Akhir-akhir ini banyak orang yang memperdebatkan masalah hukum nikah
siri. Ada yang pro agar nikah siri ini dilarang, tetapi ada juga yang
keberatan atas pelarangannya. Saya sejak dulu sudah sering kali ditanya
tentang hukum nikah siri ini. Kalau dilihat dari ragamnya, memang ada
beberapa versi nikah sirri. Untuk itu kita harus diperjelas dulu apa
yang dimaksud dengan nikah siri yang beredar di tengah masyarat.
Setidaknya ada tiga versi yang saya lihat sering dianggap nikah siri. 1. Versi Pertama
Nikah yang sesuai dengan hukum akad nikah syariah dan dihalalkan agama
tetapi tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Nikah seperti ini
punya esensi yang halal, tetapi bertabur kemadharatan dari sisi hukum
positif birokrasi negara. Karena tidak ada surat nikah, sehingga nanti
kalau punya anak, juga tidak ada akte kehariannya. Dalam kondisi dimana
terjadi pertentangan antara suami istri, entah dalam masalah harta
benda dan sebagainya, maka secara hukum positif umumnya posisi istri
atau wanita menjadi sangat lemah. Karena tidak ada legal yang menyatakan
bahwa pernikahan mereka dianggap sah secara hukum. Dalam kasus bagi
waris misalnya, istri tidak bisa menuntut di pengadilan untuk mendapat
bagian waris, karena secara hukum positif, statusnya bukan istri. Dan
hal-hal yang seperti ini akan membuat masalah menjadi semakin rumit.
Jual beli tanah saja harus pakai surat menyurat untuk menjamin aspek
legalitasnya, apalagi urusan hubungan suami istri. Kalau tidak ada surat
suratnya, maka di kemudian hari akan muncul banyak madharat. Surat
menyurat yang menunjukkan status hukum itu penting dalam syariah Islam.
Seba surat menyurat itu adalah bukti legal tentang hak kepemilikan
seseorang di muka hukum. Orang yang punya piutang kepada pihak lain
sementara pihak lain itu menyangkal bahwa dirinya telah berhutang, maka
di pengadilan pihak yang tidak punya surat-surat akan kalah, walau pun
dia sesungguhnya di pihak yang benar. Karena itulah ketentuan hukum
hutang piutang dalam Islam diatur dengan ayat yang paling panjang, yaitu
ayat 282 dari surat AL-Baqarah. Intinya ayat itu menegaskan bahwa wajib
dilakukan tulis menulis dalam hal hutang piutang. Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqarah :
282) Apalgi urusan hubungan nikah, saksinya saja harus minimal 2 orang
laki-laki. Ketentuan ini mengandung pesan bahwa urusan nikah tidak boleh
dilakukan di bawah tangan. Apalagi ada anjuran untuk mengumumkan
pernikahan, walimah dan seterusnya. Walau pun nikah di bawah tangan itu
bukan zina, tetapi kalau dia memberi madharat kepada salah satu pihak,
tentu bukan hal bisa dihalalkan begitu saja. Madharat inilah yang harus
dihindari dari nikah sirri. Kalau pun ada larangan untuk nikah secara
sirri, karena pada aspek legal dan hukum, pihak wanita menjadi pihak
yang paling lemah. 2. Versi Kedua Versi ini secara
hukum Islam memang diharamkan, yaitu nikah tanpa memenuhi kaidah hukum
fiqih. Seperti nikah tanpa wali yang sah, artinya yang jadi wali secara
hukum Islam memang bukan orang yang sah menjadi wali. Nikah siri versi
kedua ini jelas diharamkan di dalam syariah Islam. Sebab nikah itu pada
hakikatnya bukan nikah yang halal. Biasanya hal ini terjadi pada
pasangan yang tidak mendapat persetujuan dari pihak keluarga atau orang
tua. Karena sudah terlanjur saling jatuh cinta, akhirnya mereka nekat
untuk kawin siri. Biasanya memang ada saja oknum yang mau mengaturnya,
tentu dengan bayaran tertentu. Bahkan akad nikah itu sampai bisa
mendapat surat dari pihak yang dianggap berwenang. Tetapi kita tidak
tahu apakah surat itu sah atau palsu. Nikah seperti ini asalkan
dilakukan oleh wali yang sah seperti ayah kandung, atau orang yang
ditunjuk oleh sang ayah menjadi wakil dirinya, tentu secara Islam
hukumnya sah. Tetapi sebaliknya, selama ayah kandung si gadis tidak
memberi izin atau tidak menunjuk siapa yang menjadi wakilnya, maka akad
nikah itu tidak sah. Sebab kedudukan ayah kandung dalam masalah akad
nikah itu sangat kuat. Posisinya adalah wali mujbir. Kecuali pihak
negara yang mengambil alih, maka posisi ayah kandung itu sama sekali
tidak tergoyahkan. 3. Versi Ketiga Versi ini hukumnya
sah secara hukum negara dan juga hukum Islam, yaitu nikah biasa dari
seorang suami yang sudah beristri, tetapi ada pihak-pihak yang tidak
diberi-tahu, barngkali salah satunya adalah istrinya, atau keluarga
istrinya. Namun pernikahannya jelas-jelas dilakukan dengan cara yang
sah baik hukum maupun aturan negara. Ada surat-surat nikah yang lengkap.
Hanya barangkali suami tidak minta izin kepada istrinya secara resmi
dan sah. Dalam hal ini nikah ini punya sandungan yaitu istri tidak
terima suaminya kawin lagi. Dan ini urusan cemburu seorang istri kepada
suaminya. Lebih merupakan urusan internal mereka. Selama akad nikah
dengan istri barunya itu sah secara agama dan hukum, maka nikah siri
versi ketiga ini lebih kecil madharatnya dibandingkan nikah siri versi
kedua. Ada beberapa tanya-jawab yang barangkali bisa dibuka dan dibaca
di situs ini terkait dengan hukum nikah siri dan bagaimana pandangan
sesungguhnya dalam syariah Islam.
Nikah Sirri tapi Wali tidak Dapat HadirWashallallahu
`ala Muhammadin wa ala alihi washahbihi wasallam, walhamdu lillahi
rabbil alamin, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh