Hampir mustahil memberantas korupsi di negeri ini. Sebab korupsi bukan
hanya dilakukan oleh orang per orang dari kalangan pejabatan atau PNS
bermental maling, tetapi dilakukan secara resmi dan berjamaah dengan
memanfaatkan kelemahan undang-undang partai politik.
Dan kalau dirunut ke biang keladinya, ternyata ujung-ujungnya persoalan korupsi ada di level elite para penguasa di partai-partai politik. Di level inilah sesungguhnya mesin korupsi dijalankan secara sangat sistematis.
Kalau dulu saat reim orde baru tumbang, berdirinya partai-partai
sangat diharapkan bisa dijadikan kekuatan yang menumbangkan korupsi,
namun hari ini justru partai-partai itulah sumber korupsi terbesar.
Para pejabat dan PNS maling itu ternyata hanya kepanjangan tangan saja
dari struktur gurita besar di atasnya, yang tidak lain adalah
partai-partai itu. Mereka memang diorbitkan dan dibesarkan oleh partai,
tetapi kemudian setelah menjabat, maka harus ada upeti timbal balik
yang harus disetor kepada partai.
Maka si pejabat itu tidak
lain hanya aset-aset yang dipekerjakan oleh parta-partai untuk
melakukan perampokan besar-besaran uang rakyat, lalu disetorkan
hasilnya kepada partai. Tentu si pejabat itu ikut mendapatkan bagi
hasilnya.
Oleh karena itulah kita tidak pernah mendapatkan
kasus-kasus korupsi para pejabat itu bisa dituntaskan, atau dibuka
sampai ke akar-akarnya. Sebab di belakang si pejabat memang ada
kekuatan besar yang menjadi god father dan backing yang tidak
tersentuh, yaitu kepentingan partai-partai.
Semua ini bukan
hanya tuduhan atau asumsi, melainkan merupakan kesimpulan dari pimpinan
KPK sendiri. Pimpinan KPK, Busyro Muqoddas, membenarkan bahwa korupsi
berakar dari kepentingan politik.
“Korupsi itu melibatkan
pejabat struktural. Di mana, pejabat struktural itu terkadang berasal
dari petinggi partai politik,” katanya,
Busyro menjelaskan,
proses korupsi politik itu bermula akibat pendidikan politik praktis
yang selalu diwarnai oleh politik uang. Sehingga politik uang itu lah
yang memunculkan korupsi yang memiliki kepentingan politik
Situasi yg menggambarkan parpol adalah bagian korupsi termasuk proses
politik saat ini, kita lihat saja, mana pilkada yang tidak pakai duit.
Hampir di berbagai tempat ini terjadi,"
Lebih lanjut Busyro
mengatakan bahwa kementrian yang dipegang parpol berpotensi lebih korup
dibanding yang tidak. Ijin diperjualbelikan di pusat dan daerah
sehingga korupsi tak hanya sentralistik tapi juga desentralistik,"
paparnya.