haji Abd.Rahman Firdaus dari Pare-pare bersama K.H. Muh. Abduh Pabbajah dari Allakuang musyawarah tersebut dilaksanakan berentetan dengan peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw, guna menghindari kecurigaan pihak penguasa pada waktu itu.
Dibentuklah suatu panitia peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang personalianya sebagai berikut :
Penasehat : KH. M. Daud Ismail ( Kadhi Soppeng)
Ketua : H. M Amin Latif
Sekretaris : K.A. Karim Ali
Bendahara : H.M. Amin Zein.
Anggota : H. Ambo Dalle[3]
Setelah selasai perayaan Maulid Nabi, maka acara musyawarah pendidikan yang dihadiri oleh ulama Ahlu Sunnah Wal Jama’ah se-Sulawesi Selatan segera diadakan yang bertepatan dengan hari Jum’at 16 Rabiul Awal 1366 H. atau 17 Februari 1947 M.
Antara lain yang hadir dalam musyawara tersebut adalah Sayyid Abdu Rahman Firdaus Pare-pare, KH. Abdu rahman Ambo Dalle dari MAI Mangkoso, KH. M. Daud Ismail (Qadhi Soppeng), KH.M. Tahir qadhi Balanipa Sinjai, KH.M Zainuddin (Qadhi Majene) KH.M. Kittab Qadhi Soppeng Riaja, KH. Jamaluddin (Qadhi Barru) KH. M. Ma’mun (Qadhi Tinambung), Ustaz H.A.M Tahir Usman dari Madrasa Al Hidayah Soppeng, KH. Abduh Pabbaja. Dari Allakuang, KH. Abdu. Muin Yusuf. (Qadhi Sidenreng, KH. Baharuddin Syatha. Qadhi Suppa. Abdul Hafid. Qadhi Sawitto dan beberapa ulama senior dan yunior pada waktu itu.
Salah satu keputusan penting dari musyawarah tersebut adalah perlunya didirikan seatu organisasi Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan dan Dakwah dan usaha-usaha sosial untuk membina pribadi-pribadi muslim yang kelak bertanggung jawab atas terselenggaranya ajaran islam secara murni dikalangan ummat muslim dan menjamin kelestarian jiwa santri dan patriotisme rakyat Sulawesi selatan yang pada waktu itu sedang mempertaruhkan jiwa raganya guna mengusir kaum penjajah.
BAB II
LAHIRNYA DARUD DA’WAH WAL IRSYAD (DDI)
A. Peralihan MAI Mangkoso Menjadi DDI
Sebagai realisasi dari keputusan musywarah alim ulama Ahlu Sunnah Wal Jama’ah se-Sulawesi Selatan tentang perlunya dibentuk suatu organisasi dengan lebih meningkatan fungsi dan peranan MAI Mangkoso, maka muncullah beberapa usul tentang nama bagi organisasi yang akan dibentuk itu. Antara lain dari K. H. M. Abuduh Pabbaja dengan nama “Nasrul Haq” dari ustaz H. M. Tahir Usman dengan nama “Al Urwatul Wusqaa” dari Syekh H. Abd Rahman Firdaus dengan nama “Darud Da’wah Wal Irsyad”. Setelah dimusyarawahkan, maka yang disepekati secara bulat adalah nama Darud Da’wah Wal Irsyad.
Manurut Syekh H. Abd. Rahman Firdaus, pemberian nama demikian adalah merupakan tafaul dalam rangka menyebarluaskan dakwah dan pendidikan dengan pengertian, Darun (دار) = rumah, artinya tempat atau sentral penyiaran, Dakwah (دعوة) = ajakan, artinya panggilan memasuki rumah tersebut. Irsyad (ارشاد) = petunjuk, artinya petunjuk itu akan didapat melalui proses berdakwah lebih dahulu di suatu daerah kemudian disusul pendidikan pesantren/madrasah.
Dengan demikian, Darud Dakwah Wal Irsyad pada hakekatnya adalah suatu organisasi yang mengambil peranan dalam fungsi mengajak manusia ke jalan yang benar dan membimbingnya menurut ajaran Islam ke arah kebaikan dan mendapatkan keselamatan.
Untuk terwujudnya organisasi ini dan agar dapat memulai kegiatan-kegiatannya, oleh musyawarah Alim Ulama diamanatkan kepada K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle selaku pimpinan MAI yang telah memiliki cabanng di beberapa daerah untuk mengambil prakarsa seperlunya. Oleh beliau diadakanlah musyawarah dengan guru-guru MAI beserta utusan cabang-cabang MAI dari daerah-daerah pada bulan Sya’ban 1366 H (1947 M) di Mangkoso. Bahwa MAI Mangkoso sebenarnya merupakan cikal bakal organisasi persatuan DDI.
Dilihat dari sudut historis sosiologis MAI Mangkoso yang lahir pada hari Rabu, 20 Zulkaeddah 1357 H atau 11 Januari 1939 merupakan elemen dasar lahirnya suatu wadah yang ditopang suatu idealisme yang dalam pengembangannya berwujud organisasi persatuan DDI. Atas dasar kerangka berfikir demikian, jelas pula posisi musyawaraah Alim Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diselenggarakan pada hari Jum’at 16 Rabiul Awal 1366 H yang bertepatan dengan 17 Februari 1947 di Watang Soppeng sebenarnnya adalah merupakan suatu forum yang berusaha untuk menemukan suatu rumusan yang berupa konsepsi dalam usaha menata potensi umat dengan membenahi dan meningjkatkan peranan MAI Mangkoso guna memenuhi hasrat dan kebutuhan masyarakat, yang membawa konsekwensi diintegarsikannya MAI Manngkoso menjadi organisasi DDI.
Pengintegrasian itu sendiri harus diartikan sebagai suatu tolak ukur dalam peningkatan bentuk struktural dsn opersionsl dsri wadah yang bersifat organisasi sekolah semata mata menjadi organisasi yang bersifat kemasyarakatan yang lapangan geraknya mengambil peranan dalam bidanng pendidikan dakwah dan usaha-usaha sosial.
B. Mangkoso Sebagai Pusat Organisasi DDI
Pada Awal berdirinya DDI, pusat organsasi ini berkedudukan di Mangkoso yang didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain guna mempermudah diterapkannya penngguanaan nama DDI dalam menngganti nama MAI pada eselon bawah didaerah-daerah yang semula sudah didirikan MAI ditempat itu. Demikian pula karena tempat berkedudukannya K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai pimpinan organisasi berada di Manngkoso.
Sebagai suatu organissasi yang baru berdiri salah satu palilng mendesak untuk dibenahi adalah merampungkan Anggaran Dasar dan anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang di dalamnya akan digambarkan intensitas antara cheak and balance yang merupakan gambaran berlangsungnya demokratisasi dalam tubuh organisasi.
Untuk merampungkan penyusunan AD/ART ini, ditangani oleh K. H. M. Abduh Pabbajah selaku sekretaris. Semula AD/ART ini ditulis dalam bahasa Arab kemudian di Indonesiakan oleh K.H.M.Ali Al Yafie guna memudahkan bagi warga Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) untuk memahaminya. Pekerjaan ini dilakukan bersama-sama dengan K. H. M. Amin Nashir. Dan mulai saat ini pula singkatan DDI mulai dipakai.
Dalam memantapkan pengintegrasian MAI Mangkoso menjadi DDI dan untuk terjaminnya hubungan komunikasi antara pimpinan pusat organisasi dengan cabang-cabang di daerah serta untuk memudahkan pemberian informasi tentang kegiatan-kegiatan organisasi, diterbitkanlah suatu Bulletin yang diberi nama Risalah Ad Dariyah yang mulai terbit pada tahun 1948. Setelah sekian lama mengalami masa vokum, Risalah Addariyah ini kembali diaktifkan pada tahun 1975. Namun karena kesulitan dalam bidang keuangan dan tidak adanya sistem terpadu dalam pengelolaannya kembali macet pada tahun 1976 sampai saat sekarang.
Dari musyawarah guru-guru pengurus MAI yang telah diutarakan terdahulu dapat diketemukan kata mufakat yang menyetujui pengintegrasian MAI Mangkoso dengah seluruh cabangnya menjadi Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) dengan pusat organisasi berkedudukan di Mangkoso, dan mengkokohkan susunan pengurus yang disusun berdasarkan rekomendasi dari hasil musayawarah Alim Ulama di Watan Soppeng sebagai berikut :
K e t u a : K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle
Ketua Muda : K. H. M. Daud Ismail (Kadhi Soppeng)
Penulis Satu : K. H. M. Abduh Pabbajah
Penulis Dua : K. H. M. Ali Al Yafie.
Bendahara : H. M. Madani
Pembantu-pembantu : H. Abd. Muin Yusuf (Kadhi Sidenreng)
K. H. M. Yunus maratan
K. H. Abd. Kadir (Kadhi Maros)
K. H. M. Tahir (Kadhi Malanipa Sinjai)
S. Ali Mathar
K. H. Abd. Hafid (Kadhi Sawitto)
K. H. Baharuddin Syata (Kadhi Suppa)
K. H. Kittab (Kadhi Soppeng Riaja)
H. Muchadi Pangkajene
T. N. B. Pare-pare
Penasehat : Syekh K. H. M. As’ad Sengkang
Syekh Haji Amoedi
Syekh H. Abd. Rahman Firdaus
Haji Zaenuddin (Jaksa Pare-pare)
M. Aqib Macasai [4]
Dengan susunan pengurus tadi terwujudlah secara utuh hasil musyawarah Alim Ulama se-Sulawesi Selatan tentang pembentukan organisasi Islam yang secara kongkritnya di tempuh dengan jalan mengintegrasikan MAI Mangkoso menjadi DDI. Dengan prosedur yang demikian itu kita mendapatkan kejelasan bahwa DDI itu adalah MAI Mangkoso dan MAI Mangkoso itulah cakar bekal DDI.
C. Pare-pare dan Darud Dakwa Wal-Irsyad (DDI)
Dalam usaha lebih meningkatkan koordinasi cabang-cabang DDI yang sudah ada maupun untuk pengembangannya di daerah-daerah yang belum berdiri, maka pimpinan pusat DDI yang sejak tahun 1947 berkedudukan di Mangkoso kemudian pada tahun 1950 dialihkan kePare-pare.
Hal ini terutama disebabkan karen Pare-pare merupakan kota yang cukup strategis dalam kaitan poros perjalanan geografisnya. Di lingkungan daerah-daerah Sulsel dengan posisi letaknya yang berada di tengah-tengah poros jaringan perhubungan yang menghubungkan daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, baik melalui darat umum maupun laut. Hal ini dapat dilihat pelabuhan Pare-pare yang melayani 11 daerah Hinterland yaitu :
- Kabupaten Barru yang jaraknya dari Pare-pare 55 Km
- Kabupaten Pinrang jaraknya dari Pare-pare 28 Km
- Kabupaten Enrekang jaraknya dari Pare-pare 81 Km
- Kabupaten Polmas Jaraknya dari Pare-pare 93 Km
- Kabupaten Majene jaraknya dari Pare-pare 148 Km
- Kabupaten Sidrap jaraknya dari Pare-pare 29 Km
- Kabupaten Tanah Toraja jaraknya dari Pare-pare 157 Km
- Kabupaten Luwu jaraknya dari Pare-pare 240 Km
- Kabupaten Soppeng jarakanya dari Pare-pare 88 Km
- Kabupaten Wajo jarakanya dari Pare-pare 86 Km
- Kabupaten Mamuju jaraknya dari Pare-pare 289 Km
Faktor lain yang menunjang perpindahan itu adalah adanya beberapa dermawan/ pembina DDI setempat bersedia dalam penyediaan fasilitas akomodasi dan logistik organisasi disamping sektor yang berkaitan dengan K.H. Abd. Rahaman Ambo Dalle yang pada saat itu menjabat sebagai kadhi Suwapraja Mallusetasi di Pare-pare.
Dalam usaha perpindahan itu, dibangunlah madrasah/pesantren DDI Pusat yang berlokasi di sebelah selatan Masjid Raya Pare-pare. Kini lokasi tersebut telah menjadi lokasi Rumah Bersalin dan Apotik Ad Dariyah DDI.
Oleh karena perkembangan pesantren pusat DDI cukup baik maka pada tahun 1957 dibanngunlah Kampus Baru Pondok Pesantren DDI di daerah Ujung Lare Pare-pare. Kampus Baru ini luasnnya sekitar 3 Ha dilengkapi dengan perakntoran PB DDI disamping lokal-lokal belajar para santri. Sampai saat sekarang bangunan tersdebut masih dimanfaatkan untuk mengurusi semua eselon organisasi, madrasah serta perguruan tinggi DDI yang tergeser di 15 Porpinsi di Indonesia. Pembanguna gedung ini beserta pembelian atas tanahnya merupakan pendayagunaan sumbangan Menteri Agama RI. K.H.M.Iyas yang jumlahnya Rp.2.500.000,-
Sebagai gambran berakarnya DDI di Kotamadya Pare-pare dapat dilihat dari 29 Madrasah yang ada dalam Kotamadya ini terdapat 25 buah adalah madrasah DDI yaitu : 4 buah tingakat Raudhatul Athfal, 11 buah tingkat Ibtidaiyah/Diniyah, 6 buah tingkat Tsanawiyah dan 3 buah tingkat Aliyah[5]. Bahkan di Pare-pare inni pula berkedudukan Universitas Islam DDI yang membawahi fakultas-fakultas berikut :
- fakultas Ushuluddin di Pare-Parre
- Fakultas Tarbiyah di Pare-pare
- Fakultas Syariyah di Mangkoso
- Fakultas Tarbiyah Pangkajene Sidrap.
- Fakultas Tarbiyah Polmas
- Fakultas Tarbiyah Pangkep
- Fakultas Tarbiyah Majene
- Fakultas Tarbiyah Maros
- Fakultas Syariyah Pattojo
- Fakultas Tarbiyah Tingkat Doktoral di Pare-pare.
- Fakultas Ushululddin tinngkat Doktoral di Pare-pare.
- STKIP DDI di Polewali dan Majene.
BAB III
DARUD DAKWAH WAL – IRSYAD (DDI)
A. Azas Organisai DDI
Sebagaimana diatur dalam anggaran dasar DDI pada pasal 2 tercantum bahwa organnisai persatuan ini berazaskan syariat Islam sepanjang pengertian Ahlussunnah Wal-Jama’ah, Azas inilah dicanagkan pada awal berdirinya sampai pada Mukhamar ke 14. Sesuai perkembangan dan tingkat perjuangan organisasi maka dalam Mukhtamar DDI ke-15 pasal 2 AD-DDI lebih disempurnakan dengan perubahan sebagai berikut :
(1). Persaan ini berazaskan Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
(2). Persatuan ini berazaskan Pancasila.
_ Pancasila sebagai falsafah ngara yang menjadi azas organisasi DDI, mengandung pengertian bahwa pandangan hidup bernegara, berbangsa dan bermasyarakat warga Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) adalah Pancasila.[6]
_ Dalam bidang Aqidah ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah sistem nilai yanng dianut Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI). Dalam DDI kelihatnnya istilah Ahlussunnah itu lebih merupakan istilah idiologiyag meringkas gambaran menyeluruh tentang Way of life-nya bukan sekedar istilah dalam ilmu kalam atau teologi tapi menyangkut selluruh aspek kehidupannya.
Dalam bidang teologi sistem nilai yang dianut dan dikembangkan adalah mengikuti faham Asyariyah. Dalam bidang fikhi sumber pengambilan hukum adalah Al Qur’an, Al Hadits, Al Ijma (konsensus para Ulama) dan Qiyas (analogi) berbeda dengan golongan-golongan lainnya yang tidak menngakui keutuhan empat sumber pengambilan hukum itu yang cenderung untuk tidak menggunakan Ijma’ dan Qiyas dengan menggantinya dengan Ijtihad, walaupun sangnt sulit membedakannya secara mendasar antara Ijma-Qiyas dengan ijtihad.
Ahlussunnah sebagai suatu ajaran biasanya secara singkat disebut Ahlussunnah atau golongan Sunny, yang merupak golongan terbesar di dunia disamping syiah. Dari sgi historis sosiologi sesunguhnya dapat diaktakan bahwa golongan suny tumbuh secara depesnif tidak bergabung dengan syiah Ali dalam perebutan kekuasaan setelah khalifah ketiga Usman wafat.
Dari segi historis teologis pertumbuhan Ahlussunnah Wal-Jama’ah mulai muncul secara bersama-sama dalam rangkaian empat aliran hukum yanng terkenal yaitu aliran atau mazhab yakni mzhab Hanafi, Maliki, Syafie, dan Hambali, yang telah terbentuk pada abad ke dua Hijriyah. Pada masa ini fikhi (hukum) dan teologi (kalam) berada dalam satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Syariah yang pada dulunya dimaksudkan hanya fikhi.
Pertenatngan teologi dalam Islam mula-mula timbul sekitar persoalan apakah manusia berkebebasan atau dalam keaadaan terpaksa (tak berdaya) berhadapan dengan takdir Tuhan. Timbul golongan kadariyah yang berpendapat bahwa manusia itu berkebebasan. Lahir pula golongan Jabariyah yang berpendapat bahwa manusia adalah dalam keadaan sepenuhnya hanya tergantung pada ketentuan Tuhan. Kemudian muncul pula golongan Mu’tazilah dengan tokohnya Washil bin atha’ yang berpendapat bahwa manusia tiu bebas atau mampu menentukan sendiri nasib dan jalan hidupnya dan tidak mengakui adanya sifat-sifat Tuhan.
Pada saat itu dapat dikatakan bahwa sunnah nabi dan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan oleh para sahabatnya tidak lagi difungsikan secara wajar ditenagh-tengah masyarakat Islam. Maka terdorong oleh situasi yang demikian, timbullah kesadaran sekelompok ulama/cendekiawan islam sehingga lahirlah apa yang dinamakan golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Kritalisasi doktrim teologis ini berlangsung sekitar abad kesepuluh masehi atau pada abad ketiga Hijriyah. Sebelum masa inni sebenarnya ajaran Islam ahlussunnah itu tetap ada dan dianuut oleh kaum muslimin, tapi belum terkonsenterasikan dalam suatu kelompok atau firqah, karena masih berjalan sebagaimana pada Rasulullah Saw. dan sahabat-sahabatnya tidak ada penggoongan yang demikian sebab memang hanya ajaran satu-satunya itulah yang dianut masayarakat kaum muslimin tidak ada ajaran atau firqah-firqah yang mengelompokkan aum muslimin dalam hal kehidupan aqidahnya.
Kebangkitan Ulama/cendekiawan tersebut, terutama diilhami oleh suatu hadits Rasulullah yang berbunyi : 2)
من احيا سنة من سنتى قد اميتت بعدى فان له من الأجر مثل من عمل بها من غير ان ينقص من اجورهم شيئا ومن ابتدع بدعة ضلالة لا يرضاها الله ورسوله كان عليه من الاثم مثل آثام من عمل بها لا ينقص ذلك من اوزارهم شيئا
Artinya :
Barang siapa yang menghidupkan satu sunnah-sunnahku yanng tercecer sesudah matiku, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan pahala sebagaimana oranng yang mengamalkannya tanpa dikurangi barang sedikitpun. Dan barangsiapa yang mendatangkan bid’ah yang jelek yang tidak diredhai oleh Allah Swt dan rasulnnya, adalah baginya dosa sebagaimana dosa-dosa dari pada orang-orang yang mengerjakannya tidak kurang barang sedikitpun.
Dalam banyak hadits Rasulullah Saw memberikan gambaran akan munculnya firqah/golongan dikalangan umat Islam, tapi yang selamat adalah mereka yang menganut ajaranIslam ahlussunnah Wal Jama’ah.
Diantara Hadits-hadits itu adalah :
افترقت اليهود على احدى او اثنتين و سبعين فرقة والنصارى كذلك وتفترق امّّتى على ثلاثة وسبعين فرقة كلّّّهم فى النّار الاّ واحد: قلوا من هى يا رسول الله. ما انا عليه و اصحابى
Artinya :
Berpecah – belah Yahudi menjadi 71 atau 72 golongan. Dan Nasrani demikian juga. Berpecah-pecah ummatku nanti menjadi 73 golongan. Semuanya masuk keneraka, kecuali satu. Sahabat-sahabat bertanya ; siapakah glonngan itu ya Rasulullah? Jawab Nabi, itulah golongan yang tetap menjalani sebagai yang ku jalankan dan sahabat-sahabatku (yang belum berobah dari apa yang dijalankan Nabi dan sahabat 3).
Adapun sokoguru berdirinya golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah sebagaia berikut :
1. Ulama Muhaddisin.
Ulama atau cendekiawan dalam bidang hadits ialah yang arif dan mengetahui segala seluk beluk sanad, mathan, hadits dan dapat memisahkan mana-mana hadits shahih, hasan, dhaif dan hal-hal yang berhubungan dengan hadts nabi secara keseluruhan.
2. Ulama Fikhi.
Ulama/cendekiawan dalam hukum Islam ialah yang mengetahui syah atau tidaknya ibadah seseoranng atau masalahnya dengan berdasarkan nash Al qur’an, sunnah Nabi, Ijma’ serta qiyas dan menguasai alat-alat ishtibath dalam menetapkan hukum.
3. Ulama Usuluddin.
Ulama/cendekiawan yang ahli dalam bidang teologi Islam adalah mereka yang mengetahui sifat-siafat ketuhanan, baik sifat-sifat wajib, mustahil maupun jahiz terhadap Allah Swt. Sesuai dedngan dalil-dallil akly yang bersumbber dari pada akal yang sehat.
4. Ulama Tassauf.
Ialah ulama yang berusaha mendekatka diri secara bathiniyah dari semua hijab yang dapat menghalanginya dalam mengingat Allah Swt. Dengan mengguanakan cara-cara tertentu.
Diantara pelopor kebangkitan itu adalah Abu Hasan al Asyari (873 – 935 M) lahir di Basharah tapi dibesarkan di Bagdad. Mula-mula dia sendiri adalah orang Mu’tazilah dan murid seorang ulama besar mutazilah yaitu Al Jubbai. Akan tetapi pada usia sekitar 40 tahun ia beralih menjadi penganut faham orthodoks (Ahlussunnah) yang kemudian teoritikus dan arsitek bagi pembanguna sistem teologi sunni dengan berhasilnya merumuskan sistem kepercayaan yang secara umum dianut muslimin sejak dari zaman Rasulullah dan sahabatnya.
Faham Asya’ariyah ini pada mulanya dicurigai oleh kaum muslimin sebab faham ini pada dasarnya adalah merupakan suatu modus vivendi antara faham kadariyah dan Jabariyah dan antara faham Musyabbihah yang mensifatkan Tuhan sama sifat makhluknya dengan faham Mu’taziah yang menentang ada Tuhan mempunyai sifat. Tapi berkat pengaruh Imam Al Gazali seorang penganut faham Asyariyah, maka semakin popelerlah dan pada akhirnya diterima secara utuh oleh masyarakat Islam pada umumnya seabagi suatu sistem teologi satu-satunya dalam dunia Islam.
Sebenarnya sebelum Asy Ari telah ada seoranng tokoh Ahlussunnah yang mencoba mempelopori yaitu Imam Abu Manshur Al Maturidi seorag ulama penganut mazhab Hanafi dibidang fikhi berbeda halnya dengan Asya’ri yang menganut faham Syafie, dalam bidang fikhi.
Masa hidupnya Imam Al Maturidy ini disekitar tahun 852-944 M Tokoh ini lebih populer dikalangan masyarakat Islam yang berada di daerah sebelah timur sungai Efrat Tigris.
Adapun pengertian sekitar Ahlussunnah wal Jama’ah dilihat dari sudut istilah adalah :
Ø Ahlun ( اهل ) = pengikut atau penganut.
Ø Assunnah ( الّسنة) = segala ajaran yang datangnya dari Rasulullah Saw. baik dalam bentuk perkataan atau perbuatan maupun dalam bentuk takrir (persetujuan nabi yang termanifestasikan pada diamnya terhadap perkataan atau perbuatan sahabat pada masa beliau masih hidup).
Ø Al Jama’ah ( الجماعة ) =
a. Jama’ah sahabat.
b. Al Khulafaur Rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali.
c. Kastuan ummat Islam yang telah menngakui/mengikuti pemerintahan yang syah.
d. Assawadul A’dzami (golongan yang terbesar) dari kaum muslimin.
e. Para Imam Mujtahidin (Hanafi, Maliki, Syafie dan Hambali .
f. Doktrin Imam Abu Hasan AL Asy, ari dan Abu Manshur AL Maturidy .
Dari rangkain arti dalam peristilahan tadi, dapatlah daketahui pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai ajaran dari suatu golongan yaitu:golongan kaum muslimin yang di dalam menjalankan ajaran syareat agamanya di bidang tauhid (imam ), fikhi (Islam ) dan tassauf (ihsan )senantiasa :
a. Berpegang teguh pada AL Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw.
Al Qur’an dan adalah sumber azali sedangkan sunnah Rasulullah Saw. adalah merupakan sumber bayani (penjelas )AL Qur’an . Keduanya merupakan sumber utama sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :
ترقت فيكم امرين لن تضلّوا ما ان تمسّكتم بها : كتاب الله وسنّة نبيّه ( رواه ابن عبد البار )
Artinya :
Aku tinggalkan di tengah- tengah kaum dua hal di mana kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh padanya . yaitu kitab Allah dan sunnah nabinya . Diriwayatkan Ibn Abdul Bar.
b. Berpegang teguh pada sunnah Khulafaur Rasyidin .
Khulafaur Rasyidin adalah orang yang benar-benar ikhlas terhadap agama Allah. Disamping itu beliau adalah orang dekat dan mengerti benar ajaran agama yang dibawa Rasulullah Saw. Oleh karena itu golongan Ahlussunnah berpegang teguh atas sunnah berdasarkan sabda Rasulullah Saw :
فانه من يحينى منكم من بعدى فيرى اختلافا كثيرا فعليكم بسنّتى وسنّة الخلفاء الراشد ين المهد يين تمسكوا عضوا بالتواحيذ ( رواه ابو داود والترمذى )
Artinya :
Sesungguhnya siapa diantaramu yang hidup sesudahku, nisacaya ia akan melihat perselisihan faham yang banyak. Dan dalam situasi demikian pegang teguhlah sunnahku dan sunnah para khulafaur Rasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlah itu dengan sekuat-kuatnya. Diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzi.
Adapun pengertian sunnah khulafaur Rasyidin menurut Syekh Bin Afif dalam kitab Matan Arabainah Nawawiyah mengatakan yang dimaksudkan itu adalah sunnah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Sunnah yang mereka cetuskan itu berdasarkan Al Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw.
c. Berpegang teguh pada sunnah sahabat nabi pada umumnya. Mennghormati para sahabat nabi dan memegang gatwa dan jejak mereka (sunnahnnya) adalah termasuk dari salah satu dari prinsip ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dalam salah satu hadits Rasulullah Saw. dijelaskan :
ان اصحابى كالنّجوم بأيّهم افتديتم اهتد يتم
Artinya :
Sahabat-sahabatku laksana bintang-bintang kepada yang mana saja kamu semua mendapat petunjuk.
d. Berpegang teguh pada Ijma’.
Berpegang teguh pada Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid sesudah wafat nabi Muhammad Saw. terhadap sesuatu masalah pada suatu masa yang terdapat nashnya dalam Alqur’an ata u sunnah rasulullah SAW. dalam salah satu hadits Rasulullah SAW. dengan sanad ibnu Umar menjelaskan :
ان الله لا يجمع امتى على ضلالة ويدالله مع الجما عة ومن شذّ شذّ الى النّار ( رواه الترمذى)
Artinya :
Sesunggunhnya Allah tidak akan mengumpulkan ummatku dalam kesesatan. Tangan (kekuasaan Allah bersama jama’ah dan barang siapa mengasigkan diri dari jama’ah, maka terasinglah kedalam neraka. Diriwayatkan Tirmidzi.
e. Berpegang teguh pada mazhab Imam Mujtahidin sekiranya ia bukan ahli ijtihad. Berkaitan dengan prinsip berpegang teguh pada mazhab Imam Mujtahidin sekiranya ia bukan ahli ijtihad, beberapa faktor pokok yang harus diketahui yaitu :
1. Ijtihad.
Jika sekiranya dalam Alqur’an yang merupakan sumber azali dan Sunnah Rasulullah SAW. sebagai sumber bayani tidak diketemukan hukumnya atas sesuatu, maka dibenarkanlah ijtihad, yakni menggunakan seluruh kesanggupan utnuk menetapkan hukum syari’at. Dalam Alaqur’an surat An-Nahl, ayat : 44 :
وانزلنا اليك الذّكرلتبين للناس ما نزّّّل اليهم ولعلهم يتفكرون
Artinya :
Dan kami turunkan kepada engkau (Muhammad) Alqur’an supaya engaku terangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada itu dan mudah-mudahan mereka pikirkan.
Terminologi ijtihad yakni al-Dahz wa Nadzar (menganalisa dan memikirkan) yang dijiwai oleh syari`at dan diilhami oleh prinsip dan tujuan agama serta dituntun oleh ketentuan umum sebagai suatu sumber hukum setelah al-qur`an dan sunnah ditegakkan oleh Rasululah SAW. dalam salah satu hadisnya yang mengatakan:
عن الحارث بن عمر ( ابن الابى المغيرة بن شعبة ) برفعه الى معاذ رض لما بعثه رسول الله صهم ال اليمن : قال له كيف تقضى اذا عرض قضاء . قال اقضى بكتاب الله. قال فان لم تجد قال اقضى بسنّة رسول الله صهم. قال فان لم تجد فى سنّة رسول الله صهم ولا فى كتاب الله. قال قلت اجتهد برأي ولا آلو قال : فضرب رسول الله صهم صدرى وقال : الحمد لله الذى وفّق رسولُ رسولَ الله صهم لما يرض رسول الله صهم ( اخرجه ابوا داود والترمذى )
Artinya;
Dari Harist bin Amar (Ibnu Mighirah bin Sya`bah) yang disandarkan kepada Mu`az ra. Ketika Rasululah SAW mengutusnya ke Yaman. Rasululah SAW bersabda: `bagaimana engkau Muaz menetapkan hukum bila diajukan kepadamu suatu masalah ?` berkata Mu`az: `Aku akan menjalankan hukum berdasarkan kitab Allah, sabda Rasul: `jika kamu tidak menemukan didalamnya ?, berkata Mu`az: `Aku akan menjalankan hukum berdasarkan hukum sunnah Rasulullah SAW., bersabda Rasul: `Jika kamu tidak temui pada sunnah Rasullullah SAW ?, dan tidak pula terdapat dalam Al-Qur`an ?, berkata Mu`az: saya akan berijtihad dengan pikiran dan aku tidak akan berlaku lalai (menetapkan yang bertentangan dengan al-qur`an/Sunnah). Berkata Mu`az: maka Rasulullah SAW. menepuk dadaku dan bersabda; `segala puji bagi Allah SWT yang memberi taufiq kepada utusan Rasulullah terhadap apa yang diridhai oleh Rasulullah SAW. (dikeluarkan oleh Abu Daud dan Turmudzi).
Dalam hadis yang lain Rasulullah SAW. juga menegaskan:
للمجتهد اجران ان اصاب واحد ان اخطأ
Artinya:
Seseorang yang melakukan ijtihad apabila tepat mendapat dua pahala dan masih mendapat satu pahala sekiranya ia salah.
Ijtihad sebenarnya terabgi dua yaitu ijtihad jam’iyan yang juga biasa disebut ijma’ sebagaimana telah disinggung terdahulu dan ijtihad fardhiyyan (perorangan), yakni dilakukan oleh pribadi yang ahli dlam berijtihad dengan berbagai persyaratannya. Persyaratannya minimal yang harus di miliki adalah :
1. Mengetahui bahasda dengan segala ilmunya.
2. Mengathui betul-betul Nash Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.serta segala seluk beluknya.
3. Mengetahui ijma’
4. Mengetahui usul fikhi
5. Mengetahui nasih dan manshuh.
Orang yang memenuhi persyaratan ini kemudian melakukan ijtihad dengan mencipta dan langsung merancang sendiri dari dalil-dalil yanng pokok yakni Al Qur’an dan sunnah disebut mujtahid mustakil. Bagi merekla yanng tidak memenuhi persyaratandiatas tadi tidak dibenarkan ijtihadnmya sebab memungkinkan timbulnya anarchis dalam penetapan hukum. Dengan ijtihad peorrangan ini maka lahirlah ulama mujtahid misalnya :
1. Imam Abu Hanafiah tahun 80 – 150 H
2. Imam Malik tahun 93 – 175 H
3. Imam Syafie tahun 150 – 204 H
4. Imam Hambali tahun 164 – 201 H
5. Imam Auzai tahun 88 – 157 H
6. Imam Abu Daud Adzahiry tahun 201 – 170 H
7. Imam Ibnu Jarir tahun 224 – 310 H
8. Imam Laits tahun 94 – 175 H
9. Imam Sufyan Saury tahun 161 H
10. Imam Sufyan Ibn Uyainah tahun 198 H
11. Imam Ishak Ibnu Rahuya tahun 238 H
12. Imam Hasan Basri tahun 110 H
13. Umar bin abd. Azis Tahun 101 H
14. Abu Tsaur tahun 250 H
15. Imam Asysyu’uby tahun 105 H
16. Imam Al Almasyi tahun 147 H
2. Tentang Mazhab.
Mazhab adalah pendapat seseorang mujtahid tentang hukum sesuatu, dimana pendapat itu tergali dari Al Qur’an dan Al Hadits dengan kekuatan ijtihadnya. Sampai pada abad ke –IV diantara mazhab -mazhab itu masih mempunyai pengikut. Akan tetapi pada tahun 500 H satu persatu menjadi habis masa berlakunya, kecuali ada empat mazhab yang secara selektif dapat menempuh setiap zaman yaitu mazhab yang dianut oleh golongan Ahlussunah Wal Jama’ah pada saat sekarang ini berkat adanya dibukukan dan tersusun rapi, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafie dan Hambali.
Adapun mazhab sebagai suatu ranngkaian dari pada ijtihad, pada dasarnny adalah merupakan suatu conditio sine qua non bagi si mukallid dan si muttabi’ sebaagai berikut :
1. Adanya si mukallid dan si muttabi’ tidak memenuhi syarat unutk berijtihad.
2. Imam mazhab itu sendiri sebagai oranng yang ditaklidi dan diikkuti adalah seorang mujtahid yang secara obyektif dapat dipertanggung jawabkan sebagai ahli nazar wal bahads.
3. Mazhab itu sendiri merupakan suatu konsekwensi dari pada adnya ijtihad perorangan terhadap masalah yang tidak diterangkan dengan jelas dalam Al Qur’an dan sunnah menurut hadis Muaz diakui kebaikannya oleh Islam.
Uraian di aatas menunjukkan bahwa taklid dan ittiba’ itu yanng dalam prosesnya menciptakan mazhab pada dasarnya hanya dapat dibenarkan dalam bidang hukum syareat yang belum diketahui dengan jelas dimana masih membutuhkan pembahasan, penganalisaan dan istinbath seacra mendetail dalam proses ijtihad, misalnya masalah ibadah, muamalah, munakahat dana lain-lain. Akan tetappi yang jelas diketahui berdasarkan Al Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw, padanya tidak membutuhkan lagi taklild, misalnya masalah sembahyang lim waktu, puasa, haji dan lainnya.
Adapun mazhab fikhi yang tetap bertahan dan memiliki penganut yang cukup berakar dikalangan umat Islam adalah :
1. Mazhab Imam Hanafie.
Nama lengkapnya adalah Nu’man bin Sabit bin Zauthan bin Muhammad. Imam Hanafie dilahirkan di kota Kaufah pada tahun 80 H (699 M) pada masa pemerintahan Isalam dibawa kekuasaan Abd.Malik bin Marwan khallifah bani Umaiyah yang kelima. Dan beliau wafat pada masa pemerintahan bani Abbasiyah yaitu dalam pemerintahan Abu Jaf’far Al Manshur (150 H = 767 M) yaitu khalifah yanng kedua.
Dasar-dasar mazhabnya adalah :
- Al Qur’an
- Sunnah Rasulullah Saw dan atsar yang shalih dan mashur diantara ulama yang ahli.
- Fatwa-fatwa dari pada sahabat
- Qiyas
- Istihsan
- Adat yang telah berlaku dikalangan umat Islam
2. Mazhab Imam Malik
Nama Lengkapnya adalah Malik bin Amir Al Ashbahy. Belliau dilahirkan di Medinah pada tahun 93 H (712 M) pada masa pemerintahan Sulaeman bin Abd. Malik dari Bani Umaiyah yang ke VII. Beliau wafat pada usia 87 tahun. Adapun dasar-dasar mazhab Imam Malik adalah :
1. Al Qur’an
2. Sunnnah Rasulullah Saw.yang beliau pandang Syah.
3. Ijma’a para ulama Madinah
4. Istishlah atau Mashalihul Marshalah.
3. Mazhab Imam Syafie.
Nama yang diberikan oleh ibunya sewaktu ia baru lahir adalah Muhammmad. Nama lengjkapnya adalah Abu Abdillah Muhammmad bin Idris bin Abbas bin Usman bin Asysyafie Al Muththaliby. Yakni keturunan dari Abdul Muththalib bin Abd. Malik. Beliau dilahirkan di Cuzzah daerah Palestina pada tahun 150 H (767 M) dan beliau wafat pada tahun 204 H (820 M) di Mesir, adapun dasar-dasar mazhab Imam Syafie adalah :
1. Al Qur’an
2. Sunnah Rasulullah Saw.
3. Ijma’
4. Qiyas
5. Istih’dhal.
a. Mazhab Imam hambali.
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad. Silsilah beliau bertemu dengan Rasulullah Saw. pada datuk Rasulullah Saw. Yaitu Nizar. Adapun tempat lahirnya adalah Bagdad pada tahun 164 H (780 M). Beliau wafat pada tahun 241 H (855 M) dikala berusia 77 tahun. Adapun dasar-dasar mazhab Imam Hambali adalah :
1. Nash Al Qur’an .
2. Hadits shahih
3. Fatwa para sahabat nabi (Ijma’ sahabat Nabi).
4. Fatwa para sahabat nabi yang masih dipersilisihkan, dipilihnya yang lebih dekat kepada qur’an atau sunnah.
5. hadits Mursal dan hadits dhaif.
6. Qiyas.
Menetapkan pilihan terhaddap salah satu dari mazhab adalah kebebasan berfikir bagi setiap individu. Akan tetapi setelah berpegang atau menganut salah satu mazhab berarti kewajiban moril baginya untuk menganuut tfkir yaitu jalan (metode) berfikir Imam mazhabnya sebagai konsekwensi logis dalam wujud disiplin berfikir.
Bagi seorang yang bermazhab jelas memiliki solidaritas sosial dan terhadap idea dari luar ia memliki keterbukaan yang selektif, artinya ia dapat memahami cara berfikir orang dan dapat menerima sesuatu perkembangan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip aqidahnya. Pola dasar disiplin sebsnarnya telah digariskan oleh Rasulullah Saw sesuai dengan sabdanya :
عن النعمان بن بشير رضىالله عنهما عن النبيّ صهم قال: مثل القائم فى هدود الله والواقع فيها كمثل قوم استهموا على سفينة فصار بعضهم اعلاها وبعضهم اسفلها فكان الذّين فى اسفلها اذا استتوا من الماء مروا على فوقهم. فقالوا لو فا ئرقنا فى نصيبا خرقا ولم نؤذ من فوقنا. فان تركوهم وما اردوا هلكوا جميعا وان اعذوا على ايديهم نجوا و نجوا جميعا ( رواه البخارى والترمذى )
Artinnya :
Dari Nu’man bin Basyir ra, dari Nabi Saw. Yang sabdanya :
Contoh oranng yang mengakkan hukum Allah dan orang yang mengadakan pelanggaran, seperti contoh suatu kaumyang menumpang dalam sebuah perahu maka adalah sebagian dari mereka menempati tempat yanng sebelah bawah. Maka aadlah orang yang bertempat di sebelah bawah itu jika hendak menngambil air melewati orang ada disebelah atas mereka. Maka berkatalah mereka (oranng yang berada disebelah bawah ) sekiranya kita lobangi saja pada bagian kita ini suatu lobang, niscaya kita ssemua tidak akan mengganggu orang yang ada disebelah atas. Jika mereka itu dibiarkan saja melakukan sekehendaknya, pastilah akan binasa seluruhnya, tapi mereka itu dicegah maka merekapun selamat dan selamatlah pula orang-orang lain seluruhnya. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Tirmidzi.
3. Masalah Taklid
Bagi mereka yanng tidak dikategorikan mujtahid karena syarat-syaratnya tidak memenuhi baginya dan tidak ada lagi kesanggupan untuk melakukan ijtihad (bukan karena ijtihad tertutup) tidak ada alternatif baginya kecuali memilih posisi taqlid atau ittiba’. Taqlid yaitu berpegang dan atau mengamalkan faham dari Imam mujtahidin yang telah dibukukan dan disusun baik dimana keahliannya telah diakui dunia Islam. Orangnya dinamai mukallid. Dalam kitab Al Mizan secara difinitif dikemukakan arti mukallid sebagai berikut :
المقلد فى كلامنا فان مرادنا به من كان كلامه مذ درجا تحت اصل من اصول امامه
Artinya :
Mukallid dalam pembicaraan kita adalah orang yang pendapatnya termasuk di dalam lingkungan salah satu dari pada beberapa pokok imamnya.
Adapun dasar-dasar yang memungkinkan bertaklid itu dapat diempuh adlah sebagai berikut :
- Firman tuhan dalam surat Al-Baqarah ayat 283 :
لا يكلف الله نفسا الا وسعها
Artinya :
Allah tidak membebani seseorang kecuali sekedar apa yang mennurut kemampuannya (kuasanya)
.
- Firman Tuhan dalam surat An-Nahl ayat 45 :
فسأل اهل الذكر ان كنتم لا تعلمون
Artinya :
Maka bertanyalah kamu kepada orang-orang ahli pengetahuan jika sekiranya kamu tidak mengetahui.
- Firman Tuhan dalan surat An-Nisa’ ayat 83 :
ولو ردوه الى الرسول والى آولى الامرمنهم لعلمه الذين يستنبطونه منهم
Artinya :
Dan kalau mereka mengembalikan sesuatu persoalan kepada Rasulullah Saw. dan orang-orang yang menguasai urusan dari pada mereka (para cendekiawan), tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka.
Ayat pertama menunjukkan bahwa tidak semua orang dapat dan mampu melaksanakan ijtihad atau mengenal dalil. Ini sesuai dengan tingkat kecerdasan mannusia yang berbeda-beda. Maka mereka yang tidak mampu, Tuhan memberikan jalan kepadanyna dengan cara bertanya kepada para cendekiawan yang menguasai urusan itu agar mendapat tuntunan dalam menjalankan syareat agamanya. Cara ini telah diutarakan pada ayat yang kedua dan ketiga, apabila ia telah mengetahui, maka berkewajibanlah ia melaksanakannnya. Demikian inni taklidlah namanya.
Tingkat-tingkat mukallid .
Tingkatan mukallid ini bermacam-macam berdasasrkan tingkat kecerdasan otaknya dan pengetahuan yang dimilikinya.
Tingkatan itu antara lain :
a. Al Muntasib
b. Ashhabul wujuh
c. Ahlut Tarjih
d. Al Khuffadz
e. Al Mukallid min ghairi ma’rifati dalillih 4)
Al Muntashib
Al Muntashib adaalah tingkatan orang yang mempunyai kekeuatan untuk berijtihad dan memanng prakteknya berijtihad sendiri. Akan tetapi jalan yang ditempuh dalam ijtihadnya itu masih jalan imamnya. Ini berarti ia tidak langsung mencipata dan merangsang sendiri dari yang pokok yaitu Al Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw.
Ibnu Shalakh dalam kitabnya Muzhatun Nufus mengemukakan bahwa :
وانما ينسب اليه لسلوك طريقته فى الاجتهاد ودعوى استقاء التقليد عنهم مطلقا لا يستقيم ولا يلائم المعلوم من حالهم او حال اكثرهم
Artinya :
Sesungguhnya muntashib itu masih dimasukkan dalam bahagian imam mujthid, karena ijtihadnya masih menempuh jalan ijtihad imam mujtahid. Pengakukan tidak bertaklid sama sekali tidaklah benar dan tidak sesuai dengan keaadan mereka yang nyata atau keadaan sebgian besar dari mereka.
Ulama besar yang termasuk dalam tingkatan ini adlah merupakan mujtahiid mazhab. Misalnya Al Anshory (113 H – 191 H) dan Asyayaibani (132 – 189 H) dari kalangan mazhab Hanafie Al ‘Utaqy (191 H) dan Al Ja’di (140 – 204 H ) dari mazshab Maliki dan Al Muzanny (175 – 234 H ) dari Mazhab Syafie.
Ashhabul Wujuh
Ashhabul wujuh adalah tingkatan oranng yang mampu meluaskan sesuatu masalah denagn analilsanya sendiri dengan tetap berada dalam batas-batas pokok dan kaedah imamnya. Mereka yang termasuk disini adalah para imam-imam besar. Hukum-hukum yang mereka buat bercabang itu dengan analisanya. Sendiri, sesungguhnya belum pernah diucapkan oleh imamnya namun hasil analisa tersebut tidak keluar dari undang-undang kaedah umum imamnya. Misalnya melafazkan bacaan ushalli ( اصلى ) oleh imam syafie sendiri tidak menyebutkan hukumnya,akan tetapi Ashabul wujuh yang menyebutkan berdasarkan keadaan umum yang ada pada imam Syafie. Jelasnya ia dapat mentahrij. Ulama yang dapat mentahrij ini lebih dikenal sebagai mujtahid fatwa. Misalnya Thahawi dan Sarkhasi dari dalam mazhab Abu Hanifa, imam Al Gazali dalam mazhab Syafie.
Ahlut Tarjih.
Ahlut Tarjih adalah tingkatan ulama besar yang cukup mempunyai kecerdasan dan hafal akan mazhab imamnya, mentahrij (menyusun) dan menetapkan/mengesampinngkan soal-soal yanng jauh dari dalil imamnya. Ualam inilah yang mengatur susunan mazhab dan mengarang buku-buku yang membahas maslah agama berdasarkan tinjauanmazhab imamnya . Diantaranya adalah imam ibnu wajar dan imam jamal Ramli .
Al Khuffadz.
Merupakan tingkatan keempat dari mukallid. Mereka adalah ulam yang menghafalkan dan memahami beanar akan mazhab imamnya, baik menyanngkut soal yang sulit-sulit maupun yang terang dan jelas. Akan tetapi masih lemah dalam menetapkan dalil-dalil imamnya dan dalam menyusun qiyasnya.
Al Muqallid min ghairi Ma’rifati dalilihi.
Tahap ini adalah mereka yang bertaklid dengahn tidak mengetahui dalilnya. Artinya seseorang yang mengetahui suatu dalil mazhab dari seorang imam mujtahid dengan tidak mengetahui dalil-dalil yang dipergunakan atau mengetahui pula kadarnya. Taklid semacam inilah yang banyak diketemukan pada orang awan.
4. Masalah Ittiba’
Sebagian cendekiawan muslim memandanng bahwa oranng yang tidak adpat berijtihad karena syarat-sayarat tidak terpenuhi bukan semata-mata dalam kategori taklid, dengan segala macam tingkatannya, tetapi juga diklasifikasir dalam bentuk ittiba’ artinya menerima perkataan orang lain denagn mengetahui sumber atau alasan perkataan itu. Sekallipun sebenarnya kalau diteliti antara mukallid dan mutabi’ keduanya adalah dalam posisi tidak mampu berijtihad.
5. Talfiq’.
Talfiq’ artinya memakai dua pendapat atau lebih yang salinng membatalkan dalam satu tujuan. Sehubungan dengan masalah talfiq’ ini imam Ibnu Hajar memberikan pendapatnya :
ولا يجوز العمل بالضعيف بالمذهب ويمتنع التلفيق فى مسألة كأن فلد مالكا فى طهارة الكلب والشافعى فى مسح بعض الرأس فى صلاة واحدة
Artinya :
Dan tiadalah dibenarkan memilih beramal yang berupa mencari keringanan pada setiap mzhab dan tidak boleh bertalfiq’ dalam suatu masalah misalnya mengikuti Malik tenntang sucinya anjing dan menngikukti Syafie dalam menyapu sebahagian kepala dalam suatu waktu shalat.
f. Berpegang teguh pada faham golongan terbesar dikalangan ummat Islam.
Kenyataan adanya firgah (golongan) dikalanngan ummat Islam menimbulkan konsekwensi lahirnya masalah khilafiah. Sejauh masalh khilafiah itu terbatas pada bidang furqiyah yakni perselisihan pendapat yang terjadi dalam masalah penetapan hukum syareat oleh para mujtahid, maka sejauh itu pula tetap akan menjadi rahmat bagi ummat Muhammad. Akan tetapi setelah masalah Khilafiah ini menyangkut bidang aqidah maka dalam hal ini akan terjadi pergeseran nilai. Dimana perselisihjan itu malah akan membawa bencana terhadap ummat Muhammad, karena akan munculnya golongan mu’taqad yang menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya. Dalam hal ini ajaran Ahlussunnah memegang prinsip Assawadul A’zani sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits Rasulullah Saw. yang berbunyi :
فاذ رأيتم اختلافا فعليكم بالسواد العظم مع الحق واهله ( رواه ابن ماجه )
Artinya :
Jika kamu melihat perselisihan pendapat, maka peganglah teguhlah pendapat golongan yang terbesar yang beserta kebenaran dan mempunyai keahlian (ahli ijtihad) Diriwiyatkan oleh Ibnu Majah.
Adapaun golonngan terbesar dalam dunia Islam dapat dilihat dari segi luasnya daerah yanng didiami dan jumlah penganutnya. Berikut ini ssepintas lalu dapat kita saksikan sebagai berikut :
1. Di Marokko Mazhab Maliki ahlussunnah.
2. Di Al Jazair mazshab Hanafie Ahlussunnah.
3. Di Tunisia Mazhab Hanafie Ahlussunnah
4. Di Libia mazhab Hanafie Ahlussunnah
5. Di Turki mazhab Hanafie Ahlussunnah.
6. Di Mesir mazhab Hanafie/Syafie Ahlussunnah
7. Di Irak mazhab Hanafie Ahlussunnah dan sebagian kecil Syiah di Najaf ddan Karpela.
8. Di India mazhab Hanafie Ahlussunnah dan sebagian dan sebagian kecil Syiah Ismailliyah (Aga Kahn)
9. Di Indonesia mazhab Syafie Ahlussunnah
10. Di Filiphina mazhab Syafie Ahlussunnah
11. Di Thailand mazhab Syafie Ahlussunnah
12. Di Malaysia mazhab Syafie Ahlussunnah.
13. Di Somalia mazhab Syafie Ahlussunnah
14. Di Sudan mazhab Syafie Ahlussunnah
15. Di Nigeria mazhab Hanafie Ahlussunnah
16. Di Pakistan mazhab Hanafie Ahlussunnah
17. Di Libanon mazhab Hanafie Ahlussunnah dan selainnya adalah Syiah.
18. Di Hadramaut mazhab Syafie Ahlussunnah
19. Di Hijaza mazhab Syafie dan sedikit mazhab hambali Ahli sunnah serta dan selainnya adalah Wahabi.
20. Di Nejed Mazhab Hanafie Ahlisunnah dan sedikit Wahabi
21. Di Yaman mazhab Saidiyah Syiah sebahagian mazhab Syafie Ahlisunnah.
22. Di Iran mazhab Syiah dan sebagian Ahlusunnah.
23. Di seluruh daerah Sovyet 90 % dari 24 juta adalah penganut ahlussunnah, dan 10 % Syiah.
24. Di Tiongkok mazhab Hanafie Ahlisunnah.
g. Memgang teguh aqidah Rumusan Imam Al asyari dan Al-Maturidy.
Imam Abu Hasan Al Asya’ari lahir di Bashrah Irak pada tahhun 260 H. Nama lengkapnya adalah Abu Hasan bin Ali bin Ismail bin Ali Basyar, Ishak bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Bardah bin Abu Musa Al Asy’ari. Adapun Abu Manshur Al Maturidy dilahirkan di suatu desa yang bernama Maturidy daerah samarkan Asia Kecil pada tahun 333 H Nama lengkapnya Muhammad bin Muhammad bin Mahmud.
Beliau berdua adlah tokkoh pembangunan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan satu rumusan yang sistimatis guna menjamin kelestarian i’tihad yang telah di i’tiqadkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya jauh sebelum Abu Musa Al Asya’ri dan Abu Manshur Al Maturidi dilahirkan kedunia.
Salah satu faktor pokok yang menyangkut bidang aqidah adalah masalah iman. Pengertian iman menurut hadts Rasulullah Saw. adalah :
الايمان تصديق بالجنان واقرار باللسان وعمل بالاركان
Artinya :
Adapun iman adalah meyakinkan dengan hati, mengatakan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.
Seorang baru dikatakan beriman benar-benar sekiranya ketiga faktor tersebut dipenuhi. Yaitu ada keyakinan yang kokoh dalam hatinya, pengakuannya harus dikatakan dalam lisan yakni mengucapkan kalimat syahadatin dan harus ada manifestasi dan realisasi dalam bentuk amaliyah terhadap apa yang telah diikrarkan dalam hati , diucapkan dengan lisan.
Oleh karena itu bagi mereka yang hanya berkeyakkinan dalam hati disertai dengan pengakuan secara lisan tetapi tidak diamalkannya, maka orang tersebut belum sempurna imannya Rasulullah Saw. dalam salah satu haditsnya mengatakan :
لا يقبل الايمان بلا عمل و لا عمل بلا ايمان
Artinnya :
Tidak akan diterima oleh Allah iman seseorang tanpa amalnnya. Dan tidak akan pula diterima oleh Allah sesuatu amal yang tidak dilandasi dengan iman.
Adapun bagi mereka yang berkeyakinan dalam hati tetapi tidak menyatakan dalam bentuk lisan dan lagi pula tidak mengamalkan apa yang diyakini, maka orang semacam itu imannya masih sangat minim. Oleh imam nawawi seorang mujtahid fatwa mazhab Syafie dalam kitab syarah Muslim mengatakan :
اتفاق اهل السنّة والمحدثين والفقهاء والمتكلفين على ان من آمن بقلبه لم ينطق بلسانه مع قدرته كان مخلدا فى النّار
Artinya :
Telah sepakat ahlli/kaum ahlissunnah al Jama’ah dan para muhaddisindan para pukaha dan para mutakallimin bahwa sesungguhnya orang yang percaya dalam hatinya tetapi tidak diucapkan dengan secara lisan sesuai kemampuannya maka adalah dia kekal di dalam neraka.
Dalam bidang aqidah ini dikenal adanya rukun iman yang didasarkan pad Nash Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
Diantaranya firman Tuhan dalam surat Al baqarah ayat 177 :
ليس البرّ أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البرّ من آمن بالله واليوم لآخر والملئكة والكتب والنبيين
Artinya :
Bukanlah yang dikatakan orang baik-baik itu lantaran kamu menghadapkan mukamu ke arah timur dan barat, tetapi orang dipandang baik disisi Allah adalah orang yang percayakepada Allah, hari ahirat, para malaikat, kitab-kitab suci dan para nabi-nabi
.
Sabda Rasulullah Saw.
. . . فاخبرنى عن الايمان قال: ان تؤمن بالله وملائكته و كتبه ورسله ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره ( رواه مسلم )
Artinya :
. . . . Maka beritahulah kami (kata Jibril) tentang iman. Nabi menjawab engkau harus percaya adanya Allah, adanya Malaikatnya, adanya kitab-kitabnya, adanya Rasul-rasulnya, adanya hari akhirat dan percaya adanya nasib baik dan nasib buruk.
Dengan berpijak pada dasar dan fundamental dari Al Qur’an dan sunnah Rasulullah itu, secara konsepsionil disusunlah sistimatika rukun iman sebagai berikut:
1. Percaya kepada Allah.
2. Percaya kepada Malaikat.
3. Percaya kepada kitab-kitabnya
4. Percaya kepada Rasul-rasul.
5. Percaya kepada hari akhirat
6. Percaya kepada Qadha dan Qadar Tuhan
Tentang Ketuhanan
Dalam kaitannya dengan Tuhan pada ajaran Asy’ariyah telah dibicarakan beberapa masalah pokok yang menjadi pedoman bagi menganutnya yaitu tentang :
a. Masalah Zat Tuhan
Imam Al gazali dalam kitabnya ihya Ulumuddin mengutarakan bahwa zat Allah itu bukanlah Jauhar (Zat yang berbentuk) yang mengambil tempat, dan setiap jauhar itu tidak terlepas dari pada gerak dan diam yanng mana keduanya adalah baharu. Tidak pula Tuhan itu berjisim (bertubuh) yang tersusun dari pada beberapa jauhar sebab sekiranya dii’tiqadakan bahwa pencipta alam ini jizim,maka boleh pulalah ketuhanan mata hari bulan dsb. Dari bahagian- bahagian yang berjizim.
Demikian pula zat Tuhan itu bukan aradh (sifat) yang bertempat pada suatu tempat. Jadi tiadalah sesuatu yang menyerupai zat Tuhan dan tiadalah zat Tuhan itu serupa dengan sesuatu yang ada. Oleh karena alam ini adalah baharu maka dunia yang bahagian dari alam jelas pula adalah baharu, maka tidak mungkinlah melihat Tuhan di dunia ini. Dalam Al Qur’an Tuhan menjelaskan :
لا تدركه لابصار وهو يدرك الابصار
Artinya :
Tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia dapat melihat segala yang kelihatan.
Dalam salahsatu hadits Rasulullah Saw. ditegaskan pula
عن ابى ذر قال : قلت للنبي هل رايت ربك . فقال : ا نور هو . ان ارى
Artinya:
Dari Abi Dzar yang berkata, saya katakan kepada Nabi ; Adakah engkau melihat Tuhanmu ?, maka bersabda Rasulullah Saw. : Bukankah Tuhan itu cahaya ?. Bagai mana aku dapat melihatnya ?.
Sekalipun didunia ini Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata, namun diakhirat kelak Insya Allah akan dapat dilihat oleh ummatnya yang beruntung. Hal ini sesuai dengan firman Tuhan dalam surat Al qiyamah ayat 22-23 :
وجوه يومئذ ناظرة الى ربها ناظرة
Artinya:
Wajah orang-orang mukmin pada hari itu berseri-seri kepada Tuhanlah mereka melihat
Dalam hadits terdapat pula sabda Rasulullah Saw :
ترون ربكم يوم القيامة كما ترون القمر ليلة البدر
Artinya :
Kamu akan melihat Tuhan kamu di akhirat kelak sebagaimana kamu melihat bulan purnama.
b.Sifat – sifat Tuhan
Aliran Asyariyah mengadakan pemisahan antara sifat salabay yakni “tidak menambahkan sesuatu kepada zat Tuhan “, menurut istila Al Juwainy (419-478 H = 1028- 1085 M )adlah sifat nafsiyah yaitu yang ada pada zat Tuhan tanpa lllat “, dengan sifat ijaby adalah sifat sifat yang bukan hakekat zat Tuhan itu sendiri “, atau sifat ma’nawiyahmenurut Al Juwainy yaitu yang timbul sebagai kelanjutan sifat nafsiyah tadi “.
Oleh karena itu Al Asy’ari mengatakan bahwa “sifat-sifat Tuhan itu bukan zat-Nya, bukan pula lain dari zat-nya. Beararti bahwa “bukan zat-Nya” dimaksidkan sifat-sifat itu bukan zat Tuhan. Dan pengertian bukan lain dari zat-Nya adalah bahwa sifat-sifat itu tidak bisa lepas dariNya Tuhan (hakekat zat Tuhan).
Dalam membahas masalah sifat Tuhan, Al Maturidi menjelaskan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifatnya sejak zaman azaly tanpa pemisahan antara sifat zat (salaby) dan sifat-sifat itu tidak boleh diperbincangkan apakah hakekat zat atau bukan.
Oleh karena itu menurut Al Maturidi, dalam membicarakan sifat-sifat Tuhan harus menggunakan cara Tasybih dan Tanzil bersama-sama. Sifat-sifat Tuhan qadim tidak dapat diterangkan kecuali kecuali dengan menggunakan kata-kata yang biasa dipakai dalam llingkungan manusia yang berarti dengan cara tasybih atau mempersamakan. Maka untuk meniadakan setiap persamaan antara sifat Tuhan dan sifat manusia harus dipakai Tanzil.
Dalam rangkaian sifat-sifat Tuhan yang dikenal dalam rumusan sekarang ini kita dapatkan bahwa Tuhan itu mempunyai sifat wajib, mustahil dan jaiz.
Adapun sifat wajib dan mustahil Tuhan adalah seabagai berikut :
1. Wujud, artinya Tuhan itu ada, dan mustahil Tuhan itu tidak ada ( ‘Adam ).
Manusia dan alam terjadi bukan karena kehendaknya dan bukan dia menjadikan dirinya sendiri. Oleh karena itu karena keadaanya yang demikian mestilah ada uang menjadikan. Yang menjadikan itulah Tuhan. Lebih jauh bila kita melihat pergantian siang dan malam, terbitnya matahari di pagi hari dan terbenamnya di sore hari, cakrawala yang luas dihiasi oleh bintang yang bertebaran, sepetak tanah ditanami jambu, rasa jambu tetap jambu, rasa durian tetap durian, rasa salak tetap salak walaupun ditanam pada lokasi tanah yang satu. Sipakah yang mengatur dan menjaga serta memelihara itu semua ?. Tidak yang lain kecuali itulah Tuhan. Firman Tuhan dalam surat Al-Mujadalah ayat 7 :
ما يكون من نجوى ثلاثة الا هو رابعهم ولا خمسة الا هو سادسهم ولا ادنى من ذلك ولا اكثر الا هو معهم اين ما كانوا . . .
Artinya :
Tiada pembicaraan rahsia antara tiga orang melainkan dialah keempatnya. Dan tiada pembicaraan antara lima orang melainkan dialah yang keenamnya. Dan tiada pula pembicaraan antara jumlah yang kurang dari atau lebih banyak melainkan meliankan dia ada bersama di mana pun dia berada.
2. Qadim ; artinya Tuhan itu tidak berpermulaan adanya. Musyahil itu baru (al hudus).
Selama kita berkeyakinan bahwa Dialah yang menjadikan manusia dan alam ini, maka segala sesuatu yang ada ini adalah baharu atau kemudian dari pada allah dan Allahlah yang terdahulu. Kenyataan membuktikan kepada kita bahwa memang hidup kita ini berpangkal. Sekiranya Tuhan berpermulaan, maka siapakah yan menajdikan makhluk yang ada sebelum adanya Tuhan itu ? Firman Tuhan dalam surat Al Hadid ayat 3 :
هو الاول والآخر والظاهر والباطن وهو بكل شيئ عليم
Artinya :
Dialah Tuhan yang awal (yang telah ada sebelum segala sesuatu ini ada) dan yang terakhir (yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah), yang dzahir (yang nyata adanya karena banyak bukti-bukti) dan yang bathin (yang tidak dapat digambarkan hikmah zat-Nya oleh akal).Dan dia maha tahu atas segala sesuatu.
3. Baqa’ ; Artinya Tuhan itu kekal selama-lamanya. Mustahil Tuhan itu berkesudahan ( Al Fana’).
Dalam surat Al Qashash ayat 88 Tuhan berfirman :
كل شيئ هالك الا وجهه
Artinya :
Tiap-tiap sesuatu itu pasti binasa kecuali Allah.
4. Al Qiyamuhu Binafsihi ; artinya Allah itu berdirei sendiri dan mustahil Dia itu membutuhkan pertolongan oranng lain; atau Qiyamuhu Ligaerihi.
Dalam Al Qur’an Tuhan menjelaskan :
ان الله الغني عن العالمين
Artinya :
Sesungguhnya Allah Swt. Pemilik atas segala apa yang ada dalam alam ini.
Dalam salah satu Hadits Qudsi, Rasulullah Saw. menjelaskan sesuai dengan sabdanya :
“Wahai hambaku, kalau sekirannya orang-orang yang pertama atau yang paling akhir baik manusia maupun jin semunya laksana sehati dalam taqwa kepadaku, maka tiadalah akan menambah kebesaranku sedikitpun.
Hai hambaku, kalau sekiranya orang-orang yang pertama dan terakhir dari pada kamu baik manusia ataupun jin semuanya sepakat dalam kejahatan, tiadalah pula akan mengurangi akan kekuasaanku sedikitpun.
5. Mukhalafatu Lilhawadisi, artinya Tuhan itu berbeda dengan yang baru yakni tidak ada yang menyerupainya, mustahil Tuhan itu serupa dengan yanng baru (makhluknya).
Tidak ada persamaan antara Tuhan dan makhluknya baik dalam hal sifat, zat dan perbuatan-Nya. Ini tidak ada sesuatu apapun dalam alam ini yang serupa dengan Tuhan.
Dalam Al Qur’an surat Asysyura’ ayat 11 Tuhan menjelaskan :
ليس كمثله شيئ وهو السميع البصير
Artinya :
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan dia dan dialah yang maha mendengar dan maha melihat.
6. Wahdaniyah ; Artinya Allah itu Esa dengan keesaha yang muthlak, dan mustahil Tuhan berbilang atau bersyerikat. Tidak ada yang dapat bersyarikat dengan Tuhan sebab segala sesuatu ini terjadi atas kehendaknya.
Ini sesuai dengan firman Tuhan dalam surat Al Ihlas ayat 1 sampai 4 yaitu :
قل هو الله احد. الله الصمد. لم يلد ولم يولد. ولم يكن له كفوا احد
Artinya :
Katakanlah Ya Muhammad, Dialah Allah yang Maha esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu. Diak tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seseorangpun yanng setarap dengan dia.
7. Iradah ; artinya Tuhan itu menetapkan sesuatu menurut kehendaknya sendiri tidak dicampuri denga kehendak orang lain. Mustahil Tuhan bersifat Al Karahah (dipaksa) dalam melakukan sesuatu.
Dengan Iradah Tuhan ini semua diberi bentuk menurut kehendaknya dan segala sesuatu itu dapat saja dihancurkan sesuatu kapan saja dikehendaki-Nya. Tidak sesuatu kekuatan apapun yang dapat mempengaruhinya. Dalam surat Al Qashash Tuhan berfirman :
وربك يخلق ما يشاء
Artinya ;
Dan Tuhanmu menjadikan apa yang ia kehendaki dan yang ia maui.
8. Al Qudrah ; artinya Tuhan itu memiliki sifat kuasa. Mustahil Tuhan itu lemah (Al ‘Ajzu).
Pada dasarnya segala gerak dan diam yang terjadi adlam alam ini adalah bekas kudrat (ciptaan) Tuhan. Tidak ada karena tabiatnya sendiri. Kita lihat satu biji kelapa yang terbungkus dengan kulit dan sabut yang dilindungi oleh tempurung di dalamnya terdapat air dan daging yanng terdiri zat putih.
Dibagian mata kelapa itu ad telempung putih bekal menjadi tunas untuk tumbuh. Bila telah mendapat matahari dan telah sampai saatnya bagaimanpun kerasnya tempurung dan tebalnya sabut tidaklah dapat menghalangi tunasitu untuk tumbuh, berdaun, berbatang dan kelak akan berbuah. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kudrat itu sendiri tidak ada pada kelapa sebab menurut tabiat/hukum alam sesuatu barang yang lunak dan lembut tidak mungkin dapat menembus tempurung yang keras dan sabut tebal kecuali dengan kudrat Tuhan. Ini berarti kekuasaan muthlak (qudrat) hanyalah ada pada Tuhan. Dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 24 Tuhan berfirman sebagai berikut :
وكان الله على كل شيئ قديرا
Artinya :
Dan adalah Tuhan itu atas segala sesuatu itu kuasa.
9. Al Ilmu ; artinya Tuhan itu mengetahui segala yang sudah jadi dan segala akan terjadi. Mustahil Tuhan itu bodoh yakni Al Jahlu.
Pada dasarnya Ilmu Tuhan adalah meliputi segala yang lahir (nyata) maupun yang bathin (yang tidak terllihat), dan mengetahui segala yang telah, akan dan sedang hidup didunia ini dan kehidupan di akhirat nanti. Firman Tuhan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 29 mengatakan :
وهو بكل شيئ عليم
Artinya :
Dan Dia (Tuhan) itu mengetahui tiap-tiap sesuatu.
10. Assama’ : artinya Tuhan itu mendengar. Mustahil Tuhan itu dalam keadaan tuli (Ashshamamu).
Tuhan mendengar segala perkataan dan mengerti dalam bahasa apapun di ucapkan. Tidak ada yang tersembunyi bagi Allah semuanya yang didengar baik yang diperkatakan dengan suara yang keras sampai kepada yang berbisik-bisik sekalipun. Adalah mustahil Tuhan itu tuli sebab sifat demikian adalah sifat yang tidak menunjukkan kesempurnaan Tuhan. Dalam surat Azzuhruf ayat 80 Tuhan berfirman :
ام يحسبون انّا لا نسمع سرهم ونواهم بلى ورسلنا لديهم يكتبون
Artinya :
Adakah mereka mengira bahwa kami tidak mendengar rahasia mereka dan bisik-bisik mereka ? sebenar-benarnya kami mendengar dan utusan kami (malaikat) selalu mencatat disisi mereka.
11. Al Bashar ; artinya Tuhan itu melihat. Mustahil Tuhan itu buta (Al’Ama’).
Penglihatan Tuhan meliputi masalah yang dzahir maupun yang bathin. Dia sebagai khalik (Tuhan) dapat mengontrol makhluknya dengan penglihatannya yang terbatas, sehingga dikala Musa dan Harun, Isa dan Yahya, Muhammad dengan Abu Bakar berada dalam Gua tak ada satu orangpun yang melihatnya tetapi Tuhan tetap melihatnya dan berada bersamanya, Firman Tuhan dalam ssurat Asysyura” ayat 11 :
وهو السميع البصير
Artinya :
Dan Dia yang mendengar lagi melihat.
Dalam salah satu hadits Rasulullah Saw. dijelaskan pula :
الاحسان ان تعبدالله كانك تراه فان لم تكن تراه فانه يراك
Artinya :
Ihsan adalah bahwa engkau beribadah kepada Allah laksana engkau melihatnnya. Maka sekalipun engkau tak melihatnya Dia namun Dia tetap melihat engkau.
12. Al Kalam ; artinya Tuhan itu mempuyai perkataan, mustahil Dia itu bisu (Bukmon ). Kalam Tuhan adalah sumber segala kalam. Kalimat terakhir dari kalam Tuhan itu telah disampaikan Tuhan kepada Rasul yang terakhir yaitu Nabi Muhammad Saw. melalui utusanya Ruhul Amin (Jibril ). Justru itulah Al Qur’an mencakup segala masalah dan merupakan kitab penutup. Pada waktu Nabi Muhammad Saw. dalam peristiwa Mi’raj beliau pun berbicara langsung dengan Tuhan, sebagaimana yang pernah dialami nabi Musa As.
Firman Tuhan dalam surat Annisa ‘ ayat 164 :
وكلم الله مو سى تكليما
Artinya :
Dan Allah telah berbicara dengan nabi Musa secara langsung.
Dalam surat Al Maidah ayat 3 Tuhan berfirman:
اليوم اكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الاسلام دينا
Artinya :
Pada hari ini telah kusempurnakan agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmatku dan aku ridha Islam itu jadi agama panutanmu.
13. Al Hayat ; artinya Tuhan itu hidup. Mustahil Tuhan itu mati.
Kalau dalam alam ini kita melihat bermacam-macam mahkluk, ada dalam bentuk binatang, tumbuh-tumbuhan dan ada manusia yang dipandang tarafnya paling tinggi karena pengaruh akalnya kesemuanya butuh hidup. Diatas hidup manusia yang dipandang sempurna ini , masih ada lagi yaitu hidup Malaikat.Di atas dari pada itu masih ada hidup yang paling sempurna, karena dialah yang menganugerahi hidup kepada semua yang hidup. Firman Tuhan dalam surat Al Baqarah 255:
الله لا اله الا هو الحي القيوم
Artinya :
Allah adalah tiada Tuhan selain Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluknya.
14. Kaunuhu Kadiran; artinya Tuhan senantiasa dalam keadaan kuasa karena Dia memiliki sifat Qudrat. Mustahil Tuhan itu pada suatu saat lemah. Kalau itu terjadi maka Tuhan tidak sempurna.
Firman Tuhan dalam Al Qur’an :
اذا قضى امرا فانما يقول له كن فيكون
Artinya:
Jika Dia (Tuhan ) menetapkan atas sesuatu maka diapun mengatakan; jadila maka akan jaduilah sesuatu itu.
15. Kauhuhu Muridan, artinya Tuhan memiliki. Sifat berkehendak yaitu apa yang dikehendaki atau tidak dikehendaki adanya maka itu semua tergantung pada perkenaan atua tidak diperkenankannya oleh Tuhan atas adanya sesuatu itu. Dana mustahillah Tuhan itu tidak berkehendak yaitu bukan Dia yang menentukan atas adanya sesuatu ini atau sesuatu ini tidak ada bukan karena atas kehendaknya.
Dalam al Qur’an surat Al Baqarah ayat 260 Tuhan berfirman :
واذ قال ابراهيم ربّ ارنى كيف تحي الموتى قال اولم تؤمن قال بلى ولكن ليطمئن قلبى قال فخذ اربعة من الطير فصرهن اليك ثم اجعل على كلى جبل منهن جزءا ثم ادعهن يأتينك سعيا واعلم ان الله عزيز حكيم
Artinya :
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata ; Ya Tuahanku perlihatkanlah kepadaku bagaiman engkau menghidupkan orang-orang mati itu. Allah berfirman ; Apakah kamu belum percaya. Ibrahim belum menjawab; saya telah percaya, akan tetapi demi untuk memantapkan imanku (hatiku). Allah berfirman; ambillah empat ekor burunga, lalu jinakkanlah tiap-tiap seekor (tiap-tiap potong) dari padanya atas tiap-tiap bukit. Sesudah itu panggillah dia, niscaya dia akan datang kepada kamu dengan segera.
16. Kaunuhu Hayyan, artinya Tuhan itu tetap hidup selalu. Mustahil Tuhan itu pada suatu saat mati.
Dapat diamati dan difikirkan bagaimana nasibnya alam dan makhluk ini kalau yang menjadikannya sendiri turut mati dan kemanakah di akan kembali : jelas Tuhan mesti hidup terus sebagaimana dijelaskan dengan firmannya :
انّا لله و انّا اليه راجعون
Artinya :
Sesungguhnya kkta semua berasal dari Tuhan dan kepadanyalah kami kembali.
17. Kaunuhu Samiyan, artinya Tuhan itu senantiasa dalam keadaan mendengar. Mustahil Tuhan itu pada suatu saat mengalami bisu. Tidak ada sesuatu yang ada ini barang sesaat tidak masuk dalam pendenaran Tuhan bagaimanpun kecilnya bunyi itu.
18. Kaunuhu Bashiran, artinya Tuhan tetap selalu dalam keadaan melihat. Apa saja yang terjadi mesti terlihat oleh Tuhan sekalipun yang terjadi itu gaib sifatnya. Dan mustahil Yuhan itu dalam keadaan buta.
19.Kaunuhu ‘Aliman; artinya Tuhan itu senantiasa dalam keadaan tahu sebab itu mustahillah bagi Tuhan memiliki sifat pelupa atau tidak mengetahui
20. Kaunuhu Mutakalliman,artinya Tuhan itu senantiasa dalam keadaaan berkata dan mustahil pada suatu saat bisu.
Selain sifat wajib dan mustahil bagi Tuhan itu, terdapat pula sifat Jaiz bagi Allah Swt. Sifat Jaiz adalah sesuatu yang dilaksanakan oleh Tuhan dan mungkin pula tidak. Tidak dapat dipaksa untuk melakukannya dan tidak dapat pula dicegah untuk melaksanakannya jika dikehendakiNya. Ini sesuai dengan firman Tuhan dalam surat Al Isra’ ayat 54 :
ربكم اعلم بكم ان يشاء يعذبكم
Artinya :
Tuhanmu telah mengetahui tentang kamu. Dia akan memberi rahmat kepadamu jika Dia menghendaki dan Dia akan mengazabmu jika Dia menghendaki.
Dalam surat Al Qashas ayat 68 di jelaskan pula
وربك يخلق ما يشاء و يختار
Artinya:
Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki Dan memilihya.
c. Nama-Nama Tuhan.
Dalam salah satu hadits Rasulullah Saw, telah dijelaskan nama- nama yang dinishatkan kepada Allah Saw. bahwa ada sebanyak 99 nama yaitu:
عن ابى هريرة قال. قال رسول الله صهم ان الله تعالى تسعة و تسعين اسماء احصاها دخل الجنة هو الله الذى لا اله الا هو الرحمن الرحيم الملك القدوس السلام المؤمن المهيمن العزيز الجبار المتكبر الخالق البارئ المصور الغفار القهار الوهاب الرزاق الفتاح العليم القابض الباسط الخافض الرافع المعز المزل السميع البصير الحكم العدل اللطيف الخبير الحليم العظيم الغفور الشكور العلي الكبير الحفيظ المقيت الحسيب الجليل الكريم الرقيب المجيب الواسع الحكيم الودود المجيد الباعث الشهيد الحق الوكيل القوي المتين الولي الحميد المحصى المبدى المعيد المحي المميت الحي القيوم الواحد الماجد الواحد الاحد الصمد القادر المقتدر المقدم المؤخر الاول الاخر الظاهر الباطن الوالى المتعالى البر التواب المنتقم العفو الرؤف الملك الملك ذوالجلال والاكرام المقسط الجامع الغمي المعطي المانع الضار النافع النور الهادى البديع الباقي الوارث الرشد الصبور
لا يعصون الله ما امرهم ويفعلون ما يؤمرون
واذكر فى الكتاب ابراهيم انه كان صديقا نبيا
انى لكم رسول امين
وماارسلنك الا رحمة للعالمين
يايهاالرسول بلغ ما انزل اليك من ربك . . .
يوم الحسرة يوم الحاسبة يوم الزلزلة يوم الصاعقة يوم الوقعة يوم القارعة يوم الناشية يوم ال
Dari Hal. 50 langsung ke hal. 71.
Karena hal. 51 – 70 tidak ditemukan.
K.H.Baharuddin Syata (Kadhi suppa )
K.H.Kittab (Kadhi Soppeng Riaja )
H.Muchadi pangkajene
T.N.E.pare- pare.
Penasehat : Syekh K.H.M.As’ad Sengkang.
Syekh H.Amoedi.
Syekh H.Abd. Rahman Firdaus.
H.Zaenuddin (Jaksa Pare-pare)
M. Aqib macassai.
Muktamar DDI ke-2.
Pada muktamar DDI ke-2 yanng diselenggarakan di Mangkoso pada tahun 1949 kembali memililh KH. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai Ketua Umum dan menetapkan KH.M. Ali Al Yafie sebagai Sekretaris, sebab KH. Muh.Abduh Pabbajah tidak lagi bersedia mengingat tempatnya di Allakuang cukkup jauh dari Mangkoso.
Muktamar DDI ke – 3.
Berdasarkan hasil keputusan Muktamar DDI ke – 3 yang diselenggarakan pada tahun 1950 telah berhasil ditetapkan susunan pengurus sebagai berikut :
Ketua Umum : KH.Abd. Rahman Ambo Dalle
Ketua Muda : H.M.Amin Nashir.
Sekretaris Umum : H.M.Ali Al Yafie.
Wakil Sekretaris : M.Arfah
Wakil Sekretaris : M.S. Alimuddin
Bendahara : H.M.Madani.
: M.Zainud
Pembantu – Pembantu :
1. H.M. Yunus
2. M. Andi sodik
3. M. Amberi
4. Muhammadiyah
5. H.Harunarrasyid
6. H.A.Rahman
7. H.A.J.Mascatie
8. A.Hakim Lukman
9. H.M.Abduh
10. S.A.Mathar
Penasehat : K.H.M. As’ad
M. Aqib.
Muktamar DDI ke – 4.
Muktamar DDI ke – 4 diselengarakan di Pare-pare pada tanggal 11 s/d 15 Mei 1952. Pengurus yang terpilih pada Muktamar ini adalah K.H.. Rahman Ambo Dalle sebagai Ketua umum K.H.M. Ali Al Yafie sebagai Sekretaris Umum dan kelengkapan pengurus lainnnya diserahkan kepada keduanya untuk menunjuk orang yang dipandang tepat pada masinng-masing pos atau fungsi kepengurusan.
Muktamar DDI ke – 5.
Muktamar DDI ke – 5 diselenggarakan di Pare-pare pada tahun 1953 yang berhasil menyususn pengurus PB DDI untuk priode 1953 – 1955 sebagai berikut :
Ketua Umum : KH.Abd.Rahman Ambo Dalle
Wakil ketua Umum : KH.M.Amin Nashir
Sekretaris Umum : M.Ali Al Yafie
Sekretaris : Abd.Karim Gs.
Kepala bahagian Keuangan : K.H.Abd.Ambo Dalle
Kepala bagian Peneranngan : K.H.M.Abduh Pabbajah
Kepala bahagian Perguruan : T Ustaz Harun Al Rasyid
Kepala bahagian Kesejahteraan : S.A.J. Maskatie
Kepala bahagian Perlengkapan : H.Harun Rasyid
Kepala bahagian Pemuda : H.Abd. Rahman Bone
Kepala bahagian Wanita : H.Hamimah Zainuddin
Kepala bahagian Pemuda : Ustaz M.Aqib
P e n a s e h a t : Fadilatul Ustaz Syekh A.Rahman Firdaus
A.Kasim Wkl.Kepala Daerah Pare-pare.
H.Zaenuddin Kep.Kantor Urusan Agama Pare-pare .
Muktamar DDI ke - 6
Muktamar DDI yang ke -6 diselenggarakan di Pare-pare pada tanggal 31 Oktober s/d 3 Nopember 1955. Muktamar ini telah berhasil menyusun pengurus PB DDI Priode 1955 – 1957 sebagai berikut :
Ketua Umum : K.H.M. Abd. Pabbajah
Wakil Ketua I : Ustaz H.Harun Rasyid.
Wakil Ketua II : H.Zaenuddin Dg.Mabunga
Wakil Ketua III : K.H.M.Amin Nashir
Sekretaris Umum : H.Abd.Hakim Lukman
Kepala bahagian organissai : M.Ali Al Yafie
Abd.Karim Wqs (wakil)
Kepala bahagian keuangan : H.Harun Al Rasyid
H.M.Kuruseng (wakil)
Kepala bahagian Peneranngan : K.H.M.Ali Yusuf
M.Nur Hay (wakil)
Kepala bahagian Perguruan : Ustaz M.Aqib Siangka (wakil)
Kepala bahagian Pembangunan : H.Laummo
M.Junaied (wakil)
Kepala bahagian Kesejahteraan : H.M.Madani
M.Mathar (wakil)
kepala bahagian Pemuda : T. Syamsuddin
Muh.Arfah (wakil)
Kepala bahgian Wanita : Hj. Andi Aminah
Hj.As.Syuhada (wakil)
Kepala bahagian Kebudayaan : Ustaz H.M.Yusuf Hamzah
M.Amberi Said (wakil)
Ketua Kehormatan : K.H.Abd. Rahman Ambo Dalle
Pada masa priode Pengurus Besar DDI inilah dirintis penyelesaian tentang status hukum organisasi persatuan DDI.Dan setelah Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga DDI lebih disempurnakan lagi maka usaha untuk mendapatkan status hukum ini pada akhirnya dapat diselesaikan.
Berdasarkan SK. Menteri Kehakiman tanggal 15 Mei 1956, nomor J.A.5/33/11 maka Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) telah mendapatkan status sebagai organisasi yang dijamin oleh hukum atas hak memilliki kekayaan dan aktivitas sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan dan usaha-usaha sosial.
Pasal 2
Keanggotaan
- Anggota biasa ialah setiap orang Islam (laki-laki dan wanita) yang telah baliq dan telah mengajukan permohonan untuk menjadi anggota.
- Anggota kehormatan ialah setiap ulama dan pemimpin Islam yang menyokong usaha Persatuan.
- Anggota Dermawan ialah setiap orang Islam yang dengan sokongannya yang tertentu oleh pimpinan dianggap Dermawan.
Pasal 3
Penerimaan Anggota
1. Anggota biasa ditempuh melalui :
a. Permintaan menjadi anggota diajukan secara tertulis atau lisan kepada Pengurus Ranting atau Cabang bilamana di tempat itu tidak ada Ranting.
b. Seseorang baru syah menjadi anggota, setelah mendapatkan persetujuan pengesahan dan atau mendapatkan tanda anggota yang dikeluarkan oleh pengurus Cabang.
c. Pengurus Ranting/Cabang sedapat-dapatnya mengusahakan menperkenalkan anggota baru kepada anggota-anggota yang sudah ada.
d. Keanggotaan bagi wanita, segala sesuatunya diurus oleh UMMAHAT DDI dan FATAYAT DDI, kecuali yang belum ada akan diurus langsung oleh Ranting/Cabang yang bersangkutan.
2. Anggota kehormatan dan anggota Dermawan :
a. Anggota kehormatan dan Anggota Dermawan diangkat oleh Pengurus Besar DDI.
b. Pengurus Ranting/Cabang/Daerah/Wilayah dapat mengajukan usul pengangkatan anggota kehormatan dari orang yang ada dalam ikatannya.
c. Seseorang yang memberi sokongan tetap kepada persatuan (DDI) sedikitnya Rp.1000,- ( seribu rupiah ) oleh Pengurus Besar dapat dianggkat menjadi anggota Dermawan.
Pasal 4
Hak Anggota
1. Anggota Biasa menpunyai hak :
a. Memilih dan dipilih menjadi Pengurus.
b. Mengemukakan pendapat dan memberikan suara baik dalam bentuk usul-usul dan koreksi ataupun pertanyaan-pertanyaan secara lisan atau tertulis dengan cara yang sebaik-baiknya.
2. Anggota Kehormatan dan Dermawan mempunyai hak :
a. Mengemukakan pendapat.
b. Mengajukan usul-usul dan pertanyaan secara lisan dan tertulis
3. Anggota berhak menghadiri pengajian, ceramah-ceramah dll yang diselenggarakan atau diadakan oleh persatuan.
Pasal 5
Kewajiban Anggota
1. Anggota berkewajiban mematuhi AD/ART dan peraturan-peraturan lainnya.
2. Anggota wajib taat pada Pimpinan persatuan serta mengikuti/menunjang kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh persatuan.
3. Anggota berkewajiban menciptakan, memupuk dan memelihara solidaritas (kesetiakawanan) dikalangan warga persatuan serta menjungjung tinggi dan mempertahankan nama baik agama Islam.
4. Anggota berkewajiban memberi nafkah kepada Persatuan.
Pasal 6
Perangkapan keanggotaan
Anggota persatuan Darul Dakwah Wal Irsyad (DDI) dapat merangkap keanggotaan Organisasi yang akidah / Asas dan tujuannya tidak bertentangan dengan Aqidah / Asas dan tujuan Persatuan.
Pasal 7
Pemberhentian, Pemecatan dan perpindahan Anggota.
1. Anggota berhenti dari keanggotaanya karena :
a. Meninggal Dunia, Murtad atau tidak Mukallaf lagi.
b. Atas permintaan sendiri.
2. Penberhentian Anggota hanya dapat dilakukan oleh pengurus cabang.
3. Penberhentian Anggota dengan tidak Hormat (dipecat).disebabkan :
a. Karena berbuat sesuatu yang dapat merugikan nama baik Agama Islam atau persatuan.
b. Berbuat sesuatu yang bertentangan dengan AD/ART.
4. Pengurus cabang harus terlebih dahulu harus memperingatkan secara tertulis kepada anggota yang bersangkutan. Agar memperbaiki kesalahannya dan setelah tiga kali diperingatkan tidak memperbaikinya, maka pengurus cabang menyatakan pemberhentiannnya dengan tidak hormat (dipecat)
5. Anggota yang dipecat dapat membela pada musyawarah yang diadakan untuk itu
6. Angota yang berhenti harus menyelesaikan perhitungan keuangannya dengan persatuan
7. Anggota yang berpindah tempat harus memberitahukan kepada pimpinannnya dan harus memdaftarkan diri kepada pimpinan yang ada atau berdekatan dengan tempatnya yang baru
Pasal 8
Perbendaharaan/ Keuangan
1. Uang pangkal dan uang iuran Persatuan DDI jumlahnya ditetapkan oleh PB
2. Uang pangkal dibayar pada waktu mendaftarkan diri sebagai anggota di ranting atau di cabang
3. Uang iuran harus dibayar tiap bulan oleh anggota kepada pengurus ranting/ cabang
4. Tiap anggota diwajibkan membayar dana pendidikan sekurang-kurangnya Rp.1000 (seribu rupiah) setiap tahun
5. Untuk membiayai kepentingan rutin persatuan DDI yang dialksanakan langsung oleh PB, maka ranting, diwajibkan membayar dana PB sebanyak Rp.1000,- (iseribu rupiah) tiap tahun dan bagi cabang dwajibkan Rp.2000,- (dua ribu rupiah) se5ta pengurus daerah dan wilayah masing-masing sebesar Rp.3000,- (tiga ribu rupiah)
Pasal 9
Struktur Organisasi
1. Pengurus Besar (disingkat PB ) :
a. Pengurus Besar adalah Badan Eksekutif Muktamar dan pimpinan tertinggi organisasi, Persatuan yang bertugas melaksanakan apa yang termuat dalam AD/ART serta menentukan kebijaksanaan umum dalam pengendalian organisasi sesuai AD/ART yang terdiri dari :
Majelis Pembina :
§ Majelis pembina PB bertugas memberikan arah dan pertimbangan maupun secara bersama-sama menetapkan kebijaksanaan yang akan ditempuh oleh Pengurus Harian PB dalam melaksanakan AD/ART dan ketetapan-ketetapan Muktamar.
§ Dalam keadaan luar biasa Majelis Pembina dapat memberikan perigatan kepada pengurus harian PB jika terdapat kebijaksanaan yang ditempuh oleh pengurus Harian PB dipandang menyimpang dari AD/ART maupun ketetapan Muktamar.
§ Majelis Pembina PB terdiri dari :
Rais Majelis ‘ Ala.
Rais I,II,III,IV, dan anggota-anggota.
§ Rais Majelis ‘Ala PB DDI dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar.
§ Rais I,II,III,IV Majelis Pembina PB DDI dan anggota-anggota ditetapkan oleh formatur yang terdiri dari Rais Majelis ‘Ala, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Pengurus Harian terpilih ditambah dua orang dari peserta Muktamar.
Pengurus Harian.
§ Pengurus Harian PB adalah pelaksana operasional organisasi berdasarkan AD/ART dengan mengindahkan ketetapan-ketetapan Muktamar serta arah/pertimbangan yang diberikan oleh Majelis Pembina terhadap kebijaksanaan yang akan dijalankan.
§ Pengurus Harian PB dalam pelaksanaan tugas-tugas operasional organisasi baik yang bersifat rutin maupun berupa inisiatif dalam pengembangan organisasi dapat mengambil kebijaksanaan seperlunya, dengan sewaktu berkonsultasi dengan Majelis Pembina.
§ Pengurus Harian PB terdiri dari : Ketua Umum,Ketua I,II,III,IV, Sekretaris Jenderal,Sekjen I,II, Bendahara, Wakil Bendahara, Anggota Pleno,Lembaga,Biro, Yayasan Pusat dan staf Sekretariat.
§ Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Pengurus Harian PB dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar.
§ Ketua I,II,III,IV, Wakil-wakil Sekjen, Bendahara Wakil Bendahara, Anggota Pleno ditetapkan oleh Formatur yang terdiri dari Rais Majelis A’la, Ketua Umum, Sekjen terpilih ditambah dua orang dari peserta Muktamar.
§ Pimpinan Lembaga, Biro dan Inspektorat PB ditetapkan pada rapat Pleno PB yang diadakan untuk maksud itu.
b. Majelis Pembina dan Pengurus Harian PB dipilih untuk masa bakti 4 tahun.
c. Perangkapan jabatan struktural antara Majelis Pembina dan Pengurus Harian bersama organ-organnya tidak diperkenankan.
d. Lembaga, Biro hanya ada pada tingkat PB, sedangkan Yayasan dan Inspektorat dapat diadakan pada tingkat eselon Cabang, Daerah maupun tingkat Wilayah.
2. PENGURUS WILAYAH (Disingkat PW).
a. Dalam suatu daerah propinsi atau satu daerah yang memiliki sekurang-kurangnya dua buah PD (Pengurus Daerah) dapat membentuk Pengurus Wilayh Yang berfungsi sebagai kordinator kegiatan Persatuan dalam daerahnya.
b. Pengurus Wilayh terdiri dari :
Pembina : terdiri dari Rais, Wakil :
Rais I,II,III dan anggota-anggota.
Pengurus Harian ; terdiri dari Ketua, Wakil
Ketua I,II,III, Sekretaris, Wakil Sekretaris, I, II, Bendahara, Wakil Bendahara
serta anggota-anggota dan seksi-seksi.
c. Pengesahan berdirinya dilakukan oleh PB DDI.
d. Masa bakti kepengurusan Wilayh 3 tahun
.
3. PENGURUS DAERAH (disingkat PD).
a. Dalam suatu daerah Kabupaten/Kodya atau suatu daerah karena keadaannya harus disamakan dengan Kabupaten /Kodya dan telah memiliki sekurang-kurangnya dua cabang dapat didirikan sebuah Pengurus Daerah DDI.
b. Pengurus Daerah karena kedudukannya sebagai kordinator persatuan dalam Daerahnya, maka pengesahan berdirinya dilaksanakan oleh Pengurus Wilayah bagi daerah Propinsi yang telah ada Pengurus Wilayah, dan Pengurus derah yang berada pada derah yang belum ada pengurus Wilayahnya adalah berdasarkan usul cabang-cabang yang akan kordinirnya.
c. Pengurus Daerah terdiri dari :
Pembina ; Rais, wakil Rais, I, II,III, dan anggota.
Pengurus Harian terdiri dari: Ketua,Wakil Ketua I,II,III,Sekretaris.Wakil Sek,I,II,Bendahara,Wakil Bendahara,anggota dan seksi-seksi menurut kebutuhan.
d. Masa bakti pengurus Daerah 3 tahun.
4. PENGURUS CABANG (disingkat PC)
a. Cabang persatuan dapat didirikan apabila pada suatu tempat dapat memenuhi syarat-syarat berikut :
- Mempunyai anggota sekurang-kurangnya 40 orang.
- Sudah memiliki/menyelenggarakan sebuah madrasah ibtidahyah lengkap.
- Memiliki gedung yang permanen.
b. Pengurus Cabang terdiri dari :
Pembina ; Rois, Wakil Rois I,II,III, dan anggota-anggota.
Pengurus Harian : Ketua,Wakil Ketua I,II,III, Sekretaris, Wakil Sekretaris I,II,Bendahara, Wakil Bendahara anggota-anggota dan seksi menurut kebutuhan.
c. Pengesahan pengurus Cabang dilakukan oleh PB DDI.
d. Masa bakti pengurus Cabang 3 Tahun
- PENGURUS RANTING (disingkat PR).
a. Ranting persatuan dapat didirikan di suatu tempet atau kampung dimana terdapat :
- Sekurang-kurangnya 17 orang anggota.
- Ada Madrasah Ibtidaiyah atau diniyah yang diasuh.
b. Susunan pengurus Ranting terdiri dari :
Pembina; Rois,wakil Rois,I,II dan anggota-anggota.
Pengurus Harian : Ketua,Wakil Ketua I,II,Sekretaris,Wakil Sekretaris, I,Bendahara,Wakil Bendahara,anggota dan seksi menurut kebutuhan.
c. Masa bakti 3 tahun.
d. Pengesahan berdirinya Ranting pada suatu tempat dilakukan oleh pengurus daerah atas usul dari cabang yang mengkordinirnya dengan suatu surat keputusan.
Pasal 10
Rois Majelis A’la, Ketua Umum,
Sekretaris Jenderal (Sekjen)
- Rois Majelis A’la :
Rois Majelis A’la, Majelis Pembina PB DDI adalah aparat tertinggi persatuan yang memegang kebijaksanaan umum di bantu/diwakili oleh Rois-rois dan beberapa anggota.
- Ketua Umum PB.
Ketua Umum pengurus Harian PB DDI adalah aparat pemegang policy kebijaksanaan operasional persatuan dengan dibantu/diwakili oleh Ketua-ketua Bidang dan beberapa pengurus harian PB lainnya dalam memimpin dan mengatur serta mengawasi jalannya organissasi.
- Sekretaris Jenderal.
a. Sekretaris Jenderal (disingkat Sekjen) adalah pemegang pelaksanaan kordinasi jalannya roda organisasi adlam melaksanakan kebijaksanaan Pengurus Besar.
b. Memimpin kordinasi dan kerja sama diantara lembaga, Biro dan Badan ototnom dalam lingkungan Pengurus Besar.
c. Dalam menjalankan tugas Sekjen, dibantu oleh staf sekretaris Pengurus Besar yang terdiri dari :
1) Kepala Tata Usaha
2) Beberapa penata usaha menurut kebutuhan.
d. Sekjen dibantu secara umum dan diwakili oleh wakil-wakil sekjen.
e. Kepala Tata usaha pengurus Besar dan aparat Sekretariat lainnya ditetapkan dengan surat Keputusan PB DDI.
Pasal 11
Lembaga, Biro dan Yayasan
- Lembaga, Biro dan yayasan adalah special agencies (pelaksana tugas khusus) yang dibentuk oleh PB untuk melaksanakan tugas menurut pembidangannya.
- Lembaga dan Biro hanya dibentuk ditingkat PB dengan tugas sebagai laboratorium dan kordinator pelaksana dibidangnya dan tidak mempunyai struktur vertikal.
- Yayasan dibentuk pada tingkat PB DDI dan dapat pula dibentuk pada eselon organisasi yang menghajatkannya.
- Aparat lembaga, Biro dan Yayasan terdiri dari :
a. Seorang Ketua
b. Seorang Wakil Ketua
c. Seorang Sekretaris
d. Seorang Wakil Sekretaris
e. Anggota bila dipandang perlu.
5. Lembaga, Biro dan Yayasan terdiri dari :
a. Lembaga Tarbiyah
Lembaga tarbiyah bertugas membina dan mengkordinir madrasah-madrasah dan sekiolah-sekolah DDI, mulai dari tingkat Raudhatul Athfal (TK) sampai tingkat Aliyah atau yang sederajat.
b. Lembaga Jamiah.
Lembaga Jami’ah bertugas membina dan mengkordinir Perguruan Tinggi DDI.
c. Lembaga Sosial Kesejahteraan.
Lembaga ini bertugas membina dan mengkordinir usaha-usaha kesejahteraan dan usaha-usaha sosial DDI.
d. Lembaga Dakwah.
Lembaga ini bertugas membina dan mengkordinir masalah-masalah yang
berkaitan dengan masalah dakwah yang dilakukan oleh warga DDI.
e. Lembaga Kader.
Lembaga ini bertugas dan berusaha dalam peningkatan kwalitas aparat kelembagaan organisasi maupun pembinaan warga Jama’ah pada umumnya.
f. Lembaga Ifta.
Lembaga ini berfungsi memberikan fatwahnya terhadap masalah yang membutuhkan penegasan/fatwa dalam linngkungan persatuan.
g. Biro Hubungan Pemerintahan/Luar Negeri.
Biro berperanan untuk menciptakan hubungan komunikasi yanng baik antara pemerintah dengan persatuan maupun dengan hubbungan luar negeri.
h. Biro Pembanguunan
Biro inni yang menngadakan pembinaan dan mengadakan perencanaan dalam usaha pembangunan yang menyangkut material/logistik di lingkungan Addariyah.
i. Yayasan Addariyah.
Yayasan Addariyah berperanan dalam mengusahakan dana yanng tersedia maupun terciptanya usaha-usaha yang akan menjamin keuangan persatuan.
6. Pengurus Besar dapat membentuk Lembaga, Biro dan Yayasan yang dipandang perlu menngingat perkembangan persatuan.
7. Pelaksanaan tugas Lembaga, Biro di tingkat Wilayah, Daerah dan Cabang maupun Ranting dilakukan oleh aparat persatuan pada level yang bersangkutan.
Pasal 12
I n s p e k t o r a t
1. Insperktorat dibentuk oleh PB untuk tugas khusus dalam pengawasan aparat-aparat persatuan dan jalannya sekolah/madrasah/perguruan Tinggi DDI serta keuangan dalam linngkungan DDI.
2. Inspektorat dipimpin oleh seorang inspektur.
3. Pada tingkat Wilayah, Daerah dan Cabang dapat pula dibentuk mupattis (penilik) yang brtugas mengawasi jalannya pendidikan dan pengajaran yag diselenggarakan DDI di daerahnya.
4. Pengesahan Mupattis (penilik) ini dilakukan oleh PB DDI cq Lembaga Tarbiyah. PB.
Pasal 13
Badan-Badan Khusus
1. Badan-Badan Khusus dilakukan oleh PB DDI untuk melaksanakan pekerjaan dibidang tertentu dalam persatuan.
2. Badan khusus adalah merupakan anak organisasi yang bersifat otonom yanng berhak mengatur dirinya sendiri dengan menghormati AD/ART DDI.
3. badan-badan khusus tersebut adalah :
a. Ummahat DDI
b. Fatayat DDI
c. IPP-DDI
d. Ikatan mahasiswa DDI (IMDI)
e. Ikatan Guru DDI (IGDI)
f. Ikatan Alumni DDI (IADI).
4. Ketua Umum Badan-badan khusus karena jabatannya adalah anggota Pleno PB.
Pasal 14
Hak, Kewajiban dan Berhentinya Wilayah
1. Hak Wilayah.
a. Membuat peraturan yag diperlukan dengan ketentuan peraturan tersebut tidak bertentangan dengan AD/ART serta peraturan lainnya yang telah ditetapkan oleh Pengurus yang lebih tinggi.
b. Memberikan pertimbangan/saran/koreksi kepada pengurus yang lebih tinggi tingkatannya dengan cara yang sebaik-baiknya.
2. Kewajiban Wilayah.
- Memelihara dan mengusahakan agar kegiatan madrasah, sekolah, pesantren, kursus, tablig, ceramah, pengajian serta kegiatan usaha sosial lainnya.
- Membina Daerah, cabang dan ranting-ranting yang dalam wilayahnya.
- Menyampaikan laporan tentang keadaan persatuan dalam wilayah kordinasinya kepada pengurus yang lebih tinggi tingkatannya.
3. Berhentinya Wilayah.
a. Apabila tidak ada lagi daerah atau cabang yang dikordinirnya dan tidak ada lagi orang yang mau mengurusnya.
b. Pembubaran wilayah harus disyahkan oleh Pegurus Besar.
Pasal 15
Hak, Kewajiban dan Berhentinnya Daerah
1. Hak Daerah.
a. Mengadakan peraturan yang diperlukan sejauh tidak bertentangan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh aparat yang lebih tinggi dan tidak bertentangan AD/ART.
b. Memberikan pertimbangan/saran/koreksi kepada pengurus yang lebih tinggi dengan cara yang sebaik-baiknya.
2. Kewajiban Daerah.
a. Memelihara dan membina kegiatan persatuan dalam daerahnya agar berjalan dengan baik terutama madrasah, sekolah, pessantren, kursus, tablig, ceramah, penngajian, serta kegiatan usaha sosial lainnya.
b. Menyampaikan laporan perkembangan persatuan di daerahnya kepada pengurus yang lebih tinggi tingkatannya.
c. Membimbing Cabang dan Ranting-ranting yang berada dalam daerahnya.
3. Berhentinya Daerah.
a. Daerah yang tidak ada lagi orang yang dapat mengurusnya dapat dibubarkan.
b. Pembubaran Daerah harus dengan surat Keputusan PB DDI.
Pasal 16
Hak, Kewajiban dan Berhentinya Cabang
1. Hak Cabang.
a. Membuat ketentuan-ketentuan yang diperlukan dalam mengatur hal-hal berkaitan dengan ketentuan pasal 9 ayat 4, sub a, sejauh tidak bertentangan AD/ART atau peraturan yang telah diatur oleh pimpinan yang lebih tinggi.
b. Memberikan pandangan/saranatau koreksi terhadap pengurusa yanng lebih tinggi tingkatannnya.
2. Kewajiban Cabang.
a. Membina pertumbuhan kegiatan persatuan dalam daerahnya terutama melancarkan jalannya Madrasah/sekolah/kursus/tablig dan ceramah serta usaha sosial lainnya.
b. Membimbing ranting yang ada dalam daerahnya.
3. Berhentinya Cabang.
a. Apabila suatu caang tidak ada lagi yang sanggup mengurusnya.
b. Pembubaran harus disyahkan oleh PB.
Pasal 17
Hak, Kewajiban dan Berhentinnya ranting
1. Hak Ranting.
a. Membuat ketentuan yang diperlukan dalam menunjang tercapainyna kegiatan yang dilaksanakan.
b. Memelihara dengan baik Madrasah/sekolah/dan usaha lainnya yang dilakukan organisasi.
c. Menyampaikan laporan-laporan kepada pengurus yang lebih tinggi tingkatannya.
2. Kewajiban Ranting.
a. Mengusahakan agar kegiatan persatuan yang berada adlam lingkup daerahnya dapat berjalan dengan baik.
b. Memberikan saran/koreksi pada pimpinan diatas dengan cara yang sebaik-baiknya.
3. Berhentinya Ranting.
a. Apabila dalam ranting tersebut tidak ada lagi orang yang sanggup mengurusnya.
b. Pembubaran Ranting harus ada surat keputusan dari Pengurus daerah.
Pasal 18
L A M B A N G
1. Lambang yang digunakan untuk seluruh stempel/papan nama Madrasah/sekolah DDI maupun kelembagaan organisasi, adalah lambang yang diciptakan oleh K.H.Abd. Rahman Ambo Dalle.
2. Pengaturan penafsiran arti komponen Lambang akan diatur dengan surat keputusan.
Pasal 19
PERMUSYAWARATAN
1. MUKTAMAR
a. Muktamar adalah instansi tertinggi dalam persatuan yang meneerima/mensyahkan bleid PB.
b. Bertanggung jaawab bleid PB dibidang organisasi disampaikan oleh Sekjen dan dalam bidang policy kebijaksanaan operasional oleh ketua umum, sedanng kebijaksanaan umumm oleh Rais Majelis A’la.
c. Muktamar merupakan permusyawaratan utusan dari cabang Daerah Wilayah, Pucuk Pimpinan Badan khusus (otonom), angota PB Pimpinan Universitas dan Peninjau.
d. Muktamar diadakan tiap empat tahun sekali.
e. Muktamar diadkan oleh Pengurus Besar. Dan dalam keadan luar biasa Muktamar dapat diadakan atas usul lebih dari separuh jumlah cabang, Daerah dan Wilayah yang syah.
f. Muktamar baru syah bila dihadiri oleh 2/3 dari jumlah cabang, daerah dan wilayah yang sudah disyahkan.
g. Keputusan baru syah apabila disetujui oleh sekuranng-kurangnya separuh lebih satu dari jumlah utusan yang hadir.
h. Pemungutan suara terhadap seseorang dialakukan secara tertulis dan rahasia.
i. Dalam pemungutan suara setelah diulang-untuk kedua kalinya dan hasilnya tetap seimbang, maka dipimpin rapat (musyawarah yang memutuskan.
2. MUSYAWARAH BESAR (MUBES).
a. Musyawarah besar diadakan bila dipandanng perlu oleh PB.
b. Musyawarah besar dapat daidakan atas usul lebih dari separuh jumlah Pengurus Wilayah (PW) yang telah disyahkan.
c. Musyawwarah besar dihadiri oleh pengurus daerah DDI
d. Musyawarah besar baru syah apabila dihadiri oleh 2/3 dari jumlah wilayah dan daerah yang syah.
3. MUSYAWARAH KERJA NASIONAL.
Musyawarah Kerja Nasional (MUKENAS) dapat dilaksanakan bila dipandang perlu, yang penyelenggaraan dan pengaturannya di atur oleh PB DDI.
4. MUSYAWARAH WILAYAH.
a. Musayawarah wilayah dihadiri pengurus wilayah, pengurus Daerah, Pengurus cabang, badan-badan khusus tingkat wilayah dan peninjau.
b. Musyawarah wilayah dapat berlangsung apabila dihadiri sedikit-sedikitnya 2/3 pengurus daerah dan cabang yang syah.
c. Musyawarah wilayah menerima dan mesyahkan pertanggung jawab bleid Perngrus wilayah.
d. Musyawwrah wialyah dilaksanakan tiap tiga tahun. Dan dalam keadaaan luar biasa sewaktu-waktu dapat dilaksanakan atas usul lebih dari separuh daerah dan cabang yang syah.
e. Pemungutan suara terhadap seseorang dilaksanak secara tertulis dan rahasia.
f. Dalam pemungutan suara setelah diulang untuk kedua kalinya untuk tetap seimbang maka pimpinan rapat (musyawarah ) yang memutuskan.
5. MUSYAWARAH KERJA WILAYAH.
Bila dianggap perlu musyawarah kerja wilayah dapat dilaksanakan, dan penyelenggaraannya maupun pengaturannya dilakukan oleh pengurus wilayah.
6. MUSYAWARAH DAERAH.
a. Musyawarah dihadiri oleh utusan-utusan dari cabang, pengurus daerah, badan khusus tingkat cabang dan peninjau.
b. Musayawarah daerah dapat berlangsung apabila dihadiri sedikit-sedikitnya 2/3 cabanng yang syah.
c. Musyawarah daerah menerima dan mensyahkan pertanggungan jawab bleid pengurus daerah.
d. Musyawarah daerah diadakan tiap tiga tahun. Dan dalam keadaan luar biasa sewaktu-waktu dapat dilaksanakan atas usul dari separuh jumlah cabang yang syah.
e. Pemungutan suara terhadap seseorang dilakukan ssecara tertulis dan rahasia.
f. Pemungutan suara setelah diulang untuk kedua kalinya lalu tetap seimbang, maka pimpinan rapat (musyawarah) yang memutuskan.
7. MUSYAWARAH KERJA DAERAH
Musyawarah kerja daerah bila dianggap perlu, penyelenggaraannya maupun pengaturannya dilakukan oleh Pengurus daerah.
8. MUSYAWARAH CABANG
a. Musaywarah cabang dihadiri oleh utusan ranting, pengurus cabang dan peninjau.
b. Musyawarah cabang diadakan oleh pengurus sekali dalam tiga tahun. Dan dalam keadaan luar biasa musyawarah cabang diadakan atas usul separuh lebih ranting yang sudah disyahkan.
c. Musyawarah cabang dapat berlangsung apabila yang dihadiri oleh 2/3 dari jumlah ranting yang syah.
d. Musaywarah cabang menerima/mensyahkan pertanggungan jawab blwi pengurus cabang.
e. Keputusan baru syah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya separuh lebiih satu dari jumlah utusan yang hadir.
f. Pemungutan suara terhadap seseorang dilakukan secara tertulis dan rahasia.
g. Dalam pemungutan suara setelah diulang maka pimpinan rapat atau musyawarah yang memutuskan.
9. RAPAT ANGOTA
a. Rapat angota dihadiri oleh anggota yang berhak menghadirinya.
b. Rapat anggota ranting diadakan sekali dalam tiga tahun, dihadiri oleh anggota ranting, pengurus ranting dan peninjau.
c. Rapat anggota cabang yang belum mempunyai ranting daidakan sekalli dalamtiga tahun, yang dihadiri oleh angota cabang dan pengurus cabang.
d. Segala keputusan adlam rapat angota harus segera diumumkan selambat-lambatnya lima beklas hari setelah berlangsungnya rapat tersebut.
e. Pemungutan suara terhadap seseorang harus secara tertulis dan rahasia.
f. Dalam pemunguutan suara setelah diulang untuk kedua kalinya lalu tetap seimbang maka pimpinan rapat yang memutuskan.
Pasal 20
Utusan dan Hak Suara
1. UTUSAN
a. Dalam musyawarah cabang setiap ranting yang tidak memiliki sekolah/madrasah harus mempunnyai satu utusan. Ranting yang memiliki Madrasah/sekolah mempunnyai dua utusan.
b. Dalam musyawarah daerah setiap yang tidak memiliki Ranting hanya mempunyai satu utusan. Cabang yang memiliki dua atau tiga ranting mempunyai 2 (dua) utusan. Cabang yang memilikki empat sampai enam ranting memiliki 3 (tiga) utusan. Cabang yang memiliki ranting tujuh sampai sembilan mempunyai 4 (empat) oranng utusan badan-badan khusus dalam daerah tersebut mempunyai satu utusan.
c. Dalam musyawarah wilayah setiap daerah memiliki dua cabang mempunyai dua utusan, daerah yang mempunyai empat cabang mempunnyai tiga utusan. Daerah yang mempunyai enam cabang mempunyai empat utusan. Sedang daerah yang mempunyai tujuh atau lebih cabang mempunyai lima utusan.
d. Dalam menetapkan utusan-utusan bagi ranting yang mempunyai madrasah/sekoolah guna menghadiri musyawarah cabang harus ada konsultasi dengan pimpinan sekolahnya dana bagi cabang yang mempunyai ranting harus ada konsultasi dengan pimpinan ranting dalam menetapkan utusannya kemusyawarahan daerah.
e. Dalam muktamar utusan-utusan diatur sebagai berikut :
1. Cabang yang tidak mempunyai ranting mempunynai satu utusan. Cabang yang mempunyai dua atau tiga ranting mempunyai dua utusan. Cabang yang mempunyai empat sampai enam ranting memiliki tiga utusan. Cabang yang memiliki ranting tujuh samapai sembilan mempunyai empat utusan.
2. Daerah yang mempunyai hanya dua cabang mempunyai satu utusan. Daerah yanng memiliki tiga atau empat cabang mempunyai dua utusan. Daerah yanng mempunyai lima samapi tujuh cabanng mempunyai tiga utusan. Daerah yang mempunyai delapan samapai 11 cabang mempunyai empat utusan. Daerah yang mempunyai 12 cabang keatas mempunyai 5 utusan.
3. Wilayah yang hanya memiliki dua daerah sampai empat daerah hanya mempunyai dua utusan. Wilayah yang mempunyai lima daerah atau lebih mempunyai tiga utusan.
4. Pucuk pimpinan badan-badan khusus mempunyai dua utusan.
5. Pimpinan Universitas dan Fakultas-fakultas masing-masing mempunyai satu utusan.
2. HAK SUARA
a. Dalam rapat anggota tiap anggota yang hadir mempunnyai satu suara.
b. Dalam musyawarah cabang, daerah dan wilayah setiap utusan mempunyai satu suara. Pengurus Cabang, daerah dan wilayah mempunyai satu suara. Badan-badan khusus pada tingkat cabang, darah dan wilayah mampunyai satu suara.
c. Dalam muktamar diatur sebagai berikut :
1. Setiap utusan cabang, daerah dan wilayah mempunyai satu suara.
2. Pengurus Besar mempunynai dua suara.
3. Pucuk pimpinan badan-badan khusus mempunynai satu suara
4. Universiats dan Fakultas-fakultasnya masing-masing mempunnyai satu suara.
Pasal 21
Sauara Persatuan
1. Pengurus Cabang menerbitkan suara persatuan yang nama dan saat penerbitannya tergantung pada kebijaksanaan PB.
2. Personalia Kepengurusan Suara Persatuan ditetapkan dengan Surat keputusan PB.
3. Suara persatuan adalah organ resmi dari persatuan yang berstatus otonom yang bertanggung jawab kepada PB>
4. Suara Persatuan memuat antara lain :
a. Pengumuman/penetapan, peraturan-peraturan persatuan yang perlu diketahui anggota.
b. Uraian-uraina Ilmiyah dalam berbagai bidang study dan disipllin ilmu baik ilmu agam maupun ilmu umum.
c. Berita-berita yang bersangkut paut dengan perkembangan persatuan.
d. Dakwah Islamiyah yang ditujukan kepada ummat.
e. Tuntutan –tuntutan yang ditujukan oleh anggota terutama hal-hal yang menjadi kepentingan persatuan.
5. Pengurus ranting, cabang, Daerah, Wilayah dan Badan-badan khusus, serta madrasah/sekolah/perguruan tinggi DDI diharuskan berlangganan dengan suara persatuan.
Pasal 22
P e r o b a h a n
Anggaran Rumah Tangga Perssatuan hanya dapat dirobah oleh Muktamar apabila disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah cabang daerah dan wilayah yang syah.
Pasal 23
P e n u t u p
1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini disempurnakan sesuai dengan amanat Muktamar DDI ke-15 di Kaballanngan Pinrang.
2. Hal-hal yang belum diatur dalam AD/ART ini akan diatur dalam peraturan PB DDI.
3. Segala peraturan yang telah adat tetap berlaku sejauh tidak bertentangan AD/ART ini.
4. Peraturan yang dibuat oleh suatu pimpinan dapat dibatalkan oleh PB kalau ternyata bertentangan dengan AD/ART.
5. Pembubaran persatuan hanya dapat dilakukan setelah diputuskan oleh Muktamar yang khusus diadakan untuk itu atau referendum dengan ketentuan disetujui dengan ketentuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah cabang dan daerah dan wilayah yang syah.
6. Untuk melaksanakan pembubaran harus dibentuk panitia Pembubaran guna membereskan segala sesuatunya baik ditingkat pengurus Besar, Wilayah, Daerah maupun ditingkat Cabang.
7. Semua hak milik/kekayaan persatuan sesudah pembbubaran harus diserahkan kepada organisasiyang mempunyai aqidah dan asas serta tujuan yang sama dengan persatuan yang ditunjuk oleh Muktamar atau yang ditetapkan oleh referendum.
Ditetapkan : Di-Muktamar ke-15
Pada Tanggal, 14 J.Akhir 1404 H
17 Maret 1984 M
D. Lambang Organisasi DDI.
Sebagaimana telah disinggung pada uraian terdahulu bahwa DDI adalah hasil pengintegrasian dari MAI Manngkoso Soppengriaja, Sedangkan MAI Mangkoso sendiri dalam segi nama dan identitas lambang diilhami oleh MAI Sengkang Wajo sekalipun tidak merupakan cabang atau bagian formil dilihat dari sudut organisasi. Hal inni tidak mengherankan sebab semasih K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle berada di MAI sengkang Wajo belaiu adalah termasuk salah satu dari sekian santri yang diberi kepercayaan oleh Almukarram K.H.M.As’ad dalam mendampinhgi beliau dalam membina MAI Sengkang.
Dalam sejarah lahirnya lambang yang dipakai oleh MAI (As’adiyah) Sengkang sekarang ini adalah karya dari K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle. Pada saat MAI Sengkang dalam tahap pertumbuhannya yang pesat, oleh Arung Matoa Wajo selaku sesepuh Pessantren dan Madrasah MAI Sengkang dipandang perlu adanya lambang sebagai simbol perjuangan dan kepribadiannya. Oleh K.H.M.As’ad selaku pimpinan MAI disetujui pembuatan lambang yang dimaksud dengan mempercayakan kepada K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle untuk merealisirnya yang pada waktu itu memegang peranan di MAI Sengkang sebagai penanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan MAI Sengkang.
Tugas membuat lambang ini diterima dengan baik leh K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle dan pada akhirnya telah berhasil diciptakan tiga buah lambang untuk diajukan kepada K.H.M.As’ad guna mendapat pengesahan salah satunya. Diantaranya adlah :
1. Lambang yang berisikan kalimat : Lahilaha Illallah Muhammadan Rasulullah. (laila )
2. Lambang yang berbentuk bulan sabit, matahari terbit dan tulisan ( matahari terbita dan )
3. Lambang yang berbentuk tanda gambar Ka’bah.
Dari ketiga buah lambang yang diajukan ini ternyata yang diterima oleh suatu sidang yang diadakan untuk menilai dan memilih diantara ketiga lambang tersebut pada akhirnya memilih lambang yang berbentuk matahari terbit. Bulan sabit dan tulisan.
Diantara yang hadir dalam sidang itu adalah :
1. Al Mukarram K.H.M.As’ad
2. Syekh Abdullah Dahlab
3. Syekh Hasan Yamani
4. Syekh Husain Bone
5. Syekh Mahmud Jawad
6. Syekh Muhammad Afifi
7. Syekh K.H. Ambo Amme
Sebenarnya sewaktu dibahas masalah lambang ini dalam sidang dikalangan para ulama ada yang cenderung untuk memilih lambang yang ada tulisan “ “
Demikian pula lambang yang berbentuk Ka’bah dengan masing-masing argumentasi.
Tapi oleh Al Mukarram K.H.M.As’ad dijelaskan bahwa lambang berbentuk Ka’bah beliau tidak berani memakainya karena itu adalah lambang kesatuan Ummat Islam diseluruh dunia sedangkan lambang yang bertuliskan kalimat”
Tidak disetujuinya karena lambang tersebut ada persamaan dengan lambang kerajaan Arab Saudi pada waktu itu, sehingga akan menimbulkan asosiasi bermacam-macam sekiranya lambang itu kita pakai terutama sekali setuasi pada waktu itu masih merupakan situasi penjajahan Belanda.
Dengan pertimbangan dengan demikian itulah maka pada akhirnya lambang yang disepakati untuk ditetapkan menjadi lambang MAI Sengkang adalah lambang yang berbentuk Bulan Sabit dan Matahari serta bertuliskan “
Dan dalam perjalanan Sejarah lambang ini pulalah yang menjadi lambang yang dipergunakan oleh MAI Mangkoso (DDI) pada awal berdirinya, sebab sebagaimana kita ketahui bahwa secara moril sebenarnya MAI Mangkoso erat sekali hubungannya dengan MAI Sengkang tetapi secara organisitoris tidak ada hubungan antara kedua MAI ini.
Adapun pengertian lambang yang dipergunakan oleh MAI Sengkang dan juga oleh MAI Mangkoso itu sesuai dengan penjelasan dari Al Mukarram K.H.Abd Rahman Ambo Dalle sebagai pencipta dari lambang itu adalah :
1. Matahari Tebit
Menggunakan Matahari terbit artinya Matahari itu adalah sumber cahaya yakni dalam pengertian cahaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan ilham dari Allah SWT.diturunkan kepada hambanya dengan perantaraan rasulnya. Dalam kaitan dengan MAI ini berarti bahwa lahirnya MAI diharapkan akan menjembatangi turunnya ilham dari Allah SWT.Dan mulai munculnya kelahiran ilmu pengetahuan.
2. Bulan Sabit
Pemakaian bulan sabit pada lambang ini berarti bahwa dengan adanya MAI, maka mulailah datang dunia yang terang dan pembawa kebenaran sehingga akan lenyaplah masa kegelapan. Hal ini kan terjadi secara tertib sebagaimana peralihan dari cahaya matahari disiang hari kecahaya (sinarnya) bulan dimalam hari.
3. Kalimat
Kalimat ini mengandung pengertian yang mendalam sekali sebab dengan kalimat ini meletakkan fungsi hakehkat kehadiran MAI ditengah-tengah masyarakat.
Dalam usaha mendalami ajaran dan pengetahuan Agama Islam dan segala Ilmu lainnya terutama bertujuan untuk menyebarluaskan dalam usaha mengajak manusia itu kejalan yang benar yakni kejalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Ini berarti bahwa yang ingin dicapai kebahagian dunia ini dan keselamatan diakhirat kelak dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya baik itu pengetahuan yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat pengetahuan umum dengan landasan ketakwaan kepada Allah SWT,sebagai kompas pengarahnya.
Lambang DDI yang diutarakan diatas digunakan dilingkungan DDI sejak masih dalam nama MAI Mangkoso sampai kepada Muktammar DDI ke – XI di Watan Soppeng ini lambang DDI mengalami perubahan sebagai berikut :
A. Pola dasar /unsur lambang.
1. Matahari Terbit.
2. Bulan Sabit.
3. Bintang.
4. Mihrab
5. Dasar Hijau Bulat.
6. Tali mellingkar dengan simpul erat.
B. Tafsiran dan Pengertian.
1. Matahari terbit, warna emas ditengah garis lintang bulatan hijau dengan sinar berjumlah 25 berkas bersama lintasan pelangi kalimat tauhid memberi arti bahwa matahari adalah sumber cahaya, yakni cahaya dalam arti pengetahuan dan ilham dari Allah SWT. Diturunkan kepada hambanya melalui rasulnya dengan suatu pengarahan prinsip dan pembentukan jiwa tauhid,pengabdian Alah SWT. Dengan hati yang lapang jiwa yang suci, sabar, tawaddu, atas fundamen Iman dan takwayang dalam. Firman Tuhan dalam surat yunus ayat 5:
Artinya :
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.
2. Bulan sabit warna putih.bersih menegadah keatas melihat garis tengah bulatan hijau juga dalam sumber cahaya yang memberi arti bahwa DDI ini senang tiasa berjalan diatas penggarisan dan ketentuan Wahyu Allah SWT.Baik peningkatan pengetahuan serta pengabdiannya kepada Allah dan soal-soal hubungan kemanuasian dalam hubungan muamalah senang tiasa berlangsung baik dan tertib, merupakan peralihan dari cahaya matahari kepada sinarnya bulan, suatu estafet hidup dan kehidupan dunia menuju mardhatillah firman Tuhan dalam surat yunus ayat 5 ;
Artinya :
Dan ditetapkannya manazilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
3. Bintang Warna kuning cemerlang 5 buah diufuk setiap sinar jauh dari cahaya matahari tersebut adalah memberi arti bahwa DDI senantiasa melaksanakan kewajiban Islam dalam rukunnya yang lima dan hukum Islam yang lima.Bahwa DDI selaku organisasi yang berhaluan Ahlussunah Wal Jama’ah akan seang tiasa melanjutkan dan menyebarkan secara luas ajaran-ajaranya keseluruh penjuru jagad ini dan berusaha tetap manpu menempuh pelanjut sesuai dengan garis dan petunjuk Islam.firman Tuhan dalam surat Al Ahnahal ayat 16 ;
Artinya :
Dan dia ciptakan tanda (petunjuk jalan ) dan dengan bintang-bintang itu mereka mendapat petunjuk.
4. Mihrab warna putih tegak ditengah-tengah lambang dengan nama DDI berjenjang 3 hijau adalah memberi arti bahwa untuk mencapai dan memiliki penge4ahuan dunia dan ukhrawi hendaknya memiliki ilmu pengetahuan. Dan untuk memiliki pengetahuan haruslah memasuki lembaga pendidikan atau belajar.oleh karena itu DDI selaku gerbang ilmu pengetahuan dunia dan akhirat tetap memberi kesempatan pada setiap umat Islam untuk bersama-sama berjuan untuk menperjuangkan kepentingan umat secara ikhlas dan jujur.
Artinya :
Allah menyruh manusia ke Darussalam (surga) dan memipin orang yang dikehendakinya kepada jalan yang lurus (Islam) .
5. Dasar Hijau bulat adalah gambaran kebulatan tekad dan jiwa yang dinamis dari rakyat Islam Indonesia karena persamaan haluan yang diikat dalam DDI sebagai organisasi perjuangan ummat Islam untuk melahirkan kadar Islam yang penuh ketakwaan dan keimanan yang membaja. Firman Tuhan dalam Al-quran surat Al A’araf ayat 96 :
Artinya ;
Jika sekiranya penduduk kota-kota beriman dan bertaqwa pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.
6. Tali warna kuning melingkari bulatan hijau dengan suatu simpul ikatan erat dibawahnya menpunyai dua ujung kiri dan kanan memberi arti bahwa tali yang berlekuk 99 yang mengandung pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah dan lambang persatuan dan kesatuan karena persamaan haluan.Warna kunung melambangkan suatu ketahanan mental sekaligus lambang kebesaran Islam.Simpul yang erat dimaksudkan bahwa apa yang telah dicapai dipertahankan dengan sekuat mungkin. Firman Tuhan dalam surat Ali imran ayat 103 :
Artinya :
Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Aallah dan janganlah kamu bercerai berai.
Artinya :
Dan bagi Allah ada nama-nama yang baik.
Masalah lambang ini kelihatannya selalu timbul setiap ada muktamar DDI sesudah muktamar ke – XI di Watan Soppeng. Dan masalah nya teta[p berksar antara ada yang menginginkan untuk mempertahankan lambang DDI yang diciptakan oleh K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle dan lambang hasil rumusan muktamar DDI di Watan Soppeng.
Pada muktamar DDI ke-XIV di Pare-pare pad tahun 1979 masalah ini kambuh kembali. Bahkan lebih dari itu sebab ssudah dikaitkan dengan mabda’ posisi (status kedudukan) DDI dalam konteksnnya sebagai suatu organisasi. Artinya bukan saja lambang yang harus dipersoalkan tetapi juga harus dipersoalkan perlunya DDI kembali kepada posisi “terlepas dari semua kaitan baik itu kaitan melalui pribadi figur DDI ataupun kaitan dari segi persepsi orientasi politik” yakni kembali pad ketetnuan pada pasal 2 anggaran Dasar DDI yang pertama yaitu tahun 1947 yang berbunyi : “ Badan ini tidak mencampuri soal-soal politik”.
Untuk kembali ke Mabda’ DDI ini oleh muktamar DDI ke 14 di Pare-pare telah dicetuskan suatu kesepakatan yang dituanngkan dalam bentuk Deklarasi yang dikenal dengan “ DEKALARASI UJUNG LARE PARE-PARE”.
Kelihatannya walaupun muktamar DDI ke 14 telah menegaskan kembali menggunakan lambang yang dicioptakan K.H.Abd.ahman Ambo Dalle, namun masih timbul pengertian yang bermacam-macam, oleh kaerna itu sesuai dengan amanah Muktamar DDI ke 15 dan ditegaaskan ART pasal 18, dimana masalah lambang diatur dengan surat keputusan PB DDI, maka pada tannggal 5 April 1984 M denga SK PB DDI, nommor : PB/B-II/18/IV/1984. ditetapkan komponen lambang danpengertiannya sebagai berikut :
SURAT KEPUTUSAN PENGURUS BESAR DDI
Nomor: PB/B-II/18/IV/1984.
Tentang
PENGERTIAN DAN TAFSIAN POLA DASAR
DAN KOMPONEN LAMBANG DDI
Memperhatikan : Hasil-hasil keputusan Muktamar ke-15 Darud Dakwah Wal Irsyad
(DDI) yang berlangsung tanggal 12 sampai dengan 15 J.Akhir 1404
H, 15 sampai dengan 18 Maret 1984 M di Kaballangang Pinrang.
Menimbang : Bahwa untuk mencipakan pengertian dan pemahaman yang baik tentang arti lambang DDI, maka perlu ditetapkan pengertian dan tafsiran pola dasar dan komponen lambang DDI.
Megingat :
1. Undang – Undang Dasar 1945
2. Anggaran Dasar DDI
3. Anggaran Rumah Tangga DDI
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PENGERTIAN DAN TAFSIRAN PLA DASAR DAN KOMPONEN LAMBANG DDI SEBAGAI BERIKUT :
A. POLA DASAR LAMBANG.
B. UNSUR KOMPONEN LAMBANG.
1. Matahari terbit dengan kalimat
2. Bukan sabit dalam huruf latin “DARUD DAKWAH WAL IRSYAD”
3. Kalimat :
4. Kalimat :
5. Kalimat singkatan DDI
6. Lima bintang
C. PENGERTIAN DAN TAFSIRAN POLA DASAR DAN KOMPONEN LAMBANG.
1. Pola dasar hijau tua, adalah menunjukkan bahwa ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang menjadi panutan warga DDI, adalah suatu pedoman yang mencakup akidah dan syari’ah dalam mencapai kebahagiaan dunia dan keselamatan akhirat serta telah mendapatkan Mardhatillah.
Tuhan berfirman dalam S. Al A’araf ayat 96.
Artinya :
Jikalau sekiranya penduduk negeri negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.....
2. Matahari terbit.
Mengguenakan matahari terbit warna emas dengan sinar sejumlah 25 berkas bersama lintasan pelangi kalimat tauhid.
Diatas garis lintang bulatan hijau memberikan arti bahwa matahari sebagai sumber cahaya yakni dalam arti cahaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan ilham dari Allah swt, diturunkan kepada hambanya dengan perantaraan Rasulnya dalam pembentukan jiwa tauhid, dalam kaitan dengan lahirnya MAI (DDI) diharapkan agar menjembatani turunnya ilham dari Allah SWT dan mulai munculnya ilmu pengetahhua. Firman Allah SWT dalam S.Yunus ayat 5 :
Artinya : Dialah yang menjadikan Matahari bersinar .....
3. Bulan Sabit.
Bulan dalam bentuk tulisan huruf latin “DARUD DAKWAH WAL IRSYAD” warna putih bersih menengadah ke atas melihat garis tengah bulatan hijau yang berarti bahwa MAI (DDI) ini senantiasa berjalan di atas penggarisan dan ketentuan wahyu Allah SWT baik dalam peningkatan pengetahuan maupun pengabdiannya kepada Allah SWT. Dan bulan sabit dikaitkan dengan lahirnya MAI (DDI) maka kelahirannya itu mulailah datang dunia yang terang dan pembawa kebenaran sehingga akan lenyaplah masa kegelapan yang akan terjadi secara tertib seagaimana peralihan dari cahaya matahari disiang hari kepada sinarnya bulan dimalam hari, suatu estafet hidup dan kehidupan dunia menuju Mardhatillah.
Firman Allah dalam Surat Yunus ayat 5.
Artinya :
....Dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).
4. Kalimat :
Kalmat ini meletakkan fungsi dan hakekat kehadiran MAI (DDI) ditengah-tengah masyarakat, DDI berusaha mendalami ajaran agama dan pengetahuan agama Islam dan segala ilmu lainnya yang bersifat umum dengan tujuan, terutama untuk menyebar luaskanya dalam usaha mengajak manusia dapat kejalan yang diridhoi Allah SWT agar manusia dapat berbahagia di dunia dan mendapatkan keselamatan diakhirat kelak dengan berdasarkan ketakwaan yang dimilikinya. Firman Allah SWT dalam S.Ali Imran ayat 104 ;
Artinya :
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, mennyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah oranng-orang yang beruntung.
5. Kalimat :
Kalimat “ “ dalam bahasa Arab, adalah salah satu simbol pandanngan DDI bahwa untuk penuntutan ilmu penmgetahhuan terhadap bahasa Arab dan alat-alatnya.
Tuhan berfirman dalam S. As Syuraa ayat 193 – 195 ;
Artinya : Al-Qur’an itu dibawa turun oleh Ar Ruh Al Amin (Jibril) kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang nyata.
6. Kalimat dalam singkatan DDI.
Kalmat dalam bahasa Indonesia dengan singkatan DDI adalahmerupaka identitas bahwa DDI sebagai organisasi Islam yang merupakan bahagian dari rakyat dan bangsa Indonesia bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan dan usaha sosial turut mempunyai tanggung jawab dlam menjaga keutuhan negara kessatuan Republik Indonesia.
Firman Tuhan dalam S.Ali Imran ayat 103.
Artinya :
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai....
7. Lima Bintang.
Bintang warna kuning cemerlang sebanyak lima buah diufuk sinar cahaya matahari memberi arti bahwa DDI senantiasa melaksanakan kewajjiban Islam yang lima (shalat), dan rukun serta hukum Islam yang llima, demikian pula falsafah negara Pancasila sebagai warga negara Republik Indonesia.
Firman Tuhan dalam S.An Nahl ayat 16 ;
Artinya :
Dan Dia ciptakan tanda-tanda (penunjuk jalan) dan dengan bintang itulah mereka mendapat petunjuk.
D. Bila terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini, maka akan di perbaiki seperlunya.
MINALLAHI MUSTAN WAALAHIT TIKLAN.
Pare-pare, 11 Rajab 1404 H
5 April 1984 M
PENGURUS BESAR
DARUD DAKWAH WAL IRSYAD (PB – DDI)
RAIS MAJELIS A’LA, KETUA UMUM, SEKJEN,
TTD TTD TTD
K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle Drs.H.Abd muiz Kabry H.M.Yunus Shamad LC
DEKLARASI UJUNG LARE PARE-PARE
Bismillahi Rahmanir Rahiem,
Atas Rahmat dan Inayah Allah Swt.Muktamar Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) ke -14 yang berthemakan dengan Muktamar DDI ke -14 kita menggalang persatuan ummat untuk suksesnya PELITA Nasional ke – III, berkeyakinan bahwa:
I.Pembangunan bangsa dan agama berdasarkan Pancasila mengharuskan adanya persatuan yang kokoh dikalangan warag negara Republik Indonesia, khususnya warga persatuan Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) terutama dalammensukseskan PELITA III yang sedang digalakkan pemerintah dan rakyat Indonesia pada saat sekarang ini.
II.Kembali ke Mabda’ DDI terarah pada terwujudnya kesatuan yang selalu terkontrol oleh syari’ah Islamiyah sepanjang pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah yang manifestasinya mengharuskan adanya setiap keputusan dilakukan atas dasar musyawarah dan mufakat bukan atas kehendak perorangan.
III.Pemakaian lambang yang diciptakan oleh Al Mukarram pembina utama DDI K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle merupakan motivasi yang melambangkan perobahan mental sikap dan tindakan semua warga persatuan dengan status kelembangaan yang independent.
IV.Indepndensi Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) harus diartikan bahwa DDI dalam segala sikap dan tindakannya tidak terikat serta bukan merupaka suatu neven-bahagian dari suatu organisasi politik dan kekeluargaan/kemasyarakatan apapun.
V.Dengan sikap independensi yang demikian mengharuskan adanya DDI hanya cemmed pada Pancasila sebagai Falsafah negara Republik Indonesia yang dalam lapangan geraknya hanya terarah pada bidang pendidikan, dakwah dan usaha-usaha sosial.
Minallahi Mustan Waalaihit Tiklan.
Pare-pare, 4 Rajab 1399 H
30 Mei 1979 M
BAB IV
DDI DENGAN KEGIATAN KEAGAMAAN
DAN POLITIK PRAKTIS
A. Independensi DDI
Dalam peraturan dasar DDI yang pertama dibuat dalam rangka merampungkan pengintegrasiannya dari MAI Mangkoso menjadi DDI, prinsip independensi kembali dikokohkan dengan mencantumkan pada pasal 2 dari peraturan itu yang menyatakan “Badan ini tidak mencampuri soal-soal politik”. Walaupun pada Muktamar DDI ke-3 tahun 1950 di kota Ujung Pandang telah menghilangkan pasal ini, namun secara moril di kalangan pendiri dan warga DDI, nilai pasal itu tetap dipertahankan, sehingga merupakan konsensus yang tidak tertulis tetapi tetap dipegangi warga DDI.
Itulah sebabnya sewaktu MASYUMI didirikan pada tahun 1948, dengan tujuan utamanya berusaha menghimpun kekuatan politik umat Islam pada waktu itu, Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) tidak melibatkan diri secara organisatoris walaupun di kalangan pimpinan pusat Masyumi beberapa kali mengajak DDI untuk masuk ke dalamnya.
Setelah terbentuk Liga Muslim Indonesia yang merupakan badan koordinatif organisasi Islam dengan tidak menitikberatkan kegiatannya pada politik praktis, maka DDI ikut serta dalam liga ini. Sesuai dengan pasal 7 ayat 6 dari ART Liga Muslim Indonesia, ditetapkanlah wakil-wakil DDI dalam liga tersebut, yakni :
1. K.H.M. Amin Nashir yang ditetapkan berdasarkan Surat Tanda Kepercayaan PB DDI tanggal 15 J. Akhir 1372 H (1 Maret 1953 M).
2. K.H.M. Syukri berdasarkan Surat Kepercayaan PB DDI tertanggal 2 Dzul Qaidah 1372 H (1 Agustus 1953 M).
Disamping wakil pada Liga Muslim Indonesia, telah ditunjuk pula K.H.M. Amin Nashir sebagai wakil tetap DDI pada Dewan Pertimbangan Pendidikan Agama Departemen Agama Republik Indonesia.
Pada Kongres Ulama Indonesia di medan pada tahun 1953, DDI telah mengutus pula wakil-wakilnya ke musyawarah tersebut, yaitu :
1. K.H. Abd. Rahman Bone
2. K.H.M. Ali Al Yafie
3. K.H.M. Amberi Said
4. K.H.M. Abduh Pabbajah
Setelah partai Masyumi pecah dengan mengambilnya sikap berdiri sendiri bagi PSII, Nahdhatul Ulama, maka sejak itu tokoh DDI dalam bidang politik praktis yang tidak dikelola oleh DDI, mulai melibatkan diri pada partai politik tertentu yang dipandang cocok baginya. Maka untuk mengambil garis yang jelas antara keterlibatan individu dan tidak terlibatnya organisasi DDI pada kegiatan politik ini, maka dikeluarkanlah Surat Edaran PB DDI yang ditandatangani oleh Ketua Umumnya K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle tertanggal 15 Juli 1954 Nomor: 130/C.I/54 dalam kaitan dengan PEMILU 1955 menyatakan :
1. Bahwa partai/organisasi/perorangan yang mempunyai tanda gambar di Pemilihan Umum ini ialah mereka yang mengajukan calon tersendiri (atas namanya) seperti Masyumi atau PSII umpamanya.
2. Berhubungan karena organisasi kita (DDI) telah mengambil pendirian untuk tidak mengajukan calon tersendiri (atas nama DDI), maka organisasi kita dalam Pemilihan Umum tidak mempunyai tanda gambar yang khusus seperti lain-lain organisasi/partai.
3. Bahwa kita (kaum DDI) dengan segenap tenaga dan daya yang dimiliki harus ikut berjuang dalam Pemilihan Umum (pada pendaftaran dan waktu pemungutan suara) dengan tujuan untuk memenangkan suara Islam secara mutlak.
4. Kepada kaum DDI yang tidak buta huruf (yang dapt menulis pada waktu pemungutan suara), hendaknya memberikan suaranya kepada orang-orang DDI yang dicalonkan oleh salah satu partai Islam (PSII, NU, Masyumi atau partai dengan memakai salah satu tanda gambar itu).
5. Sedikit hari akan kami kemukakan nama-nama orang DDI yang turut dicalonkan oleh partai-partai Islam kalau sudah ada kepastian yang kami peroleh.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, karena faktor kondisi dan siatuasi di daerah pemilihan XII (Sulawesi Selatan dan Tenggara), maka pada akhirnya K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle keluar ke gelanggang Pemilu 1955 dengan atas namanya sendiri yang memakai lambang (tanda gambar) mirip Ka’bah dengan maksud untuk mengumpulkan suara demi untuk memperbanyak suara yang diperoleh umat Islam, kemudian suara itu dislaurkan pemanfaatannya kepada partai politik Islam pada waktu itu, bukan atas nama DDI.