Saudara-saudara seiman rahimakumullah. Marilah
kita selalu mengulangi ucapan rasa syukur kepada Allah karena
nikmat-nikmat-Nya yang telah tercurahkan kepada kita semua sehingga
kesehatan jasmani dan rohani masih menghiasi kita. Semoga rasa syukur
yang kita panjatkan ini, menjadi kunci lebih terbukanya pintu-pintu
karunia-Nya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: “Jika kalian
bersyukur, maka akan Kami tambahkan bagimu dan jika kamu mengingkarinya,
sesungguhnya siksaanKu itu sangat pedih”. (Ibrahim: 7) Kami
peringatkan juga para jamaah dan diri ini agar senantiasa menjaga
ketaqwaan, agar mengakar kuat dan kokoh di lubuk hati yang paling dalam.
Sebab itulah modal yang hakiki untuk menyongsong kehidupan abadi, agar
hari-hari kita nanti bahagia.
Ikhwani fiddin rahimakumullah. Seorang
muslim seyogyanya menjadikan kampung akhirat sebagai target utama yang
harus diraih. Tidak meletakkan dunia dan gemerlapannya di lubuk hatinya,
namun hanya berada di genggaman tangannya saja, sebagai batu loncatan
untuk mencapai nikmat Jannah yang langgeng. Jadi, jangan sampai kita
hanya duduk-duduk santai saja menanti perjalanan waktu, apalagi tertipu
oleh ilusi dunia. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: “Ketahuilah,
bahwasanya kehidupan dunia hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan
akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu”.(Al-Hadid: 20)
Ibnu
Katsir berkata (dengan ringkas): “Allah Subhannahu wa Ta'ala membuat
permisalan dunia sebagai keindahan yang fana dan nikmat yang akan sirna.
Yaitu seperti tanaman yang tersiram hujan setelah kemarau panjang,
sehingga tumbuhlah tanaman-tanaman yang menakjubkan para petani, seperti
ketakjuban orang kafir terhadap dunia, namun tidak lama kemudian
tanaman-tanaman tersebut menguning, dan akhirnya kering dan hancur”. Misal
ini mengisyaratkan bahwa dunia akan hancur dan akhirat akan
menggantikannya, lalu Allah pun memperingatkan tentangnya dan
menganjurkan untuk berbuat baik. Di akhirat, hanya ada dua pilihan:
tempat yang penuh dengan adzab pedih dan hunian yang sarat ampunan dan
keridhaan Allah bagi hamba-Nya. Ayat ini diakhiri dengan penegasan
tentang hakikat dunia yang akan menipu orang yang terkesan dan takjub
padanya. Topik utama kita kali ini menekankan pentingnya pendidikan
anak yang termasuk salah satu unsur keluarga, agar dia selamat dunia dan
akhirat. Anak bagi orang tua merupakan buah perkawinan yang
menyenangkan. Dibalik itu, anak adalah amanat yang dibebankan atas orang
tua. Tidak boleh disia-siakan dan di sepelekan. Pelaksana amanah harus
menjaga dengan baik kondisi titipan agar tidak rusak. Sebab orang tua
kelak akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
“Setiap
kalian adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang
tanggungjawabnya”.(Hadits shahih, Riwayat Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, dan
At-Tirmidzi, dari Ibnu Umar)
Anak
terlahir dalam keadaan fitrah. Kewajiban orang tua merawatnya agar
tidak menyimpang dari jalan yang lurus, dan selamat dari api neraka.
Selain itu, anak yang shalih akan menjadi modal investasi bagi kedua
orang tuanya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka, yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, penjaganya malaikat
yang kasar, keras, lagi tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.(At-Tahrim: 6) Ali Radhiallaahu anhu berkata dalam
menafsiri ayat ini: “Didik dan ajarilah mereka”. Adh-Dhahak dan Muqatil
berujar: “Wajib atas seorang Muslim untuk mendidik keluarganya seperti
kerabat, budak perempuan dan budak laki-lakinya tentang perintah dan
larangan Allah”.
Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah. Maka,
mulai sekarang hendaknya para orang tua sadar terhadap kewajiban mereka
untuk mendidik anak-anak mereka agar menjadi hamba Allah yang taat.
Memilihkan pendidikan anak yang kondusif untuk perkembangan iman dan
otaknya. Bukannya membiarkan anak-anak mereka begitu saja tanpa
pengawasan terhadap bacaan yang mereka gemari, apa saja yang suka mereka
saksikan dan aktivitas yang mereka gandrungi. Kelalaian dalam hal ini,
berarti penyia-nyiaan terhadap amanat Allah.
Ingatlah
akibat yang akan menimpa kita dan keluarga kita yang tersia-siakan
pendidikan agamanya! Nerakalah balasan yang pantas bagi orang-orang yang
melalaikan kewajibannya. Termasuk anak kita yang malang.!!! Sesungguhnya
neraka itu terlalu dalam dasarnya untuk diukur, tiada daya dan upaya
bagi mereka untuk meloloskan diri dari siksanya. Kehinaan dan
kerendahanlah yang selalu menghiasi roman muka mereka. Keadaan seperti
ini tak akan kunjung putus, jika tidak ada sedikitpun iman dalam dada
mereka. Alangkah besarnya kerugian mereka. Begitu banyak penderitaan
yang harus mereka pikul. Inilah kerugian nyata dan hakiki, ketika orang
tercampakkan ke dalam lubang neraka Jahanam.
Untuk menegaskan tentang kedahsyatan siksa neraka, kami kutip firman Allah Subhannahu wa Ta'ala : “Setiap kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain supaya mereka merasakan adzab”. (An-Nisaa’: 56). Dan
juga sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang menunjukkan
tentang siksaan neraka yang paling ringan, yaitu siksa yang ditimpakan
atas Abu Thalib yang artinya: Dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: “Penduduk
neraka yang paling ringan adzabnya adalah Abu Thalib. Dia memakai 2
terompah dari api neraka (yang berakibat) otaknya mendidih karenanya”.
(HR. Muttafaqun ‘Alaih). Dengan penjelasan di atas, kita sudah sedikit banyak paham tentang tempat kembalinya orang yang mendurhakai Allah.
Dari
mimbar ini kami ingatkan kembali, marilah kita mulai dengan memberikan
perhatian yang besar terhadap Tarbiyatul Aulad, yaitu proses pendidikan
anak kita. Al-Qur’an telah mengulas tentang sejarah seorang ayah yang
mendidik anaknya untuk mengenal kebaikan. Itulah Luqman, yang
dimuliakan Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan pencantuman perkataannya
ketika mendidik keturunannya dalam Al-Qur’an. Secara luas itu termaktub
dalam surat (QS. Luqman 12-19).
Dalam
surat tersebut, Luqman memulai mengajari anaknya dengan penanaman
kalimat tauhid yang hakikatnya memurnikan ibadah hanya untuk Allah saja,
dilanjutkan dengan kewajiban berbakti dan taat kepada orang tua selama
tidak menyalahi syariat. Wasiat berikutnya adalah berkaitan dengan
penyemaian keyakinan tentang hari pembalasan, penjelasan kewajiban
menegakkan shalat. Setelah itu amar ma’ruf dan nahi mungkar yang
berperan sebagai faktor penting untuk memperbaiki umat, tak lupa beliau
singgung, beserta sikap sabar dalam pelaksanaannya. Berikutnya beliau
mengalihkan perhatiannya menuju adab-adab keseharian yang tinggi. Di
antaranya larangan memalingkan wajah ketika berkomunikasi dengan orang
lain, sebab ini berindikasi jelek, yaitu cerminan sikap takabur. Beliau
juga melarang anaknya berjalan dengan congkak dan sewenang-wenang di
muka bumi sebab Allah Ta'ala tidak menyukai orang-orang yang sombong.
Beliau juga mengarahkan anaknya untuk berjalan dengan sedang tidak
terlalu lambat ataupun terlalu cepat. Sedang nasehat yang terakhir
berkaitan erat dengan perintah untuk merendahkan suara, tidak
berlebih-lebihan dalam berbicara. Demikianlah wasiat Luqman terhadap
anaknya, yang sarat dengan mutiara yang sangat agung dan berfaedah bagi
buah hatinya untuk meniti jalan kehidupan yang dipenuhi duri, agar bisa
sampai ke akhirat dengan selamat.Cukuplah kiranya kisah tadi sebagai
suri tauladan bagi para pemimpin keluarga. Memenuhi kebutuhan sandang
dan pangan yang memang penting. Namun ingat, kebutuhan seorang anak
terhadap ilmu dan pengetahuan lebih urgen (mendesak).
Jamaah Jum’at yang berbahagia. Orang
tua wajib memenuhi kebutuhan ruhani sang anak, jangan sampai gersang
dari pancaran ilmu dien. Perkara ini jauh lebih penting dari sekedar
pemenuhan kebutuhan jasmani karena berhubungan erat dengan
keselamatannya di dunia dan akhirat. Hal itu dapat terealisir dengan
pendidikan yang berkesinambungan di dalam maupun di luar rumah.
Masalahnya, model pendidikan yang ada saat ini hanya menelorkan
generasi-generasi yang materialistis, gila dunia. Karena itu kita harus
menengok dan menggali metode-metode pendidikan yang dipakai Salafus
Shalih yang ternyata telah terbukti dengan membuahkan insan-insan yang
cemerlang bagi umat ini.!