Hukum
Khitan Bagi Laki-Laki dan Perempuan
SUNATAN MASSAL
Khitan
Selama ini yang kita tahu bahwa
khitan itu adalah wajib. Padahal ada pendapat lain yang mengatakan sunat. Mana
yang betul? Masalah khitan ini sebenarnya tidak ada yang istimiwa bagi umat
Islam. Setiap anak laki-laki muslim pasti sudah menyiapkan diri untuk dikhitan
sebelum mencapai umur akil baligh. Sebaliknya khitan adalah sesuatu yang
menakutkan bagi non-Muslim. Mereka pikir dengan berkhitan, mereka akan
kehilangan seluruh alat vitalnya. Entah dari mana mereka mendapatkan informasi
tersebut.
Pernah ada seorang dokter yang
menerima seorang pasien Cina untuk dikhitan. Ternyata pasien ini bertaruh
dengan teman-temannya yang lain kalau dia berani untuk dikhitan. Semua ongkos
khitan akan dibayar oleh kawannya plus ditambah uang sebesar RM 4000. Demi uang
itulah, pasien Cina ini nekat untuk dikhitan. Ternyata menurutnya dikhitan itu
tidak menyakitkan. Pasien Cina ini kemuadian berjanji untuk mempromosikan
khitan bagi kawan-kawannya yang lain.
Khitan ini juga menjadi momok bagi
non-Muslim yang hendak memeluk Islam. Banyak juga yang urung memeluk Islam
karena takut dengan khitan. Ini sebenarnya salah ustadz atau orang yang
menerangkan kepada non-Muslim itu. Seandainya diterangkan bahwa tidak perlu
dikhitan dulu sebelum masuk Islam, tentunya orang non-Muslim ini akan memeluk
Islam. Lambat laun ketika dia sudah belajar Islam dengan baik, dengan
sendirinya dia meminta untuk dikhitan.
Ulama-Ulama Yang Mengatakan Wajib
Imam Nawawi (al-Majmu’ (1/301)
mengatakan bahwa jumhur atau mayoritas ulama menetapkan khitan itu wajib bagi
laki-laki dan perempuan. Imam Nawawi menekankan bahwa jumhur itu mewakili
mazhab Syafi’i, Hanabilah dan sebagian Malikiah. Pendapat ini turut didukung
oleh Syaikh Muhammad Mukhtar al-Syinqithi (ahkamul Jiraha wa Tibbiyah (168))
dan salafi Syam pimpinan al-Albani.
Kalau menurut Imam Ibn Qudamah
(al-Mughni 1/85) malah lain lagi. Menurut beliau jumhur menetapkan bahwa khitan
wajib bagi laki-laki tapi dianjurkan (mustahab) bagi perempuan. Imam Qudamah
malah mendakwa bahwa jumhur itu mewakili sebagian Hanbilah, sebagian Maliki dan
Zahiri. Pendapat Ibn Qudamah disetujui oleh Syaikh Ibn Uthaimiin.
Disini kita bisa melihat bahwa
istilah jumhur (mayoritas) itu sendiri tidak sama antara Imam Ibn Qudamah dan
Imam Nawawi.
Dalil-dalil yang mereka pakai untuk
menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib adalah sebagai berikut.
[1] Dalil dari Al’Quran
- Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (Al’Quran 2:124). Menurut Tafsir Ibn Abbas, khitan termasuk ujian ke atas Nabi Ibrahim dan ujian ke atas Nabi adalah dalam hal-hal yang wajib (al-Fath, 10:342).
- Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (Al’Quran 16:123). Menurut Ibn Qayyim (Tuhfah, 101), khitan termasuk dalam ajaran Ibrahim yang wajib diikuti sehingga ada dalil yang menyatakan sebaliknya.
[2] Dalil Hadith
- Dari Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari datuknya, bahwa dia datang menemui RasuluLlah S.A.W dan berkata, “Aku telah memeluk Islam. Maka Nabi pun bersabda, “Buanglah darimu rambut-rambut kekufuran dan berkhitanlah.” [HR Ahmad, Abu Daud dan dinilai Hasan oleh al-Albani]. Hadith ini dinilai dha’if oleh manhaj mutaqaddimin.
- Dari az-Zuhri, bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa masuk Islam, maka berkhitanlah walaupun sudah dewasa.” Komentar Ibn Qayyim yang memuatkan hadith di atas dalam Tuhfah, berkata walaupun hadith itu dha’if, tapi ia dapat dijadikan penguat dalil.
[3] Atsar Salaf
- Kata Ibn Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima solatnya dan tidak dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah) dalam versi Ibn Hajar “Tidak diterima syahadah, solat dan sembelihan si Aqlaf (org belum khitan)”.
Itulah dalil-dalil yang dipegang
oleh mayoritas fuqaha yang menyatakan khitan itu wajib.
Ulama-Ulama Yang Mengatakan Sunnat
Pendapat ini didukung oleh Hanafiah
dan Imam Malik. Syeikh al-Qardhawi menyetujui pendapat ini dan berkata, “Khitan
bagi lelaki cuma sunnah syi’ariyah atau sunnah yang membawa syi’ar Islam yang
harus ditegakkan. Ini juga pendapat al-Syaukani. (Fiqh Thaharah)
[1] Dalil Hadith
- Dari Abu Hurayrah ra: “Perkara fitrah ada lima: berkhitan….” (Sahih Bukhari-Muslim). Oleh kerana khitan dibariskan sekali dengan sunan alfitrah yang lain, maka hukumnya adalah sunat juga. (al-Nayl oleh Syaukani).
- “Khitan itu sunnah bagi kaum lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita.” (HR Ahmad, dinilai dha’if oleh mutaqaddimin dan mutaakhirin seperti al-Albani). Jika hadith ini sahih barulah isu hukum wajib dan sunat dapat diselesaikan secara muktamad. Sayangnya hadith yang begini jelas adalah dha’if.
Jadi pendapat mana yang lebih rajih?
Wajib atau sunat?
Pendapat paling kuat
adalah sunat seperti yang ditarjih oleh al-Qardhawi dalam Fiqh Thaharah. Ini kerana millat Ibrahim itu tidak ditujukan kepada kita.
Sedangkan hadith-hadith sahih dalam Bukhari-Muslim lebih menjurus kepada hukum
sunnat bukan wajib. Dengan itu pendapat minoriti yaitu Hanafi lebih diungguli.
Walaupun syeikh Al-Qardhawi
berpendapat sunnah, tapi menurut beliau khitan merupakan sunnah yang harus
ditegakkan untuk membedakan antara Muslim dan non-Muslim. Ini beliau tegaskan
dalam buku beliau yang berjudul Fiqh Thaharah hal. 171:
Madzhab Hanafi dan Maliki
berpendapat khitan adalah sunnah dikalangan laki-laki bukan wajib. Namun ia
termasuk sunnah fitrah dan salah satu syiar Islam. Maka jika ada satu negeri
yang dengan sengaja meninggalkannya, orang-orang di tempat itu wajib untuk
diperangi oleh imam kaum muslimin. Sebagaimana jika ada sebuah negeri yang
dengan sengaja meninggalkan adzan. Yang mereka maksud adalah sunnah-sunnah
syiar yang dengannya kaum muslimin berbeda dengan kaum lain.
Beliau mengatakan bahwa khitan
sebagai sunnah syi’ariyah sebenarnya lebih mendekati wajib dimana orang yang
meninggalkannya harus diperangi.
Kalau kita perhatikan, kedua-dua
pendapat itupun menyuruh untuk bersunat. Cuma dalam implementasinya agak
sedikit berbeda terutama kalau dakwah yang berhubungan dengan non-Muslim. Bagi
non-Muslim yang tertarik masuk Islam, menurut pendapat yang mengatakan wajib
sunat, non-Muslim itu harus sunat dulu. Ini yang menyebabkan mereka ketakutan,
dan takut masuk Islam.
Tapi kalau memakai pendapat bahwa
sunat itu adalah sunnah yang harus ditegakkan tapi bukan wajib, maka non-Muslim
itu tidak dipaksa untuk sunat dulu sebelum masuk Islam. Berikan waktu baginya
untuk belajar Islam terlebih dahulu. Pada suatu saat, setelah mengetahui hukum
khitan dan tata cara khitan yang modern yang tidak menyakitkan, maka non-Muslim
yang telah menjadi Muslim itupun tergerak untuk berkhitan.
Jadi menurut Syeikh Dr. Yusuf
al-Qhardawi lagi, bahwa pandangan yang mengatakan bahwa khitan itu wajib bisa
jadi merupakan pendapat yang terlalu keras bagi orang-orang yang masuk Islam.
Beliau menceritakan pembicarannya dengan seorang mentri agama Indonesia
dulunya:
Mentri Agama Republik Indonesia
pernah mengatakan kepada saya, saat saya untuk pertama kalinya mengadakan
kunjungan ke negeri itu pada tahun tujuh puluhan di abad dua puluh;
Sesungguhnya ada banyak suku di Indonesia yang akan masuk Islam. Kemudian
setelah pemimpin mereka datang menemui pimpinan agama Islam untuk mengetahui
apa yang seharusnya dilakukan dalam ritual agama Islam agar mereka bisa masuk
dalam agama Islam. Maka jawaban yang diberikan oleh pemimpin agama Islam saat
itu tak lain adalah dengan mengatakan: Hal pertama kali yang harus dilakukan
adalah hendaknya kalian semua harus dikhitan! hasilnya mereka sangat ketakutan
akan terjadinya penyunatan massal berdarah dan mereka berpaling dari Islam.
Akibatnya kaum muslimin mengalami kerugian yang besar dan mereka tetap menganut
paham animisme. Ini karena madzhab yang mereka pakai adalah madzhab Imam
Asy-Syafi’i, satu madzhab yang keras dalam masalah khitan. (Fiqh Taharah, hal.
174)
Adakah riwayat sahih yang
menerangkan Rasulullah s.a.w. dan para sahabat senior lain yang bersunat?
Tidak ada riwayat yg sahih. Cuma Ibn
Qayyim membuat ulasan, bahwa ada tiga riwayat mengenai kapankah Nabi S.A.W
dikhitan, ada yang mengatakan beliau lahir dalam keadaan dikhitankan, ada yang
mengatakan baginda dikhitankan oleh Malaikat sebelum Isra’-Mi’ra dan ada juga
yang mengatakan baginda dikhitan oleh Abdul Muttalib menurut kebiasaan arab yg
mengamalkan ajaran Nabi Ibrahim-Ismail. Semua riwayat itu bermasalah (Tuhfah).
Apakah Umur Yang Sesuai Untuk
Berkhitan?
Sebenarnya ada tiga waktu berlainan
untuk berkhitan:
- Waktu wajib – yaitu sebelum masuk umur baligh (Ibn al-Qayyim, Tuhfah-110).
- Waktu yg dianjurkan – yaitu ketika usia kanak-kanak dianjurkan untuk solat (7 tahun) atau disebut juga waktu itsghar (Tuhfah-112).
- Waktu mubah – yaitu waktu selain yg disebutkan di atas.
Berdasarkan pembagian di atas, maka
khitan pada usia 2-3 bulan dibolehkan. Bagaimana dengan khitan pada hari ke 7?
Khitan pada hari ke 7 tidak sahih
hadith-hadith nya (Imam al-Albani, Tamam al-Minnah, 67-69). Walaupun begitu Ibn
Taymiyah pernah berfatwa bahwa syari’at Ibrahim as melakukan khitan pada usia 7
hari, maka kita boleh mengikuti sunnah Ibrahim yaitu khitan pada usia bayi yang
masih kecil.
Jadi kesimpulannya adalah umur untuk berkhitan adalah umum yaitu sebelum baligh dan
tidak dikhususkan secara khusus seperti syari’at Yahudi yaitu pada hari ke 7.
Keuntungan Khitan
Seiykh al-Qardhawi berkata, di
antara fiqh almaqosyid (kebaikan) khitan lelaki adalah:
- mencegah kotoran dan tempat pembiakan kuman pada zakar
- terhindarnya zakar dari terkena penyakit kelamin seperti sifilis
- quluf atau foreskin zakar akan mudah mengalami radang atau melecet
- zakar akan kurang risiko kepada penyakit zakar seperti pembengkakan atau kanker
- memaksimumkan kepuasan seks ketika jima’ (hubungan seks) (Fiqh Taharah, 172)
Amankan Berkhitan Ketika Masih Bayi?
Khitan waktu bayi masih berusia
beberapa bulan terbukti tidak menyakitkan bayi tersebut, karena pensarafan
belum terbentuk dengan sempurna di sekitar zakar & kulit zakar. Buktinya,
bayi tidak dapat mengontrol kencing mereka. Lantaran itu, prosedur khitan
sewaktu awal bayi dilakukan tanpa memerlukan bius kerana ia tidak menyakitkan
bayi tersebut. Ini berbeda dengan kanak-kanak yang telah besar. Maka berkhitan
awal terdapat kebaikannya seperti yang disarankan oleh para dokter.
Ada proposal yang dibuat oleh pakar
psikologi bahawa kanak-kanak yang berkhitan lebih awal, kurang cenderung untuk
untuk terlibat dalam masturbasi dan melihat gambar porno. Dia memberi alasan
kanak-kanak yang berkhitan ketika bayi tidak melihat ‘transformasi’ zakarnya,
lantas kurang bereksperimentasi atay berfantasi dengannya.