Penting!!! Nikah Siri : Solusi Atau Intimidasi?


Nikah Siri : Solusi Atau Intimidasi?

Akhir-akhir ini banyak orang yang memperdebatkan masalah hukum nikah siri. Ada yang pro agar nikah siri ini dilarang, tetapi ada juga yang keberatan atas pelarangannya. Saya sejak dulu sudah sering kali ditanya tentang hukum nikah siri ini. Kalau dilihat dari ragamnya, memang ada beberapa versi nikah sirri. Untuk itu kita harus diperjelas dulu apa yang dimaksud dengan nikah siri yang beredar di tengah masyarat. Setidaknya ada tiga versi yang saya lihat sering dianggap nikah siri. 1. Versi Pertama Nikah yang sesuai dengan hukum akad nikah syariah dan dihalalkan agama tetapi tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Nikah seperti ini punya esensi yang halal, tetapi bertabur kemadharatan dari sisi hukum positif birokrasi negara. Karena tidak ada surat nikah, sehingga nanti kalau punya anak, juga tidak ada akte kehariannya. Dalam kondisi dimana terjadi pertentangan antara suami istri, entah dalam masalah harta benda dan sebagainya, maka secara hukum positif umumnya posisi istri atau wanita menjadi sangat lemah. Karena tidak ada legal yang menyatakan bahwa pernikahan mereka dianggap sah secara hukum. Dalam kasus bagi waris misalnya, istri tidak bisa menuntut di pengadilan untuk mendapat bagian waris, karena secara hukum positif, statusnya bukan istri. Dan hal-hal yang seperti ini akan membuat masalah menjadi semakin rumit. Jual beli tanah saja harus pakai surat menyurat untuk menjamin aspek legalitasnya, apalagi urusan hubungan suami istri. Kalau tidak ada surat suratnya, maka di kemudian hari akan muncul banyak madharat. Surat menyurat yang menunjukkan status hukum itu penting dalam syariah Islam. Seba surat menyurat itu adalah bukti legal tentang hak kepemilikan seseorang di muka hukum. Orang yang punya piutang kepada pihak lain sementara pihak lain itu menyangkal bahwa dirinya telah berhutang, maka di pengadilan pihak yang tidak punya surat-surat akan kalah, walau pun dia sesungguhnya di pihak yang benar. Karena itulah ketentuan hukum hutang piutang dalam Islam diatur dengan ayat yang paling panjang, yaitu ayat 282 dari surat AL-Baqarah. Intinya ayat itu menegaskan bahwa wajib dilakukan tulis menulis dalam hal hutang piutang. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqarah : 282) Apalgi urusan hubungan nikah, saksinya saja harus minimal 2 orang laki-laki. Ketentuan ini mengandung pesan bahwa urusan nikah tidak boleh dilakukan di bawah tangan. Apalagi ada anjuran untuk mengumumkan pernikahan, walimah dan seterusnya. Walau pun nikah di bawah tangan itu bukan zina, tetapi kalau dia memberi madharat kepada salah satu pihak, tentu bukan hal bisa dihalalkan begitu saja. Madharat inilah yang harus dihindari dari nikah sirri. Kalau pun ada larangan untuk nikah secara sirri, karena pada aspek legal dan hukum, pihak wanita menjadi pihak yang paling lemah. 2. Versi Kedua Versi ini secara hukum Islam memang diharamkan, yaitu nikah tanpa memenuhi kaidah hukum fiqih. Seperti nikah tanpa wali yang sah, artinya yang jadi wali secara hukum Islam memang bukan orang yang sah menjadi wali. Nikah siri versi kedua ini jelas diharamkan di dalam syariah Islam. Sebab nikah itu pada hakikatnya bukan nikah yang halal. Biasanya hal ini terjadi pada pasangan yang tidak mendapat persetujuan dari pihak keluarga atau orang tua. Karena sudah terlanjur saling jatuh cinta, akhirnya mereka nekat untuk kawin siri. Biasanya memang ada saja oknum yang mau mengaturnya, tentu dengan bayaran tertentu. Bahkan akad nikah itu sampai bisa mendapat surat dari pihak yang dianggap berwenang. Tetapi kita tidak tahu apakah surat itu sah atau palsu. Nikah seperti ini asalkan dilakukan oleh wali yang sah seperti ayah kandung, atau orang yang ditunjuk oleh sang ayah menjadi wakil dirinya, tentu secara Islam hukumnya sah. Tetapi sebaliknya, selama ayah kandung si gadis tidak memberi izin atau tidak menunjuk siapa yang menjadi wakilnya, maka akad nikah itu tidak sah. Sebab kedudukan ayah kandung dalam masalah akad nikah itu sangat kuat. Posisinya adalah wali mujbir. Kecuali pihak negara yang mengambil alih, maka posisi ayah kandung itu sama sekali tidak tergoyahkan. 3. Versi Ketiga Versi ini hukumnya sah secara hukum negara dan juga hukum Islam, yaitu nikah biasa dari seorang suami yang sudah beristri, tetapi ada pihak-pihak yang tidak diberi-tahu, barngkali salah satunya adalah istrinya, atau keluarga istrinya. Namun pernikahannya jelas-jelas dilakukan dengan cara yang sah baik hukum maupun aturan negara. Ada surat-surat nikah yang lengkap. Hanya barangkali suami tidak minta izin kepada istrinya secara resmi dan sah. Dalam hal ini nikah ini punya sandungan yaitu istri tidak terima suaminya kawin lagi. Dan ini urusan cemburu seorang istri kepada suaminya. Lebih merupakan urusan internal mereka. Selama akad nikah dengan istri barunya itu sah secara agama dan hukum, maka nikah siri versi ketiga ini lebih kecil madharatnya dibandingkan nikah siri versi kedua. Ada beberapa tanya-jawab yang barangkali bisa dibuka dan dibaca di situs ini terkait dengan hukum nikah siri dan bagaimana pandangan sesungguhnya dalam syariah Islam.
 
 

Oleh:

Ahmad Sarwat, Lc., MA

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »